BOLEHKAH MEMILIKI ASURANSI?
“Rencana
berhasil oleh pertimbangan; sebab itu, janganlah berjuang tanpa
membuat rencana yang matang.” Amsal 20:18
Jawaban dari pertanyaan: “Apakah sebagai orang yang percaya
kepada Tuhan, kita boleh memiliki asuransi?” kerap mengundang
perdebatan baik diantara jemaat maupun pelayan jemaat. Mereka
yang berkata “tidak boleh!” umumnya berpendapat bahwa memiliki
asuransi adalah sama saja dengan lebih mengandalkan manusia
daripada Tuhan dan dengan memiliki asuransi artinya mengimani
bahwa di masa depan akan terjadi sakit atau hal buruk pada diri
kita; sehingga dengan demikian kita tidak beriman bahwa Tuhan
memberikan masa depan yang penuh berkat dan pengharapan.
Sebaliknya, orang-orang Kristen yang berkata “boleh” umumnya
berpendapat bahwa memiliki asuransi artinya mempersiapkan diri
untuk menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi; yang walau sangat
tidak diharapkan namun sangat mungkin dapat terjadi. Tidak ada
orang Kristen yang memiliki asuransi yang mengimani untuk
sesuatu yang buruk terjadi, namun semata-mata hanya
mempersiapkan diri jika hal tersebut terjadi pada mereka.
Bagaimana Alkitab menyikapi perihal asuransi? Artikel ini akan
menjelaskan secara sederhana mengapa memiliki asuransi adalah
hal yang baik dan boleh, sekalipun di dalam Alkitab tidak ada
ayat yang secara spesifik merujuk kepada asuransi. Namun mau
memiliki asuransi atau tidak adalah suatu keputusan yang dibuat
oleh masing-masing orang.
Pada akhirnya kita harus menghormati keputusan yang diambil
sesama saudara kita akan hari depan mereka dan bagaimana cara
mereka menghadapi jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
(Roma 14:7,10)
CARA MENGHADAPI SESUATU YANG TIDAK DIHARAPKAN
1. Membuat Perencanaan Keuangan
Alkitab kerap mengajar melalui berbagai ayat dan peristiwa bahwa
perencanaan untuk kebutuhan hidup di hari depan adalah hal yang
baik dan amat disarankan, termasuk dalam hal perencanaan
keuangan.
Pengajaran akan hal ini meliputi persembahan kepada Tuhan (Amsal
3:9-10; Maleakhi 3:10; Lukas 11:42) dan perencanaan keuangan
untuk menghadapi masa depan maupun situasi/kondisi yang tidak
diharapkan. (Amsal 21:5; Lukas 14:28-32)
Alkitab memuji orang-orang percaya yang memiliki perencanaan
yang baik dalam hidup mereka, termasuk secara finansial.
Perhatikan penekanan pentingnya memiliki perencanaan yang baik
dalam:
“Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan,
tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya hanya akan mengalami
kekurangan.”
Amsal 21:5
Di dalam konteks perencanaan yang baik inilah, maka memiliki
asuransi adalah juga hal yang baik. Ini bukan berarti kita
mengingkari penyerahan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan (Mazmur
2:12; 9:10-11; 118:8 dan banyak lagi), malah justru perencanaan
yang baik artinya kita mengikuti petunjuk dan hikmat yang Roh
Allah berikan kepada kita.
Kisah Yusuf di Mesir (Kejadian 41-46) menjadi pelajaran yang
berharga; bagaimana ia diangkat oleh Firaun untuk menjadi kuasa
atas seluruh Mesir dan membuat perencanaan guna menghadapi
bahaya bencana kelaparan yang Tuhan tunjukkan. Yusuf menekankan
pentingnya tuntunan Tuhan dalam membuat perencanaan.
“Yusuf menyahut Firaun: “Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah
juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Firaun.”
Kejadian 41:16
Prinsip perencanaan yang baik dan penyerahan diri kepada hikmat
dari Tuhan-lah yang selalu Yusuf tonjolkan di dalam
perkataan-perkataannya (Kejadian 41:25-41; 45:4-5) sehingga
akhirnya pelaksanaannya pun berhasil.
Kita tentu berdoa dan berharap agar tetap sehat dan tidak ada
hal yang buruk menimpa kita. Tetapi realita kehidupan di atas
muka bumi ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia maka
kekuatan badani kita pun akan makin berkurang. Dengan
bertambahnya usia manusia akan rentan terhadap sakit-penyakit.
Dunia yang kita huni ini pun terus mengalami degradasi karena
kejatuhan manusia dalam dosa. Ketidak sempurnaan hidup tetap ada
sehingga bencana yang terjadi karena ulah manusia seperti
kecelakaan, perang, kerusakan lingkungan dan sebagainya, tetap
menjadi resiko nyata bagi semua orang, termasuk orang percaya.
Belum lagi ditambah dengan bencana-bencana alam yang tidak
pernah dapat dikendalikan manusia. Ini semua hendaknya membuat
kita bijak di dalam merencanakan pengelolaan keuangan kita.
Jangan hanya menyusun anggaran dan budget untuk hal-hal yang
wajib (misal: persepuluhan/ persembahan, kebutuhan hidup
sehari-hari, sekolah, kuliah, dll) atau yang menyenangkan (misal:
liburan, belanja, pernikahan, dll.) tetapi juga untuk hal-hal
yang tidak kita harapkan terjadi namun kita siap menghadapinya (misal:
sakit-penyakit, bencana, dsb.).
Melalui pengertian ini, maka memiliki asuransi adalah suatu
bentuk solusi yang amat baik, efektif dan efisien, yang dapat
membantu keuangan kita saat hal yang tak diharapkan terjadi.
2. Hidup Menjadi Berkat
Alkitab mengajar bahwa hidup kita harus menjadi berkat bagi
orang lain dan bukannya menjadi beban bagi mereka.
Prinsip ini mewarnai banyak pengajaran dan peristiwa di dalam
Alkitab. Prinsip tidak menjadi beban bagi sesama dimulai
terlebih dahulu di dalam keluarga kita. Tentu tidak ada anak
yang berkata bahwa kondisi kesehatan menurun yang dialami orang
tua mereka menjadi tanggungan yang sukar dipikul; semua anak
yang baik tentu akan menopang orang tuanya apapun yang terjadi.
Namun bagaimana dari sisi orang tuanya itu sendiri; apakah mau
membuat diri mereka beban bagi anak dan bahkan cucunya sendiri?
Orang tua yang baik, sekalipun dalam keadaan tidak lagi
‘seperkasa’ waktu masih muda, akan berupaya sedapat mungkin
tidak menyusahkan kehidupan anak-anaknya.
Rasul Paulus pun mengajarkan prinsip ini dalam,
“Sesungguhnya sekarang sudah untuk ketiga kalinya aku siap untuk
mengunjungi kamu, dan aku tidak akan merupakan suatu beban bagi
kamu. Sebab bukan hartamu yang kucari, melainkan kamu sendiri.
Karena bukan anak-anak yang harus mengumpulkan harta untuk orang
tuanya, melainkan orang tualah untuk anak-anaknya.”
2 Korintus 12:14
Generasi muda saat ini secara keuangan banyak yang berada dalam
kondisi ‘sandwich’. Ini adalah situasi dimana mereka harus
menanggung hidup bukan hanya diri mereka sendiri, tetapi juga
menanggung orang tua dan juga yang dibawah mereka seperti
adik-adik dan anak-anak mereka sendiri. Situasi seperti ini
membuat mereka sukar untuk mencicil rumah, membeli kendaraan,
menyekolahkan anak di sekolah bermutu dan bahkan banyak yang
sudah tidak berpikir lagi ingin menikah setelah melihat
tanggungan yang harus mereka pikul. Tidak sedikit yang melihat
bahwa kehidupan perkawinan malah menjadi hal yang menyusahkan
karena harus menanggung orang tua sendiri dan orang tua mertua.
Ditambah lagi tidak sedikit orang tua yang ‘abuse’ pandangan
seolah-olah anak harus mengabdi pada orang tua; menjadikan orang
tua prioritas di atas segalanya, bahkan melebihi prioritas
kepada anak, suami/istri dan bahkan Tuhan!
Pandangan ini sangat tidak Alkitabiah; karena walau betul kita
harus hormat dan mengasihi orang tua, tetapi pengabdian utama
kita adalah kepada Tuhan. Sebagai orang tua kristiani yang baik
dan benar, tentu tidak ingin anak-anak kita terjepit dalam
situasi ‘sandwich’. Kita ingin menjadi orang tua yang baik,
kakek-nenek yang baik dan tidak membebani anak bahkan cucu.
Memiliki perencanaan keuangan yang baik, termasuk asuransi,
menjadikan diri kita kelak bukan menjadi beban yang ditanggung
generasi sesudah kita. Apapun yang terjadi kepada diri kita,
termasuk hal-hal yang tidak diharapkan terjadi seperti sakit
atau kecelakaan, tidak membuat diri kita menjadi tanggungan yang
mempersulit hidup anak-anak kita atau keluarga kita, tidak
peduli seberapa kuat, mengasihi dan perhatian yang diberikan
oleh generasi dibawah kita.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa memiliki asuransi adalah hal
yang baik dan tidak melanggar prinsip iman dan penyerahan diri
kita sepenuhnya kepada Tuhan. Jika kita akhirnya memilih untuk
memiliki asuransi, kita tetap harus meminta hikmat dari Roh
Kudus, sehingga jenis polis dan perusahaan asuransi yang kita
pilih adalah sesuai dengan yang kita butuhkan. Amin. (CS)