
PERLUKAH PEDULI DENGAN ISU-ISU GLOBAL?
				
				 
				
						
						Pernahkah kita mendengar selentingan ucapan di kalangan 
						Kristen bahwa orang-orang yang menganut gerakan 
						Pentakosta adalah golongan orang-orang yang 
						‘melayang-layang' atau tidak ‘membumi’? Hal yang 
						dimaksud di sini adalah orang-orang Pentakosta 
						seakan-akan hanya peduli tentang karunia-karunia Roh, 
						kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, dunia roh, dan 
						hal-hal lain yang dianggap abstrak atau tidak relevan 
						bagi kehidupan manusia di bumi pada saat ini. 
						Dari sini, timbullah pertanyaan “Perlukah kita sebagai 
						orang Pentakosta peduli terhadap isu-isu kontemporer 
						dunia ini?” Mari kita sama-sama melihat, apa yang Firman 
						Tuhan ajarkan kepada kita tentang kepedulian terhadap 
						hal-hal yang berkembang di masyarakat kita.
						Philip Graham Ryken Ph.D, seorang teolog dari Amerika 
						Serikat dan Rektor dari Wheaton College, sebuah 
						universitas Kristen, di dalam bukunya “What is The 
						Christian Worldview?” menuliskan bahwa sejak awal 
						penciptaan, Tuhan menciptakan manusia segambar dan 
						serupa dengan Allah dengan tujuan agar manusia menguasai 
						dan mengelola taman Eden, sambil mereka menikmati 
						hubungan yang intim dengan Allah. Hal ini kita kenal 
						dengan sebutan Mandat Penciptaan/Creation Mandate. (Kejadian 
						1:28)
						Semua hal diciptakan Tuhan baik adanya, dan manusia 
						diperintahkan untuk mengembangkan, mengelola, dan 
						memelihara segala sumber daya yang ada secara maksimal, 
						agar manusia dapat menyatakan siapa Allah sebenarnya dan 
						memenuhi bumi dengan kemuliaan-Nya. (Kejadian 2:15)
						Dengan adanya mandat ini, manusia; secara khusus orang 
						percaya, diperintahkan untuk menguasai bidang-bidang 
						kehidupan dengan cara memberikan dampak sosial di bumi 
						ini. Rasul Paulus juga menuliskan di Filipi 1:22a, 
						“Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti 
						bagiku bekerja memberi buah.”
						Mari kita lihat bersama-sama menyimak beberapa isu 
						hangat yang berkembang di masyarakat global, dan 
						bagaimana kita sebagai insan Pentakosta perlu 
						menyikapinya.
						
						1. ISU PERUBAHAN IKLIM
						PBB mendefinisikan ‘Perubahan Iklim’ sebagai “perubahan 
						jangka panjang pada temperatur dan pola cuaca”. Ada 
						beberapa kejadian di dunia akhir-akhir ini yang perlu 
						menjadi perhatian kita. Tahukah kita bahwa tahun 2022 
						ini, suhu udara di Antartika pada tanggal 18 Maret 2022 
						mencapai -11.5oC (di mana seharusnya suhu normal 
						Antartika pada bulan Maret adalah -49oC). Di bagian 
						dunia yang lain, yaitu di Istanbul, Turki juga pada 
						bulan Maret 2022, turun hujan salju lebat (di mana 
						kejadian ini tidak seharusnya terjadi di bulan Maret).
						
						Semua kejadian ini adalah bukti nyata dari perubahan 
						iklim drastis pada bumi yang tidak dapat dipungkiri dan 
						disepelekan. Hal ini terjadi karena pemanasan global 
						yang disebabkan oleh ulah manusia yang tidak menjaga 
						keseimbangan alam. Emisi gas rumah kaca yang berlebihan, 
						polusi yang tidak terkendali, dan pembalakan hutan 
						secara liar menyebabkan terlepasnya gas-gas berbahaya ke 
						atmosfer bumi sehingga suhu bumi makin lama makin hangat. 
						Jika hal ini terus dibiarkan, suatu hari nanti, bumi 
						akan kehilangan banyak biodiversitas. Sebagai bagian 
						dari penduduk bumi, kita sebagai insan Pentakosta pun 
						harus turut bertanggung jawab menanggulangi masalah ini 
						dengan cara yang sederhana, yaitu taat kepada pemerintah 
						yang telah membuat peraturan untuk menjaga lingkungan 
						hidup. (Roma 13:1; Titus 3:1)
						Dengan demikian, kita pun telah memberi hidup kita 
						“dipimpin oleh Roh” karena pemerintah pun ditetapkan 
						oleh Allah. (Galatia 5:25) 
						Ingatlah bahwa tugas kita dari Tuhan adalah juga untuk 
						memelihara segala ciptaan-Nya, supaya selalu dalam 
						keadaan baik sebagaimana keadaannya semula ketika 
						diciptakan oleh Tuhan. (Kejadian 2:15)
						Dari Alkitab, kita bisa mencontoh Nuh, sebagai seorang 
						yang hidup bergaul dengan Allah (Kejadian 6:9), dan 
						seorang petani yang pertama kali membuat kebun anggur. (Kejadian 
						9:20)
						Kita juga bisa melihat bahwa Nuh adalah seseorang yang 
						turut serta menjaga kelestarian biodiversitas karena ia 
						membawa serta segala binatang ke dalam bahteranya, 
						supaya “terpelihara hidup keturunannya di seluruh bumi”. 
						(Kejadian 7:2-3)
						
						2.  ISU SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan)
						Masalah-masalah yang terkait dengan SARA bukan hanya 
						dialami oleh negara-negara berkembang, termasuk 
						Indonesia. Bahkan negara maju sekalipun, seperti Amerika 
						Serikat, masih sering dirongrong oleh isu-isu ini. Dalam 
						konteks Amerika Serikat, siapa yang tidak ingat 
						peristiwa demonstrasi Black Lives Matter yang adalah 
						gerakan yang secara aktif menentang kekerasan maupun 
						rasisme terhadap orang kulit hitam. Gerakan ini 
						sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2013, namun tahun 
						2020, gerakan ini meledak kembali. 
						Di Indonesia, mungkin masih sangat jelas terekam di 
						benak sebagian besar kita demonstrasi besar berbau 
						rasisme yang ada di ibukota Jakarta pada tahun 2017 yang 
						lalu. Setelah itu, istilah-istilah seperti “pribumi/non-pribumi”, 
						“cebong/kampret” menjadi istilah yang sering menghiasi 
						media-media sosial kita. Sungguh memprihatinkan bahwa 
						tidak sedikit orang Kristen yang terprovokasi dan 
						ikut-ikutan dalam merespon hal ini dengan kurang baik di 
						media sosial. 
						Dari hal ini, kita bisa melihat bahwa isu SARA dapat 
						membuat polarisasi di masyarakat, tidak terkecuali di 
						dalam gereja. Padahal kita perlu mengingat bahwa Tuhan 
						menciptakan semua manusia dalam gambar dan rupa-Nya (Kejadian 
						1:26) dan karena Ia adalah Bapa segala roh (Ibrani 
						12:9), artinya kedudukan semua manusia adalah sama di 
						hadapan Tuhan. 
						Lebih lanjut, secara konteks di dalam gereja, perbedaan 
						golongan tidak boleh menjadi isu pemecah-belah persatuan 
						anak-anak Tuhan. Rasul Paulus menasihati bahwa Kristus 
						tidak terbagi-bagi antara golongan Paulus, Apolos, atau 
						Kefas (I Korintus 1:12-13). Bahkan, Tuhan Yesus sendiri 
						mendoakan para murid, pada waktu Ia berdoa di Taman 
						Getsemani, agar mereka menjadi satu (Yohanes 17:21-23).
						
						Apalagi di era Pentakosta Ketiga ini, sebagaimana 
						kejadian di kamar loteng di Kisah Para Rasul pasal 2, 
						kita yakin bahwa Roh Kudus akan dicurahkan ke atas 
						manusia tanpa melihat perbedaan suku atau golongan. 
						Salah satu bukti nyata bahwa insan Pentakosta berdiri di 
						atas suku atau golongan yang berbeda adalah dengan 
						adanya Pentecostal World Fellowship (PWF), di mana 
						gereja kita GBI Jl. Jendral Gatot Subroto juga menjadi 
						anggotanya, yaitu sebuah persekutuan gereja-gereja 
						Pentakosta yang mempunyai misi untuk menyatukan dan 
						memobilisasi keluarga-keluarga yang dipenuhi oleh Roh 
						Kudus di seluruh dunia dalam rangka menyelesaikan Amanat 
						Agung Yesus Kristus. 
						
						Dari pemaparan kedua hal di atas, maka sangatlah jelas, 
						bahwa kita sebagai insan Pentakosta pun perlu peduli dan 
						harus turut serta berperan aktif di dalam mengatasi 
						isu-isu sosial kontemporer yang berkembang di masyarakat 
						kita, sehingga insan Pentakosta tidak dianggap sebagai 
						insan yang ‘ngawang’ dan bisa juga memikirkan hal-hal 
						yang ‘membumi’. 
						Kita dipanggil Tuhan untuk menjadi ‘garam dan terang 
						dunia’, artinya kita harus menjadi berkat dimanapun kita 
						ditempatkan. Mari kita semua di Tahun Paradigma yang 
						Baru ini sungguh-sungguh berdoa supaya kita mendapatkan 
						paradigma yang baru dalam memandang isu-isu sosial yang 
						berkembang di masyarakat kita. Amin. (WP)