COVID-19 MERUPAKAN WAKE UP CALL BAGI KELUARGA
“Setiap orang yang mendengarkan perkataan-Ku dan
melaksanakannya, ia sama dengan orang yang bijaksana,
yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah
hujan dan datanglah banjir, lalu melanda rumah itu,
tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas
batu.
Tetapi setiap orang yang mendengarkan perkataan-Ku ini
dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh
yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian
turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda
rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
Matius 7:24-27
Keluarga merupakan institusi pertama yang Allah ciptakan
dalam dunia ini. Melalui keluarga Allah menyatakan
kehendak-Nya juga memakai keluarga sebagai mitra
kerja-Nya. Hal ini terlihat dalam kehidupan keluarga
Abram dan Sarai, Nuh, isteri dan anak menantunya, bahkan
sampai kepada kelahiran Juruselamat, Allah memakai
keluarga Yusuf dan Maria. Tuhan Yesus mengakhiri khotbah
di bukit dengan memberi gambaran membangun rumah dan
badai. Berarti tiap keluarga harus siap menghadapi badai.
Saat ini ada badai yang kita hadapi yakni Virus Corona
yang disebut WHO COVID-19 , berasal dari “Co” singkatan
dari Corona, “Vi” singkatan dari Virus, sedangkan “d”
singkatan dari Disease. Sementara “19” adalah untuk
tahun 2019 karena wabah pertama kali diidentifikasi pada
tanggal 31 Desember 2019,
(Tedros Adhanom, WHO, Jenewa, 11 Pebruari 2020).
Hari-hari terakhir ini banyak orang mengalami kekuatiran
dan ketakutan, sejak Indonesia dinyatakan telah terpapar
dengan Virus Corona. Bagaimanakah sikap kita terhadap
wabah ini? Alkitab menggambarkan melalui pengajaran
Yesus kisah membangun rumah di atas dua macam dasar yang
berbeda, serta angin dan banjir yang melandanya. (Matius
7:24-27)
Mengapa Yesus melukiskan melalui rumah?
Rumah adalah sesuatu yang penting, bukan hanya menjadi
tempat tinggal, tetapi juga tempat pembentukan,
pembelajaran yang pertama bagi setiap pribadi yang lahir
ke dalam dunia ini. Dan juga sebagai tempat yang pertama
dalam menaburkan nilai-nilai kebenaran. Seseorang
sebagaimana dia ada saat ini, tidak dapat dilepaskan
dari bagaimana ia dibesarkan dan dididik di dalam
rumahnya.
Dalam nats di atas digambarkan dua orang yang sama-sama
membangun rumah. Yang satu membangun di atas dasar batu,
sedangkan yang lain membangun di atas pasir. Kemudian
mereka mengalami hal yang sama, yakni datanglah hujan,
banjir, lalu angin melanda rumah itu. Perbedaannya
terlihat saat badai datang. Rumah yang dibangun di atas
batu tetap tegar, tetapi yang dibangun di atas pasir
rubuh dan hebatlah kerusakannya.
• Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan
melakukannya, digambarkan seperti orang yang membangun
rumah di atas batu dan orang ini disebut sebagai orang
yang bijaksana.
• Tetapi yang mendengar Firman Allah, tetapi tidak
melakukannya, digambarkan dengan orang yang membangun
rumah di atas pasir, mereka disebut sebagai orang bodoh.
Bagaimana dengan ‘rumah’ yang sedang kita bangun selama
ini, apakah di atas batu atau pasir?
Prinsip penting dalam nats ini adalah melakukan Firman
Allah. Bukan seberapa banyak mengetahui atau mempelajari
Firman Allah. Mengetahui dan mempelajari banyak Firman
Allah belum tentu berarti pasti melakukannya.
Kata ‘hujan’, ‘banjir’, dalam nats ini melukiskan
tentang masalah, persoalan, kesulitan yang sedang
terjadi. Virus Corona yang melanda dunia dan Indonesia
saat ini, merupakan masalah global yang sedang terjadi,
sehingga telah menjadi pandemi.
Bagaimana dengan “rumah” yang kita bangun selama ini?
Apakah kita membangunnya di atas Firman dengan
melakukannya? Bila kita membangunnya berdasarkan harta,
kekayaan, pengetahuan, kekuatan sendiri, maka semuanya
akan rubuh dan hebatlah kerusakannya di saat badai
datang, (Matius 7:27)
Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan
melakukannya, mereka jugalah yang disebut membangun
rumah di atas batu. Bagaimana hal ini diterapkan dalam
keluarga?
Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI telah menghimbau
masyarakat untuk sekolah, bekerja dan beribadah di rumah
demi untuk menghindari penularan COVID-19.
Selama ini kesibukan sering menyita waktu dalam keluarga,
sehingga waktu bersama keluarga sangat minim. Tetapi
saat ini, merupakan waktu yang penting, ada banyak waktu
di rumah.
Apa artinya menjadi pelaku Firman?
• Seorang suami/bapa sebagai kepala keluarga hari-hari
ini dituntut untuk melakukan perannya sebagai imam, nabi
dan kepala bagi keluarganya, memimpin ibadah bersama
istri dan anak. Mengasihi istri, seperti Kristus
mengasihi jemaat, menjadi figur teladan, mentor bagi
anak. Saat seorang ayah memimpin mezbah keluarga, saat
itu ia sedang menegakkan otoritasnya sebagai seorang
imam untuk keluarganya. (Efesus 5:25)
• Bagi seorang istri/ibu, hari-hari seperti ini
merupakan waktu untuk merenungkan perannya selama ini,
apakah telah dijalankan secara maksimal sebagai penolong,
pendamping, penghibur/penopang bagi suami dan anak?
• Bagi seorang seorang anak, ini adalah waktu untuk
melakukan introspeksi; seberapa alkitabiahnya hubungan
kita selama ini dengan kedua orangtua.
Adanya banyak waktu untuk berada di rumah akan merupakan
saat yang indah bila hubungan dalam keluarga selama ini
baik. Tetapi justru merupakan siksaan, pergumulan berat,
apabila hubungan satu dengan yang lain sedang bermasalah.
Melakukan Firman merupakan cara untuk menyelesaikan
masalah, merendahkan diri satu dengan yang lain dan
meminta maaf dan saling mengampuni. (Matius 6:14-15).
Melalui kebersamaan saat ini, merupakan waktu yang indah
untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kelurga.
Saat ini merupakan 'Wake Up Call' bagi keluarga untuk
membangun kembali dan menjalankan fungsi sebagai
institusi rencana Allah dinyatakan. Melalui mezbah
keluarga, beribadah bersama dengan keluarga, mengundang
hadirat Allah hadir dalam keluarga. Kita tidak tahu
untuk berapa lama kita tidak dapat beribadah bersama,
karena itu ibadah keluarga merupakan hal yang sangat
penting.
Tuhan mau pakai keluarga sebagai pembawa kabar baik,
pembawa api Pentakosta Ketiga dalam goncangan ini. Kita
berdoa agar wabah ini cepat berakhir, namun terus bangun
benteng pertahanan rohani dengan memperkuat ibadah
bersama keluarga.
Perhatikan seruan Gembala Sidang untuk ikut Doa Puasa
Raya sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai 9 April 2020.
Mari kita satukan tekad berdoa puasa bersama, mujizat
pasti terjadi, melalui goncangan maka penuaian akan
terjadi.
Firman Tuhan mengingatkan kita:
"Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari
padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga,
permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang
di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul
dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.
(Matius 18:19-20) (JS).