BERCAKAP-CAKAP DENGAN TUHAN BELAJAR DARI KUALITAS MUSA
“Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka,
tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel,
dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya
atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan
terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan
dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala
kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan
seluruh orang Israel.”
Ulangan 34:10-12
Di dalam Alkitab terdapat ayat-ayat yang tertulis sama
dan muncul berkali-kali. Tepatnya ada 235 kalimat yang
muncul dengan perkataan yang sama persis dalam Alkitab,
menurut perhitungan dengan menggunakan Alkitab versi
English Standard Version (ESV). Contoh kalimat ayat yang
muncul sama persis: “Kalau orang bijak melihat
malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak
berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka”. Kalimat
ini muncul sama persis di Amsal 22:3 dan Amsal 27:12.
Fenomena ini muncul 235 kali dan pengulangannya mulai
dari 2 kali hingga 29 kali. Dari semua pengulangan
tersebut, maka 65 kali tercatat bahwa intinya TUHAN
berbicara atau berfirman kepada Musa. Ini merupakan
rekor terbanyak yang dicatat atas seorang nabi di mana
TUHAN bercakap dengannya.
Ulangan 34:10-12 memberikan suatu pengakuan yang luar
biasa atas Musa. Bahkan dikatakan bahwa tidak ada lagi
nabi yang bangkit seperti Musa di antara orang Israel.
Pengakuan tersebut dan fakta bahwa TUHAN demikian banyak
berbicara kepada Musa, menjadi sesuatu yang menarik dan
penting untuk mempelajari Musa. Sekalipun Musa berbuat
satu kesalahan yang membuat dirinya tidak bisa masuk
Tanah Perjanjian (Bilangan 20:7-13), namun
kualitas-kualitas yang dia miliki patut untuk kita
pelajari dan teladani. Musa tetap dikatakan sebagai nabi
yang luar biasa di mana TUHAN ‘berhadapan muka dengan
muka’ dengan dia.
KARAKTER MUSA
Ada 10 (sepuluh) kualitas Musa dalam perjalanan dan
pengalamannya yang intim dengan TUHAN:
1. Musa Memilih Menderita dalam Kebenaran daripada
Menikmati Dosa
Kitab Ibrani pasal 11 mencatat tokoh-tokoh dalam Alkitab
yang disebut “Saksi-saksi Iman” atau juga
pahlawan-pahlawan iman. Dalam ayat 24-26 tertulis bahwa
Musa lebih memilih menderita sengsara, dan memandang
penghinaan karena Kristus sebagai sesuatu yang jauh
lebih besar daripada semua harta Mesir. Ia tahu bahwa
upah yang akan ia terima jauh lebih besar daripada apa
pun yang bisa ditawarkan oleh dunia dengan segala dosa
di dalamnya. (Ibrani 11:24-26)
2. Musa Rela Menjalani Proses Pembentukan oleh TUHAN
Setelah lari dari Mesir, Musa hidup di tanah Midian
selama 40 tahun sebagai pendatang, dan menjalani
kehidupan yang sangat berbeda dibanding saat dia masih
ada di dalam istana Firaun di Mesir. Sebagai keluarga
istana Firaun, Musa telah mengenyam pendidikan istana
yang sangat cukup, namun untuk menjadi pemimpin
bangsanya dalam perjalanan padang gurun ia harus
dibentuk dulu.
Sekalipun Musa sudah mengalami penyertaan tangan TUHAN
yang menyelamatkannya dari pembantaian bayi-bayi Israel,
dia perlu mengalami perjumpaan secara pribadi dengan
TUHAN. Kehidupan dan perjumpaannya dengan TUHAN, menjadi
modal yang kuat baginya untuk memimpin umat pilihan
TUHAN.
3. Musa Meresponi Penunjukan TUHAN atas Dirinya
Setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan TUHAN dalam
bentuk semak belukar yang menyala namun tidak terbakar,
Musa meresponi apa yang TUHAN perintahkan kepadanya,
yaitu membawa bangsa Israel menjadi penyembah TUHAN. (Keluaran
4:18-22)
Tugas utama Musa bukan hanya untuk membebaskan Israel
dari perbudakan Mesir, tetapi membawa bangsa itu kepada
destiny yang sudah TUHAN tetapkan sejak Abraham, yaitu
menjadi bangsa yang sulung yang akan beribadah kepada
TUHAN dan yang akan melahirkan Sang Juruselamat.
Prinsip yang sama juga berlaku bagi kita saat ini. Allah
tidak hanya melepaskan kita dari hukuman dosa, tetapi Ia
menghendaki kita untuk hidup dalam rencana-Nya,
beribadah kepada-Nya, dan membawa jiwa-jiwa untuk
diselamatkan.
4. Musa Taat kepada TUHAN dan Menjalankan Apa yang TUHAN
Perintahkan
(Imamat 8:4; Bilangan 7:1; 11:24)
Dari ketiga ayat yang kita baca di atas, jelas sekali
pola ketaatan Musa: dia menerima perintah/firman, dia
sampaikan kepada orang banyak, dan memastikan perintah/firman
itu dilakukan dan diselesaikan dengan baik. Pola ini
bukan hanya dalam ketiga ayat itu saja, tetapi menjadi
ciri khas kepemimpinan dan gaya hidup Musa. Di dalam
dunia pekerjaan sehari-hari, seorang bawahan yang
dengar-dengaran kepada majikannya dan melakukan semua
yang diperintahkan dengan baik, ia akan semakin mendapat
perkenanan majikannya dan mendapatkan kesempatan lebih
banyak untuk berhadapan dengan majikannya tersebut.
Terlebih lagi dengan TUHAN yang begitu mengasihi kita,
Dia tentu akan berkenan kepada orang yang
dengar-dengaran, taat, melakukan serta menyelesaikan apa
yang Ia firmankan.
5. Musa Hanya Bertindak kalau TUHAN Memerintahkannya
(Bilangan 9:15-23; Keluaran 13:21-22)
Dalam berbagai kesempatan, kecuali satu peristiwa, Musa
hanya mau bertindak jika memang TUHAN yang perintahkan.
Sikap ini bukan berarti Musa adalah pribadi yang tidak
percaya diri atau tidak mau bertanggung jawab,
sebaliknya merupakan sikap penundukan diri yang luar
biasa kepada TUHAN, yaitu dengan menempatkan TUHAN
sebagai pemimpin utama atas bangsa Israel dan Musa
hanyalah hamba-Nya. Karakter penundukan diri kepada
TUHAN ini mengangkat Musa semakin tinggi dalam posisi
kepemimpinannya.
6. Musa Selalu Menginginkan Penyertaan TUHAN di Mana pun
Ia Berada
Ia lebih memilih berada di padang gurun bersama TUHAN
daripada ada di tanah perjanjian namun tidak berjalan
bersama TUHAN (Keluaran 33:1-5, 12-17).
Ketika bangsa Israel melakukan penyembahan kepada patung
lembu emas dan mengklaim patung tersebut sebagai allah
yang telah membebaskan mereka dari Mesir, tindakan itu
begitu menyakitkan TUHAN dan membuat-Nya marah (Keluaran
32:1-35).
TUHAN memutuskan bahwa Ia tidak akan berjalan bersama
Israel ke Tanah Perjanjian, dan menyuruh malaikat yang
menuntun mereka, tetapi Musa menolak untuk disuruh
berangkat dari padang gurun Sinai ke Tanah Perjanjian
jika bukan TUHAN sendiri yang memimpin dia dan bangsa
Israel.
Sikap seperti ini merupakan hal yang luar biasa. Musa
menunjukkan bahwa bagi dia penyertaan TUHAN; bukan
berkat TUHAN, adalah segala-galanya.
7. Musa Menginginkan Hadirat TUHAN dengan Segala Resiko
(Keluaran 33:18-23)
Masih dalam percakapan Musa dengan TUHAN, dalam Keluaran
33:18 Musa ingin melihat TUHAN di dalam kemuliaan-Nya.
Ini adalah permintaan yang sangat beresiko oleh karena
keselamatan karena karya salib Kristus belum terjadi,
pembenaran (justification) belum terjadi, sehingga siapa
pun beresiko mati kalau melihat TUHAN dalam
kemuliaan-Nya (ayat 20). Namun keinginan Musa ini sangat
sejalan dengan karakter TUHAN yang sangat ingin dekat
dengan umat-Nya. Oleh karena itulah, oleh kasih
karunia-Nya, TUHAN mengatur sedemikian rupa sehingga
Musa dapat melihat sekelibat sosok-Nya, tetapi tidak
wajah-Nya.
Permintaan yang sangat dalam ini menjadi pertanyaan bagi
semua umat TUHAN di segala masa: sejauh apa kita
menginginkan hadirat TUHAN? Seberapa jauh kita ingin ada
dan melihat kemuliaan-Nya? Tommy Tenney dalam bukunya
“God Chaser” (1998) menuliskan bahwa jika kita ingin
benar-benar melihat TUHAN, kita harus siap mati: mati
atas keinginan duniawi, mati atas hasrat dosa dan hidup
bagi Kristus. Paulus menjelaskan hal ini dalam Roma 6:1,
Galatia 2:20, Filipi 1:21 dan Filipi 3:13-14.
8. Musa Sangat Bersyafaat bagi Jemaat TUHAN
Salah satu respon Musa ketika TUHAN begitu marah karena
dosa besar Israel menyembah patung anak lembu emas
adalah dia bersyafaat bagi Israel. Bersyafaat artinya
berdiri di hadapan Allah, memohonkan doa secara
sungguh-sungguh bagi orang-orang tertentu. TUHAN sudah
mau mengalihkan janji menjadikan Israel saat itu sebagai
umat pilihan-Nya kepada Musa; menjadikan Musa sebagai
patriach/bapa bangsa yang baru. (Keluaran 32:30-32)
Secara legal, tindakan ini tetap memenuhi janji TUHAN
untuk menjadi keturunan Yakub sebagai umat pilihan-Nya
karena Musa pun masih keturunan Israel. Namun Musa
dengan sungguh-sungguh berdoa agar TUHAN tidak
menjalankan rencana itu. Bahkan Musa sampai memilih
untuk ikut dibinasakan bersama Israel jika TUHAN tidak
memberi Israel kesempatan untuk bertobat dan berubah (ayat
32). Ini adalah tindakan syafaat yang sungguh luar biasa,
yang akhirnya mengubahkan keputusan TUHAN. Peristiwa ini
diangkat dan dibahas dengan baik oleh Brother Andrew
dalam bukunya: “And God Changes His Mind Because His
People Prayed.”
9. Musa Memiliki Hati yang Sangat Lembut
Dibandingkan dengan beberapa tindakannya seperti ketika
Musa membunuh seorang Mesir yang memukul orang Ibrani (Keluaran
2:11-12), sepertinya Bilangan 12:3 yang menyatakan bahwa
Musa memiliki hati yang sangat lembut adalah sesuatu
yang bertolak belakang. Namun proses yang ia alami
selama 40 tahun di padang gurun mengubah hatinya yang
keras dan arogan dari hasil kehidupan dan didikan Mesir,
menjadi hati yang sangat lembut. Dan itu terbukti ketika
dia dengan begitu sabar menghadapi beberapa kali
penolakan atas dirinya dari bangsanya sendiri, termasuk
saudara kandungnya Miryam dan Harun. Alkitab menyatakan
bahwa Musa memang orang yang berhati lembut. Tidak heran
TUHAN begitu membelanya. Pembelaan yang sama TUHAN juga
berikan kepada mereka yang memiliki hati yang lembut.
Yesus berkata dalam Matius 5:5 bahwa orang-orang yang
berhati lembutlah yang akan memiliki bumi dan diberkati.
10. Musa Mengimpartasi Apa yang Dia Terima dari TUHAN
kepada Orang-orangnya
(Bilangan 11:16-17, 25-29; Ulangan 34:9)
Salah satu kualitas Musa adalah bahwa Ia meneruskan (impartasi)
apa yang ia terima dari TUHAN kepada orang-orang yang
ada di bawahnya. Dalam Bilangan 11 Roh TUHAN hinggap
pada Musa dan juga kepada ketujuh puluh tua-tua,
termasuk dua orang tua-tua yang ada di tenda mereka.
Yosua keberatan dengan peristiwa di mana tua-tua
mendapatkan Roh yang sama dengan Musa, tetapi reaksi
Musa justru berbeda. Musa justru berharap seluruh umat
TUHAN menjadi nabi (catatan: dihinggapi Roh Tuhan pada
masa Perjanjian Lama identik dengan fungsi kenabian).
Musa juga mengajari Yosua semua hal-hal yang telah ia
terima dari TUHAN, termasuk impartasikan kepenuhan Roh;
mempersiapkan Yosua untuk kelak menjadi penerusnya.
Kerinduan Musa tentang kepenuhan Roh tersebut akhirnya
terjawab ratusan tahun kemudian pada saat pencurahan Roh
Kudus di kamar loteng di Yerusalem pada hari raya
Pentakosta. (Kisah Para Rasul 2)
Melihat kesepuluh kualitas Musa tersebut, maka tidaklah
heran TUHAN bercakap-cakap dengannya berkali-kali dan
memberinya kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan
mujizat-mujizat. Sekalipun Musa hidup pada zaman
Perjanjian Lama, tetapi kualitas hidupnya menjadi
lestari sepanjang masa, bahkan layak untuk kita teladani
sampai hari ini. (CS)