FAITH AND RISK
“Tetapi tanpa Iman tidak mungkin
orang berkenan kepada Allah.
Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus
percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah
kepada orang yang sungguh- sungguh mencari Dia”
Ibrani 11:6
MEMAHAMI IMAN
Kata ‘Iman’ dalam bahasa Ibrani berasal dari kata ‘Emun’
memiliki akar kata yang sama dengan kata ‘Amin’, di
dalamnya terdapat unsur kata mempercayai, menyetujui,
dan setia kepada sesuatu. Di dalam bahasa Latin, kata
‘Iman’ dan ‘Percaya’ adalah kata ‘Credere’ yang menjadi
akar kata ‘Credit’.
Setiap tindakan ‘mempercayai’ akan diberi ‘insentif’
yang setimbang. Hal inilah yang membedakan antara
‘bekerja’ dan ‘berinvestasi’. Seorang pekerja ‘layak’
mendapatkan upahnya secara tetap di akhir periode
kerjanya. Pekerja boleh menganggap itu sebagai suatu
kepastian, seorang pekerja tidak menanggung ‘risiko’
usaha, sebaliknya seorang pengusahalah yang
menanggungnya. Kerelaan seorang pengusaha menanggung
‘risiko’ usaha dibalas dengan haknya untuk menerima
‘profit’. Berbeda dengan upah, Profit tidaklah fix,
tetapi bergantung kepada keadaan pasar.
Matius 20:1-16 mengisahkan perumpamaan seorang tuan yang
pergi mencari pekerja-pekerja bagi kebun anggurnya.
Moral dari cerita tersebut adalah ‘sureness’ (kepastian)
dari upah yang diterima oleh sang ‘pekerja’ di kebun
anggur, tidak peduli seberapa berat atau seberapa
santainya pekerjaan mereka. Apapun keadaannya, mereka
akan menerima upahnya. Tuhan Yesus menekankan bahwa
semua jerih payah kita yang kita lakukan untuk Tuhan
suatu hari pasti akan menerima upahnya yang sama.
TIMBULNYA RISIKO
Seperti contoh seorang petani yang mengusahakan tanahnya
bukanlah hanya menjadi seorang ‘pekerja’ saja, tetapi
juga menjadi seorang ‘pengusaha’ dan seorang ‘manager’.
“Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama
menikmati HASIL USAHANYA…”
2 Timotius 2:6
Rumusannya adalah: Labour + Planning + Risk Management =
Profit
1. Labour
Labour memanglah penting, tapi bukan menjadi faktor
penentu utama di dalam keberhasilan usaha pertanian.
Petani miskin akan bekerja dengan keringatnya sendiri,
tetapi seorang petani pengusaha akan menyewa orang lain
untuk mengerjakan tanahnya dan menggaji mereka bahkan
sering harus meminjam uang dari bank sebagai modal di
dalam usahanya.
2. Planning
Seorang petani pengusaha akan melakukan survei pasar
tentang komoditi yang sedang laku di pasar, bagaimana
memperoleh benih, mendesain strategi pemasaran dan harga
jual akhir dari produk yang akan ditawarkannya ke pasar.
Petani pengusaha mungkin harus berhadapan dengan pesaing
lainnya, namun di zaman informasi sekarang ini, pada
akhirnya semua ide ini dapat diakses oleh semua orang.
“Anybody can steal your ideas, nobody can steal your
execution”
3. Risk Management
Setelah petani mengorganisir semua faktor produksi yang
diperlukan di dalam usaha pertaniannya, Ia mulai
mengatur jadwal kerja dari semua buruh taninya, bahkan
kalau perlu ia sendiri mungkin harus turun ke lapangan
dan ikut bekerja. Memastikan kualitas benih yang akan
ditanam, berapa lama musim tanam, dan memperkirakan
kebutuhan akan pupuk, pengairan, dan serangan dari hama
yang mungkin muncul dll.
RISIKO USAHA
1. Separation Factor
Setiap kali kita menyerahkan ‘aset’ yaitu ‘benih’ kepada
‘custodia’ dalam hal ini yaitu tanah, artinya kita
sedang mengambil suatu risiko perpisahan.
2. Time Factor
Kita dapat memperkirakan kira-kira waktu yang diperlukan
untuk sesuatu benih menghasilkan buah, tetapi tidak
dapat memastikan kapan pastinya waktu panen akan tiba,
karena ada juga faktor cuaca yang turut menentukan.
3. Character Factor
Kepercayaan dalam menjaga dan menyimpan aset kita
sehingga menghasilkan tingkat ‘yield’ yang dijanjikan.
Kegagalan dalam menjaga ‘Credere’ dari nasabah adalah
hal yang paling mematikan dalam industri ini.
4. Unknown Factor
Setelah semua faktor-faktor yang lain diusahakan untuk
di ’manage’ sebaik-baiknya, tetap saja ada hal-hal yang
tidak dapat diduga yang datang menyerang yang disebut
‘Force Majeur’. Alkitab menyebutkan hal-hal semacam ini
seperti sebuah badai atau seperti raksasa yang muncul
dan mengancam.
IMAN MENGATASI RISIKO
Sebelum meninggalkan dunia, Tuhan Yesus berpesan kepada
murid-murid-Nya supaya mereka dipenuhkan oleh kuasa Roh
Kudus. Peranan Roh Kudus sebagai ‘parakletos’ yang
menyertai kita kemanapun kita pergi, membuat kita selalu
merasakan perlindungan Tuhan di dalam situasi apapun
yang kita hadapi.
Hal ini yang memitigasi Separation Factor.
Abraham tetap percaya kepada janji Tuhan untuk
memberikan keturunan kepadanya, meskipun usianya semakin
lama semakin tua dan badannya semakin lemah. Ia yakin
kepada ‘Timing’ Tuhan yang pasti tidak akan pernah
terlambat. (Habakuk 2:3, Ibrani 10:37)
Hal ini memitigasi Time Factor.
Abraham juga percaya kepada karakter Tuhan yang tiada
bercela dan tiada tipu daya. (1 Yohanes 1:5)
Ia rela ‘menyerahkan’ hartanya yang paling berharga
yaitu Ishak untuk diserahkan kepada Tuhan karena ia
percaya “God knows what He’s doing”. (Ibrani 10:23;
11:19)
‘Credere’ Abraham kepada Tuhan dalam hal ini sangatlah
memiliki dampak yang besar dalam sejarah keselamatan
umat manusia. Allah membalas ‘credere’ Abraham dengan
cara Ia rela ‘menyerahkan/memberikan’ Anak-Nya yang
tunggal untuk menebus dosa manusia. (Yohanes 3:16)
Iman Abraham kepada Tuhan, berdasarkan pengenalannya
akan Tuhan selama ini, memitigasikan Character Factor.
ADAKAH IMAN DI BUMI?
Tuhan Yesus pun bertanya, pada saat kedatangan-Nya
kembali, adakah Ia akan mendapatkan ‘Iman/Credere’
dibumi? (Lukas 18:8)
Ada tiga hal yang kita akan alami akibat kita
mengerahkan iman kita, yaitu:
1. Mendapatkan Janji-janji Allah (Ibrani 11:9)
Iman diumpamakan seperti mata uang sorgawi. Ia diuji
kemurniannya lewat api seperti layaknya emas dan perak.
(1 Petrus 1:7)
2. Mendapatkan ‘Perkenanan’ Allah (Ibrani 11:6)
Jika kita hanya mau melangkah dan berani taat ketika
kita sudah mengerti semua jalan-Nya dan melihat semua
persediaan-Nya, dapatlah dikatakan bahwa kita tidak
memberikan ‘Credere’ kepada Tuhan, dan mustahil Tuhan
berkenan kepada kita.
3. Meluaskan Kerajaan Allah di Muka Bumi (Ibrani
11:9-10)
Orang yang melangkah dalam suatu ‘pengalaman iman’
diibaratkan seperti seorang pengusaha yang membangun
suatu daerah dari sebidang tanah yang kosong, sampai
menjadi sebuah kota yang dinamis dan penuh dengan
kehidupan di dalamnya.
Dalam hidup di dunia, risiko adalah suatu kenyataan yang
tidak bisa dihilangkan; kita harus rela menerima
kenyataan hidup ini. Jika tidak, kita akan berpotensi
menjadi pribadi yang bersungut-sungut dan menggerutu
sepanjang perjalanan hidup kita. Bahayanya, sikap
seperti itu akan berpotensi menjadi pemberontakan kepada
Tuhan, seperti yang terjadi kepada nenek moyang bangsa
Israel di padang gurun. Mereka keluar dari Mesir oleh
pimpinan Musa, tetapi mati di padang gurun karena mereka
menggerutu, tidak percaya, dan akhirnya memberontak
kepada Tuhan.
Alasan mengapa Tuhan tidak menyatakan kepada kita
gambaran seluruh perjalanan kehidupan kita dengan segala
bahaya yang ada di dalamnya ialah karena Ia ingin kita
belajar mengembangkan rasa aman kita dengan sadar akan
penyertaan Tuhan, bukan dengan menilai keadaan kita
secara eksternal saja. Dengan iman kita, kita me-manage
faktor risiko tersebut, dan memperoleh ‘reward’ yaitu
janji Tuhan dan perkenanan Tuhan atas kehidupan kita.
Dengan iman kita juga dibentuk menjadi pribadi yang
dewasa, bertanggung jawab, memiliki karakter Kristus,
dan kita keluar sebagai ‘pahlawan iman/pemenang’ yang
siap memerintah bersama Kristus di dalam kerajaan-Nya.
(AL)