BERINVESTASI SEBAGAI BAGIAN DARI TINDAKAN IMAN
Pernahkah kita sebagai orang percaya
mendengar selentingan ucapan atau pernyataan yang
mengatakan bahwa jika kita menabung atau berinvestasi,
itu artinya kita tidak mempunyai iman kepada Tuhan;
lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada
pemeliharaan Tuhan. Bahkan Firman Tuhan pun dikutip:
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena
hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan
sehari cukuplah untuk sehari.”
Matius 6:34
Sama halnya dengan pernyataan bahwa dengan memiliki
asuransi jiwa/kesehatan, artinya kita tidak percaya akan
pemeliharaan Tuhan. Apakah benar ayat tersebut dapat
diartikan demikian? Mari kita sama-sama melihat apa yang
Firman Tuhan katakan tentang prinsip berinvestasi.
Pertama-tama, kita perlu memahami dahulu apakah arti
dari kata ‘investasi’. Menurut KBBI, investasi adalah
“penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau
proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan”. Selanjutnya,
kita akan bersama-sama melihat konteks daripada Matius
6:34 ini, di mana ayat ini adalah bagian dari perikop
yang berjudul “Hal Kekuatiran”. Di bagian ini, Tuhan
Yesus sedang mengajarkan para pendengar agar tidak
memusatkan hidup kepada perkara makan, minum, atau
pakaian yang dapat menimbulkan kekuatiran hidup, karena
Allah sanggup menyediakan semuanya itu. Sehingga yang
terpenting adalah mencari dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ayat ini sama sekali
tidaklah berhubungan dengan ada atau tidaknya tindakan
iman agar dapat merasakan pemeliharaan Tuhan.
Tuhan Yesus sendiri mengajarkan di dalam Lukas 14:24,
“Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan
sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran
biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan
pekerjaan itu?”
Dari ayat ini, sangatlah jelas bahwa bahkan Tuhan Yesus
pun mengajarkan para pendengarnya tentang membuat budget
sebagai bentuk antisipasi terhadap hal-hal ke depan yang
sifatnya belum pasti. Hal ini disebut sebagai calculated
risk atau resiko terukur. Investasi adalah suatu bentuk
antisipasi di mana diharapkan ada keuntungan pada suatu
saat yang dapat dipakai untuk suatu keperluan di masa
mendatang.
Mari kita sama-sama lihat apa yang Firman Tuhan ajarkan
tentang prinsip berinvestasi:
1. Berinvestasi Membuat Kita Menjadi Pengelola yang
Setia dengan Tujuan Melipatgandakan Talentanya (Matius
25:14-30)
Hal pertama yang harus kita ketahui dan ingat adalah
bahwa harta yang kita miliki saat ini, sebenarnya adalah
milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita. (Hagai 2:9)
Jikalau kita sudah memiliki pengertian ini, maka kita
harusnya menyadari bahwa tugas kita adalah mengelola apa
yang dipercayakan Tuhan kepada kita tersebut. Setiap
proses pengelolaan harta, di dalam bahasa saat ini,
disebut investasi. Dalam konteks ini, investasi yang
dimaksud bisa dilakukan lewat beragam jenis instrumen
seperti saham, surat hutang, properti, bahkan bisnis.
Menilik ulang dari pengertian kata ‘investasi’ sesuai
KBBI, tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan.
Tentu hal ini dilakukan dengan sebelumnya melakukan
riset terhadap instrumen investasi yang akan kita pakai,
sehingga investasi ini tidak bersifat spekulatif karena
ada dasar yang jelas mengapa kita melakukan investasi
melalui suatu instrumen tersebut.
2. Dengan Berinvestasi, Kita Dapat Menjadi Saluran
Berkat untuk Sesama dan Gereja Tuhan (2 Korintus 9:7,11;
Maleakhi 3:10; Amsal 3:9)
Sebagai orang percaya, kita juga disebut sebagai
keturunan Abraham dan dengan demikian karena itu kita
berhak menerima janji Allah (Galatia 3:29). Abraham
dipanggil Allah keluar dari Ur-Kasdim untuk menjadi
bangsa yang besar, menerima berkat Tuhan, dan dengan
demikian menjadi berkat untuk orang-orang di
sekelilingnya. (Kejadian 12:2)
Janji Allah kepada Abraham yaitu bahwa ia akan diberkati,
diberikan bersamaan dengan janji bahwa ia juga akan
menjadi berkat. Dari kisah ini, kita melihat bahwa
sebagai orang percaya sudah seharusnya kita menjadi
saluran berkat untuk sesama, apalagi untuk gereja Tuhan.
Keuntungan yang kita dapatkan dari hasil berinvestasi
dapat disisihkan sebagian sehingga kita dapat
“membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” (Efesus
4:27).
Dengan demikian, kita pun dikatakan memuliakan Tuhan
dengan harta kita (Amsal 3:9), yaitu saat kita bisa
menolong sesama kita dengan apa yang kita miliki.
3. Mengambil Peran dalam Rencana Allah (Kejadian
45:9-11; 1 Timotius 5:8)
Kita tidak mungkin lupa dengan kisah Yusuf di tanah
Mesir. Ia diangkat menjadi penguasa tertinggi kedua di
Mesir setelah Firaun karena ia mengartikan mimpi Firaun
tentang tujuh tahun masa kelimpahan dan tujuh tahun masa
kekeringan yang melanda seluruh dunia. Yusuf menimbun
segala bahan makanan selama tujuh tahun kelimpahan, agar
di tujuh tahun masa kekeringan, Mesir tetap memiliki
persediaan makanan. Bahkan dikatakan:
“dari seluruh bumi datanglah orang ke Mesir untuk
membeli gandum dari Yusuf, sebab hebat kelaparan itu di
seluruh bumi.”
Kejadian 41:57
Apa yang Yusuf lakukan itu adalah suatu bentuk investasi,
di mana pada tujuh tahun masa kekeringan, orang-orang
datang kepadanya untuk membeli gandum yang sudah
disimpan sejak tujuh tahun masa kelimpahan sebelumnya.
Dengan melakukan ini, Yusuf pun mengambil peran dalam
rencana Allah “untuk menjamin kelanjutan keturunan”
Yakub di bumi ini. (Kejadian 45:7)
Investasi Yusuf adalah suatu bentuk antisipasi terhadap
suatu kejadian yang terjadi secara tidak terduga di masa
mendatang.
Pertanyaan selanjutnya: bagaimana jika setelah
bertahun-tahun melakukan investasi, target keuntungan
yang kita dapatkan belum sesuai? Apa yang harus kita
lakukan? Kita harus kembali ke prinsip bahwa semua harta
itu milik Tuhan, sehingga kita sebaik-baiknya melakukan
pengelolaan akan apa yang dipercayakan oleh Tuhan.
Caranya adalah dengan terutama melakukan riset atau
studi secara menyeluruh dan sungguh-sungguh terhadap
instrumen investasi yang akan kita gunakan. Jika hal itu
telah kita lakukan, maka resiko kehilangan nilai
investasi lebih dapat kita minimalisir.
Seandainya setelah kurun waktu tertentu pun target
keuntungan yang kita harapkan belum tercapai, entah
karena faktor-faktor eksternal seperti faktor
makroekonomi, maka kita tidak boleh berpatah arang
karena apa yang kita lakukan bukanlah suatu perjudian
berdasarkan spekulasi semata. Karena masih lebih baik
jika kita mengelola apa yang dipercayakan Tuhan, namun
hasilnya kurang memuaskan, daripada kita tidak melakukan
apa-apa. Di sinilah iman kita diuji, apakah kita tetap
setia kepada Tuhan, meskipun keadaan kita tidak sesuai
yang kita harapkan.
Dari pemaparan prinsip-prinsip Alkitab tentang
berinvestasi di atas, maka dapat kita simpulkan bersama
bahwa berinvestasi adalah suatu bagian dari tindakan
iman karena kita mengelola apa yang telah Tuhan
percayakan kepada kita. Oleh sebab itu, kita perlu
hikmat Tuhan untuk mengusahakan yang terbaik dalam
melakukan investasi.
Kita dipanggil Tuhan untuk menjadi ‘garam dan terang
dunia’ (Matius 5:13-16), artinya kita harus menjadi
berkat di mana pun kita ditempatkan. Saat kita
berinventasi, itu harus berdasarkan tujuan dari Pemilik
harta itu sesungguhnya, yaitu untuk menjadi berkat bagi
sesama. Jangan pernah kita mengejar kekayaan duniawi,
tetapi kita harus mengejar kepercayaan Tuhan sebagai
Pemilik harta tersebut. (WP/RL)