Shalom..., Selamat Datang di GBI House Of Grace ~ Rayon 3

Renungan

MELETAKKAN KEHENDAK BEBAS DI BAWAH KEDAULATAN ALLAH

“Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu,” (Ulangan 30:19)

“Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang Sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kami diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15)

Paham Hyper Grace mengajarkan bahwa Tuhan Yesus telah mengerjakan segala sesuatu yang perlu kita lakukan untuk menyenangkan hati Tuhan. Implikasinya ialah manusia tidak memerlukan usaha apapun untuk menyenangkan hati Tuhan, termasuk bertanya dan mencari tahu hal-hal apa yang diinginkan Tuhan di dalam setiap keadaan.

Kehendak bebas adalah bagian dari gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia sebagai mahkota kemuliaan ciptaan Allah. Kehendak bebaslah yang membedakan antara manusia dan binatang, bahkan binatang tingkat tinggi sekalipun. Dalam kacamata sekuler; terutama dalam ilmu biologi, baik ilmu perilaku (Behavioural Science), maupun ilmu saraf (Neurogical Science), berusaha mencari titik persamaan antara manusia dan hewan primata yang telah mengalami evolusi tingkat tinggi, terutama primata. Mereka menemukan bahwa di dalam primata tingkat tinggi binatang telah berkembang emosi (dimana mereka bisa merasakan perasaan-perasaan yang dialami oleh manusia seperti takut, marah, senang, sedih) dan intelegensi (binatang bisa mengingat, mengklasifikasi) tetapi sejauh ini studi belum bisa menunjukkan bahwa pada binatang tingkat tinggi sekalipun terlihat penggunaan kehendak bebas, dimana mereka memilih untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan naluri dasar mereka. Binatang-binatang tingkat tinggi bisa menunjukkan perilaku yang “taat” berdasarkan latihan yang mereka terima secara kontinyu, tetapi mereka tidak bisa melakukan sesuatu perbuatan yang “baik” karena “inisiatif” mereka sendiri.

Ilmu pengetahuan sekuler berusaha menghilangkan pengertian Yudeo Kristen bahwa manusia adalah mahkota kemuliaan ciptaan Allah yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah dengan kehendak bebas sebagai fitur utamanya dan menurunkan derajat manusia hanya seperti hewan yang telah berevolusi mencapai tingkat tinggi. Hal ini dilakukan semenjak Charles Darwin menuliskan buku Origin of Species 1853, diteruskan oleh Sigmund Freud dengan gerakan Psychoanalysis yang mengakibatkan revolusi norma dan budaya tahun 1960-an di dunia Barat yang efeknya juga dirasakan oleh seluruh dunia. Itulah sebabnya gereja harus menjunjung tinggi doktrin gambar dan rupa Allah (Imago Dei) di dalam diri manusia di tengah-tengah serangan sekularisme yang berusaha menurunkan derajat manusia seperti binatang yang hanya bisa bereaksi terhadap stimuli (rangsangan).

PELAJARAN DARI SANTO AGUSTINUS
Santo Agustinus dari Hippo (353-450), Bapa Gereja dan Doktor Gereja memberikan kepada kita beberapa hal yang sangat berharga untuk diingat. Santo Agustinus adalah orang pertama yang mengajarkan doktrin apa yang kemudian dikenal sebagai “kebejatan total” (Total Depravity). Apa itu “kebejatan total”? Pada waktu Allah menciptakan Adam dan Hawa, Allah memberikan mereka “kehendak bebas” yaitu kemampuan untuk memilih secara sukarela. Oleh karena keadaan manusia pada waktu di taman Eden tidak (belum) berdosa, maka kehendak bebas manusia cenderung untuk “memilih apa yang baik”, melakukan kehendak Allah, dan memiliki kerinduan untuk selalu berhubungan Allah. Kehendak bebas yang “baik” tersebut kemudian menjadi rusak karena Adam dan Hawa menggunakan kehendak bebasnya untuk menuruti perkataan iblis dan memilih untuk berbuat dosa. Karena dosa tersebut, tentu sangat berdampak besar bagi Adam dan Hawa, sejak saat itu kehendak bebas manusia akhirnya cenderung untuk berbuat dosa. Apapun yang manusia lakukan atau pilih kini lebih cenderung perbuatan yang jahat.

“Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.” (Kejadian 6:5)

Dari kejadian tersebut, maka Santo Agustinus memberikan pandangan bahwa: Karena dosa Adam dan Hawa, maka semua umat manusia yang kemudian lahir dari Adam dan Hawa berpartisipasi dalam dosa Adam dan Hawa. Dan kehendak bebas manusia kini cenderung berbuat salah.

“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12)

Sekalipun demikian, Santo Agustinus tidak mengajarkan bahwa dosa “menghilangkan” sama sekali fungsi kehendak bebas manusia, hanya saja dosa telah “membelenggu” kehendak bebas manusia sehingga manusia cenderung “tidak bisa” memilih lagi apa yang baik, yang memuliakan Tuhan, dan sulit untuk mencapai tujuan Tuhan tertinggi, sebagai contoh:
• Pada waktu Allah memerintahkan Musa untuk memilih 12 orang Israel dari setiap suku untuk mengintai tanah Kanaan (Bilangan 13), perintah Allah sebenarnya sudah jelas, Allah akan menyerahkan tanah Kanaan tersebut. Tapi karena kehendak bebas manusia cenderung berbuat dosa dan melawan perintah Allah, maka setelah melihat keadaan tanah Kanaan maka 10 orang dari ke-12 orang Israel memberikan kabar busuk dan tidak percaya akan janji Allah yang akan memberikan tanah tersebut, hanya dua orang yang memberikan kabar baik kepada Musa dan percaya bahwa Allah akan menyerahkan tanah Kanaan beserta orang-orang perkasanya kepada bangsa Israel. Inilah contoh betapa dosa Adam kemudian membuat seluruh manusia cenderung melakukan dosa dan melawan kehendak Allah.

• Di dalam 1 Samuel 16 diceritakan bagaimana Nabi Samuel diutus Allah untuk pergi ke rumah Isai untuk mengurapi salah satu anak Isai menjadi raja Israel. Sebenarnya Allah sudah memiliki pilihan siapa anak Isai yang akan menjadi raja, tapi Ia tidak memberitahukannya kepada Samuel. Sesampainya di rumah Isai, maka dihadapkannya ketujuh anak Isai mulai dari yang sulung. Sebagai seorang nabi, waktu itu Samuel hanya berpikir bahwa ia dapat mengetahui/memilih siapa dari anak-anak Isai yang akan menjadi raja Israel. Tapi seperti kita ketahui Samuel gagal menemukan siapa orang yang berkenan di hadapan Allah untuk menjadi raja Israel. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa keadaan hati Samuel menunjukkan betapa manusia yang jatuh ke dalam dosa memang masih memiliki kemampuan untuk memilih, tetapi pilihan-pilihan yang diambil seringkali berlawanan dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan yang terbaik.

DI MATA ALLAH, KEHENDAK BEBAS MANUSIA SANGAT SPESIAL
Sebelum kita melanjutkan, kita akan melihat dulu kebenaran ini: Manusia itu spesial, karena manusia dilengkapi dengan kehendak bebas yang luas. Apa artinya? Manusia diciptakan sepenuhnya dengan kemampuan memilih yang penuh, tetapi memiliki sedikit kuasa, karena tujuan manusia diciptakan itu untuk sebuah hubungan (manusia sangat tergantung kepada Allah dan kuasa-Nya). Jadi, sekalipun manusia diciptakan oleh Allah, tapi manusia diberi kebebasan untuk memilih secara penuh untuk taat kepada penciptanya atau tidak. Demikian juga dengan malaikat, malaikat memiliki kehendak bebas juga (oleh karenanya Lucifer bisa memilih untuk memberontak kepada Allah), hanya saja kehendak bebas malaikat itu terbatas. Tetapi malaikat memiliki kuasa yang lebih besar dari manusia, karena tujuan malaikat diciptakan adalah untuk melayani Tuhan.
Perhatikan kebenaran berikut ini:

a. Ketaatan manusia berbeda dengan ketaatan malaikat
Jika Allah hanya membutuhkan sebuah wujud/pribadi untuk melakukan kehendak-Nya dan melayani Dia maka malaikat sudah cukup untuk menjalankan fungsi itu. Tetapi kenapa Allah masih rindu untuk menciptakan manusia? Karena ternyata ada perbedaan kualitas antara ketaatan yang lahir dari kehendak bebas manusia dengan ketaatan malaikat yang merupakan hasil “pemrograman”.

b. Pujian dan penyembahan manusia berbeda dengan pujian penyembahan malaikat
Malaikat memang diciptakan untuk mengusung dan merayakan kemuliaan dan kekudusan hadirat Tuhan. Mereka bisa menyayikan “Kudus Kuduslah Tuhan”, tetapi malaikat tidak didesain untuk memberikan respon terhadap hubungan kasih sehingga malaikat tidak bisa berkata dari dasar “hati” nya yang terdalam bahwa ia mengasihi Tuhan. Di lain pihak karena manusia memiliki gambar dan rupa Allah di dalam bentuk kehendak bebas untuk memilih memang didesain untuk memberikan respon untuk undangan kasih sehingga di dalam pujian dan penyembahan manusia kita dapat berfungsi di 2 level:
• Di level sebagai makhluk ciptaan Allah kita bisa memberikan respon terhadap pernyataan kekudusan dan kemuliaan Allah, di dalam hal ini kita bisa ikut bernyanyi bersama-sama dengan malaikat kudus-kuduslah Tuhan, suci sucilah Tuhan.
• Di dalam level sebagai pribadi kita bisa menyanyikan mengenai kasih, kebaikan, kesetiaan, bahkan disiplin yang kita alami dari Tuhan karena dia berhubungan dengan kita sebagai seorang Bapa, Kekasih, Gembala, dan lain sebagainya

Santo Agustinus memberikan peta mengenai keadaan kehendak bebas manusia.

1. Non Pecare (tanpa dosa)
Ini adalah keadaan manusia di Taman Eden pada penciptaannya sebelum jatuh dalam dosa. Disini manusia sudah memiliki kehendak bebas tetapi belum teruji, itulah sebabnya Tuhan menaruh pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat di tengah-tengah taman untuk kehendak bebas manusia dilatih dan diuji apakah ia akan memilih untuk mentaati Tuhan atau tidak.

2. Non Posse Non Pecare (tidak bisa tidak berdosa)
Inilah keadaan kehendak bebas manusia setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Yesus berkata bahwa setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa (Yohanes 8:34). Kehendak bebas manusia tetap ada tetapi manusia tidak berdaya untuk memilih apa yang pada akhirnya membawa kemuliaan tertinggi bagi Tuhan dan kebaikan bagi semua ciptaan-Nya yang lain, karena dosa pilihan manusia akan cenderung jadi berpusat kepada apa yang menyenangkan dirinya sendiri dalam skala yang sangat sempit. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasul Paulus di dalam Roma 6.

3. Posse Non Pecare (bisa tidak berdosa)
Kematian Kristus di kayu salib telah menebus kita dari perhambaan kepada dosa (Roma 6:6) “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.”), namun Rasul Paulus juga berkata setelah kita dibangkitkan kembali bersama dengan Kristus, kita sekarang memiliki kehendak bebas yang harus dilatih untuk taat kepada Allah (Roma 6:16-18). Seumur hidup kita inilah yang menjadi perjuangan kita yaitu menundukkan kehendak bebas kita kepada kehendak Allah. Tuhan Yesus telah mendemonstrasikan hal ini bahwa sebagai manusia, di taman Getsemani Ia mengalami titik terendah-Nya, Ia ketakutan, secara fisik Ia merasa lemah. Dan disitulah satu-satunya kita melihat bahwa ada kemungkinan perbedaan antara kehendak-Nya dan kehendak Bapa, ketika Ia berdoa Bapa jikalau boleh biarlah cawan ini berlalu daripadaku, namun pada akhirnya kehendak Mu-lah yang jadi bukan kehendak-Ku. Inilah yang dimaksud oleh Rasul Paulus di dalam Roma 12:1 yaitu kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup. Pada tahap ini, kehendak bebas bisa berfungsi dengan baik, yaitu untuk mengambil segala keputusan. Dalam hal ini kita bisa tidak berdosa dan bisa berdosa.

4. Non Posse Pecare (tidak bisa berdosa)
Inilah keadaan kita di dalam kemuliaan yang akan datang. Ketika kita setia sampai akhir; baik pada saat kita meninggal, ataupun ketika kita masih hidup ketika Tuhan Yesus datang menjemput kita, kita akan menerima pahala dalam rupa tubuh yang dimuliakan. Di dalam keberadaan ini kita tidak bisa berdosa, karena kedagingan manusia lama kita sama sekali sudah ditanggalkan dan jiwa kita telah disempurnakan. Itulah sebabnya seseorang yang ditemukan dalam keberadaan tubuh kemuliaan tidak bisa berdosa lagi karena gambar dan rupa Allah telah disempurnakan di dalam dirinya sehingga dia layak memerintah bersama-sama dengan Allah. Pada tahap ini, kehendak bebas sudah terlatih secara sempurna, sehingga sudah tidak mungkin mengambil keputusan yang salah.

BAGAIMANA KITA MELATIH KEHENDAK BEBAS KITA DI HADAPAN ALLAH
Yesus menjanjikan Roh Kudus untuk menyertai kita di dalam perjalanan hidup kita; Ialah yang menolong kita dan memampukan kita untuk menundukkan kehendak bebas kita kepada kehendak Allah yang lebih besar.

a. Roh Kudus membantu kita menyingkapkan rencana Bapa yang jauh lebih besar dari apa yang kita pikirkan.
Seperti Yunus di Perjanjian Lama seringkali kita bergumul di dalam mentaati kehendak Allah karena pandangan mata kita terlalu sempit. Bagi Yunus, orang-orang Niniwe adalah orang-orang yang memang pantas untuk menerima laknat dan murka Allah karena perlakuan mereka terhadap bangsa Israel. Meskipun hal itu benar, namun Allah memiliki sudut pandang yang jauh lebih besar. Hanya Allah-lah yang dapat melihat suatu kesempatan bagi orang Niniwe di dalam generasi Yunus. Sejarah mencatat bahwa pelayanan Yunus berhasil membuat bangsa Niniwe bertobat pada zamannya; namun tidak sampai 100 tahun sesudah itu bangsa Niniwe kembali menjadi bangsa yang jahat sehingga perlu murka Tuhan turun sepenuhnya atas mereka seperti yang dinubuatkan oleh nabi Nahum. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ada 1 generasi orang Niniwe yang akan muncul pada hari terakhir, yang akan mendakwa orang Israel karena tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Dosa mengakibatkan kita sangat berpusat kepada diri sendiri; kebahagiaan, kenyamanan, keberhasilan kita seringkali menjadi faktor satu-satunya di dalam pengambilan keputusan kita. Kita harus berdoa supaya Roh Kudus terus menerus mencelikkan mata rohani kita untuk melihat rencana Allah yang besar.

b. Roh Kudus membantu kita supaya manusia rohani dan jasmani kita menerima disiplin untuk mengambil keputusan yang tepat.

Seperti di dalam contoh kita di atas binatang-binatang tingkat tinggi kadang-kadang bisa dilatih untuk menuruti perintah majikannya. Memang ketaatan manusia berbeda dengan ketaatan binatang ataupun ketaatan malaikat sekalipun, namun kita melihat bahwa disiplin dan latihan memiliki nilai dalam melatih kehendak bebas kita, ada pepatah mengatakan “disiplin tidak sama dengan kekudusan, tetapi agak mustahil orang dapat mencapai kekudusan tanpa disiplin”. Rasul Paulus berkata bahwa ia melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya (1 Korintus 9:27). Perhatikan disini bahwa yang dilatih selain daripada jiwa juga tubuh, karena seringkali daging kita pun memiliki unsur-unsur yang bertentangan dengan keinginan roh kita yang sudah diperbaharui. Di dalam 1 Timotius 4:8 Rasul Paulus menunjukkan bahwa latihan jasmani memang memiliki nilai meskipun terbatas.

c. Roh Kudus adalah Roh Penghibur yang memberikan ketenangan bagi hati kita di dalam mengambil keputusan yang menyenangkan hati Tuhan (Yesaya 26:3).

Roh Kudus memberikan peneguhan/ afirmasi ketika kita mengambil keputusan yang tepat. (AL)

Quote:
Kehendak bebas manusia adalah mahkota kemuliaan dari Allah.
Kehendak bebas senantiasa berada dalam prinsip-prinsip kebenaran Allah.
Kehendak bebas bukan berarti boleh melakukan segala sesuatu yang kita inginkan.

 

 

BACK..