HARAPAN DI TENGAH BADAI
Sebagai orang percaya, kita pasti
cukup sering mendengar khotbah yang berbicara tentang
pengharapan di dalam Tuhan. Kita tahu bahwa:
“pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah
telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang
telah dikaruniakan kepada kita.”
Roma 5:5
KBBI mendefinisikan ‘harapan’ sebagai “keinginan supaya
menjadi kenyataan”.
Westminster Dictionary of Theological Terms
mendefinisikan ‘harapan’ sebagai “antisipasi orang
Kristen akan masa depan sebagai penggenapan tujuan Allah
berdasarkan kesetiaan perjanjian Allah dan kebangkitan
Yesus Kristus yang dikenal dengan karya Roh Kudus di
dalam gereja” (diterjemahkan secara bebas oleh penulis).
Dari definisi di atas, mari kita lihat bersama-sama,
bagaimana agar orang percaya tetap memiliki pengharapan
yang teguh kepada Tuhan di tengah kesulitan.
Dalam suatu kesempatan, Presiden Joko Widodo
menyampaikan tentang proyeksi keadaan dunia ke depannya.
Beliau berkata,
“Dunia sekarang ini dalam posisi yang tidak gampang,
posisinya betul-betul pada posisi yang semua negara
sulit. Lembaga internasional menyampaikan bahwa tahun
2022 sangat sulit, dan tahun 2023 akan lebih gelap lagi.”
Belum lagi fakta bahwa puluhan ribu orang setiap hari
mati kelaparan karena krisis pangan di berbagai belahan
dunia yang merupakan dampak dari perang Rusia - Ukraina
yang masih berkelanjutan sampai sekarang.
Bisa dikatakan bahwa di tahun depan, dunia mungkin akan
menghadapi krisis multidimensi. Tentu saja bagi sebagian
orang, krisis multidimensi dapat menyebabkan stress,
depresi, sakit jasmani, tidak jarang ekstremnya bahkan
sampai ke tahap mengambil nyawanya sendiri. Mengapa
seseorang bisa sampai ke tahap ini? Jawabannya adalah
karena ia kehilangan harapan.
Setiap hari, mata dan telinga kita disodori
berita-berita semacam ini, yang suka atau tidak suka
merupakan fakta lapangan yang mungkin dapat merebut
sukacita dan damai sejahtera kita sebagai orang percaya.
Satu-satunya kunci agar sukacita dan damai sejahtera
selalu melingkupi kita adalah dengan terus memiliki
pengharapan yang teguh di dalam Tuhan, bahwa Ia adalah
Tuhan yang sanggup menjaga kehidupan anak-anak-Nya.
Alkitab berkata,
“Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi
jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang
tabir”
Ibrani 6:19
Sauh artinya sebuah jangkar, dimana secara metafora,
juga merupakan suatu hal yang dipakai untuk melindungi
seseorang atau sesuatu atau mencegah sesuatu yang tidak
diinginkan. Nakhoda kapal menggunakan jangkar untuk
menambatkan kapal ke dasar perairan sehingga kapal tidak
berpindah tempat karena hembusan angin, arus, atau
gelombang. Di dalam mengarungi bahtera kehidupan ini,
banyak hal yang diumpamakan sebagai ‘badai’ kehidupan
yang dapat membuat seseorang menjadi terombang-ambing
tanpa arah tujuan yang jelas. Bukan saja
terombang-ambing, tanpa jangkar ini, bahtera tersebut
bahkan bisa tenggelam. Pengharapan kepada Tuhan adalah
jangkar yang kuat dan aman untuk jiwa kita karena Tuhan
Yesus yang kita percaya dan menjadi sumber harapan kita
telah masuk ke dalam surga sebagai Perintis bagi kita
dan menjadi Imam Besar. (Ibrani 6:20)
Tuhan Yesus “bukanlah Imam Besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama
dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”
(Ibrani 4:15)
Mari kita belajar dari Mazmur 77, yang adalah mazmur
dari Asaf.
Mazmur ini diawali dengan keluhan-keluhan dukacita (ayat
1 - 10) tetapi diakhiri dengan penghiburan (ayat 11 -
20). Mazmur ini menggambarkan orang percaya yang berada
dalam jurang keputusasaan, dimana ia mempertanyakan
kasih setia Tuhan ketika mengalami suatu penderitaan
yang berat. Penderitaan yang berat membuatnya tergoda
untuk tidak lagi berharap kepada Tuhan (ayat 2-11).
Namun, kemudian ia membesarkan hatinya untuk terus
berharap bahwa semuanya akan menjadi baik-baik saja pada
akhirnya. Mazmur bernada ratapan ini sesungguhnya
menunjukkan bahwa Allah tidak menolak umat-Nya ketika
mereka menangis dan mempertanyakan kasih setia-Nya.
MEMILIKI PENGHARAPAN DI TENGAH KESULITAN
Apa yang membuat Asaf tetap memiliki pengharapan di
tengah kesulitan?
1. Asaf Tidak Lagi Berfokus Kepada Penderitaan yang
Sedang Ia Alami
Sumber daripada kegelisahan Asaf (ayat 4) adalah
keraguannya kepada Tuhan (ayat 7 - 9). Namun, kita
melihat bahwa dari ayat 13 - 20, ia tidak lagi
menggunakan kata ‘Aku’, melainkan merubah fokusnya dari
memikirkan tentang dirinya sendiri menjadi memuliakan
Tuhan. Pada saat ia mengesampingkan keakuannya, barulah
ia dapat menghilangkan kegelisahannya. Hal ini akan
menjadi obat yang ampuh untuk melawan ketidakpercayaan
terhadap janji dan kesetiaan Allah di masa kini dan
maupun di masa yang akan datang.
2. Asaf Setia Menjadi Penyembah Tuhan
Alkitab mencatat di beberapa bagian tentang kehidupan
Asaf, yaitu bahwa ia adalah salah satu penyembah di
rumah Tuhan. (I Tawarikh 6:39)
Namun, ia bukan saja hanya sesekali menyembah, melainkan:
“tetap melayani di hadapan tabut itu seperti yang patut
dilakukan setiap hari.”
I Tawarikh 16:37
Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa Asaf memiliki
kerinduan yang besar dalam hal memuji dan menyembah
Tuhan. Perjumpaan dan pengalaman pribadi dengan Tuhan
dalam pujian dan penyembahan, tidak dapat disangkal,
menjadi kekuatan bagi Asaf dalam menghadapi berbagai
kesulitan dan untuk terus berpengharapan kepada Tuhan.
Pengharapan berasal dari iman kita akan kesetiaan Tuhan.
Hal ini berarti, dasar dari pengharapan kita adalah
kesetiaan Tuhan, dan setiap janji Allah yang didasarkan
atas kesetiaan-Nya adalah suatu jaminan bagi pengharapan
kita. Iman membuat kita menang atas dunia ini.
Pengharapan membuat kita mampu untuk mengarahkan pada
dunia yang akan datang. Yang kita harapkan bukanlah
dunia yang kelihatan ini, karena dunia ini adalah
sementara, sedangkan dunia yang akan datang adalah dunia
yang kekal. Jadi, iman akan menghasilkan pengharapan,
dan pengharapan akan mengarahkan mata kita kepada
kekekalan. Itulah yang membuat kita tidak terlalu
mengutamakan dunia yang kelihatan ini.
Mari kita belajar dari Abraham yang dengan tekun:
“menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang
direncanakan dan dibangun oleh Allah.”
Ibrani 11:10
Ia tidak melihat kesementaraan di dunia ini, melainkan
ia melihat jauh ke depan, yaitu sesuatu yang lebih baik
yang telah disediakan oleh Allah. Inilah pengharapan.
Pada saat kita berada di tengah-tengah kesulitan,
tetaplah percaya dan berharap kepada Allah sebab Dia
sanggup menolong kita. Pengharapan itu seperti secercah
cahaya di ujung sebuah lorong yang gelap. Saat seseorang
berjalan terus ke depan, tanpa melihat ke arah
sebaliknya, pastilah ia akan sampai ke tempat di mana
cahaya itu berasal.
Tahun 2023 mungkin bukanlah tahun yang mudah untuk
dilalui, tetapi percayalah bahwa Tuhan yang telah
membawa kita masuk ke dalam tahun 2023, maka Tuhan yang
sama akan membawa kita untuk melaluinya. Biar kita
selalu mengingat Firman-Nya,
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang
memberi kekuatan kepadaku.”
Filipi 4:13
Mari kita masuki tahun 2023, dan raihlah kemenangan di
dalam Tuhan. (WP)