HATI BAPA
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya,
demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan
Dia." Mazmur 103:13
Sejarah umat manusia dimulai ketika Allah menciptakan
Adam dan Hawa, lalu menempatkan mereka di taman di Eden.
Penciptaan ini memiliki nilai yang istimewa dalam
kehidupan manusia, karena:
• Dijelaskan dalam Kejadian 1:27 Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya. Hanya manusia yang
diciptakan menurut gambar Allah dan kemuliaan-Nya,
melebihi ciptaan yang lain dan menyebabkan manusia
menjadi makhluk “pribadi” seperti pencipta-Nya.
• Kejadian 1:26 dan Kejadian 2:7 menjelaskan manusia
memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk ciptaan lain,
karena bukan sekedar diciptakan; tetapi dijadikan,
dibentuk bahkan dihembusi dengan nafas hidup (Ibr: Ruah)
ke dalam hidungnya sehingga debu tanah itu berubah
menjadi daging di mana di dalamnya terdapat jiwa dan roh.
• Manusia diciptakan untuk kekekalan, bukan untuk
sementara. Hal ini tidak dimiliki oleh ciptaan lain mana
pun. Semua ciptaan akan mati dan “hilang”, tetapi
manusia memiliki kekekalan dalam hidupnya.
• Manusia diciptakan di hari keenam yang merupakan hari
terakhir penciptaan di mana semua fasilitas yang
dibutuhkan untuk kehidupannya sudah tersedia secara
sempurna. Bahkan manusia ditempatkan dalam taman di Eden
(Kejadian 2:8), sebuah taman yang Allah sediakan untuk
menopang kehidupan manusia secara berlimpah.
• Allah memberikan kuasa dan mandat kepada manusia bukan
hanya untuk memenuhi bumi tetapi juga menguasai semua
makhluk ciptaan lainnya (Kejadian 1:28-29). Kuasa dan
mandat ini diberikan dalam berkat ilahi yang
menghasilkan kemampuan yang melebihi semua ciptaan
lainnya.
• Penilaian Allah ketika manusia selesai diciptakan
adalah ‘sungguh amat baik’, sedangkan ciptaan-ciptaan
sebelumnya hanya “baik”. Ini menunjukkan bahwa manusia
adalah kesempurnaan ciptaan Allah yang menjadi tujuan
utama dalam proses penciptaan itu.
• Bahkan setelah manusia diciptakan, Allah terus
mengunjungi manusia untuk membangun hubungan yang
istimewa (Kejadian 3:8).
Tuhan Allah memberikan ‘pilihan bebas’ kepada manusia
dengan tujuan manusia dapat memilih dengan kehendaknya
sendiri untuk mengasihi dan taat kepada pencipta-Nya
serta menjadi kesenangan bagi-Nya (Amsal 8:31). Allah
memberikan segala yang terbaik untuk menunjukkan
kasih-Nya yang besar kepada manusia. Allah menghendaki
sebuah hubungan yang istimewa dengan manusia, bukan
hanya hubungan Pencipta dan Ciptaan, tetapi lebih dari
itu sebuah hubungan yang digambarkan seperti seorang
bapa dan anak-anaknya (Mazmur 103:13).
Hubungan Allah dan manusia yang disamakan dengan
hubungan bapa dan anak diajarkan Tuhan Yesus sendiri
untuk memberikan pengertian baru di dalam Perjanjian
Baru yang merupakan hasil dari karya penebusan-Nya di
kayu Salib. Tuhan Yesus mengajarkan doa yang dikenal
dengan “Doa Bapa Kami” sebuah doa yang dimulai dengan
menyebut Allah sebagai “Bapa kami yang di Sorga” (Matius
6:9).
• Dalam doanya Ia juga memanggil Allah dengan sebutan
Bapa (Matius 11:25-27).
• Dalam pengajaran-Nya Ia memakai perumpamaan bapa dan
anak, seperti 2 (dua) perumpamaan anak sulung dan anak
bungsu dengan versi yang berbeda.
Inilah hubungan yang Allah ingin nyatakan kepada manusia
ciptaan-Nya. Tetapi karena pemberontakan dan pelanggaran
perintah Allah oleh manusia, maka hubungan ini menjadi
rusak. Si jahat memperdaya manusia dengan tipuan yang
membuat seolah-olah Allah berbohong dan tidak mau
tersaingi oleh manusia. Iblis menyatakan bahwa manusia
tidak akan mati pada waktu makan buah pengetahuan yang
baik dan jahat tetapi justru akan menjadi seperti Allah.
Potensi untuk menjadi seperti Allah adalah sebuah hal
yang membuat Hawa tertarik untuk memakan buah itu,
sekalipun mengerti segala konsekuensi yang harus
ditanggung dan hasilnya justru menghancurkan hubungan
yang baik antara Allah dan manusia.
Demikian juga hari-hari ini, Iblis terus merusak
gambaran Bapa Sorgawi dengan cara merusak gambaran bapa
jasmani agar manusia kehilangan hubungan yang istimewa
ini, yaitu hubungan bapa-anak dengan Bapa Sorgawi.
Kesalahan yang dilakukan oleh bapa-bapa jasmani terhadap
anak-anaknya merusak gambaran tentang Bapa Sorgawi dalam
pikiran dan perasaan banyak orang. Sekalipun mereka
mengaku percaya Tuhan tetapi ada keraguan dalam hati
tentang kasih Tuhan yang besar dan hubungan yang baik
yang seharusnya ada antara Allah dan umat-Nya. Kesalahan
dan tindakan bapa-bapa jasmani yang merusak hubungan
bapa-anak, seperti:
• Penggunaan otoritas dengan sewenang-wenang (otoriter)
dan memberikan kasih bersyarat kepada anak-anaknya.
Akibatnya anak-anaknya akan sukar menerima dan percaya
akan kasih Bapa Sorgawi yang tak bersyarat.
• Ayah yang suka berbohong dan tidak menepati janji
karena alasan-alasan yang dibuat-buat akan membuat
anak-anaknya tidak dapat mempercayai janji-janji Bapa
Sorgawi.
• Ayah yang tidak menyediakan waktu yang cukup dan
berkualitas untuk anak-anaknya membuat anak-anaknya
merasa tidak dihargai dan tidak dapat mempercayai kasih
Bapa.
Sebuah hasil survey yang dilakukan di kalangan generasi
muda Gereja Bethel Indonesia menyatakan bahwa anak-anak
yang menghadapi masalah:
• hanya 30% yang bercerita kepada orang tuanya,
sedangkan
• 59% lainnya bercerita kepada orang lain, dan
• 11% memendam masalah itu sendiri.
12,5% kaum muda GBI mengakui bahwa mereka memiliki
hubungan yang buruk dengan orangtua dan 43% tidak ingin
memiliki pasangan hidup seperti orangtuanya. Anak yang
orangtuanya bercerai memiliki potensi 2 kali lipat lebih
besar mengalami hubungan yang buruk dengan orangtuanya
dan berkeinginan untuk bunuh diri dibandingkan dengan
anak yang orangtuanya tidak bercerai. Pengakuan dari
mereka yang memiliki hubungan yang buruk diakibatkan
karena tersakiti oleh kata-kata yang diucapkan orang tua,
mendapatkan pukulan fisik, merasa orang tua tidak
memiliki waktu yang cukup bagi dirinya dan tidak bisa
menjadi teladan.
Dalam praktek pelayanan, didapatkan kenyataan bahwa
tidak semua orang yang bisa berkata ‘Tuhan’ juga bisa
berkata ‘Bapa’. Ada keraguan bahkan penolakan dari
jemaat Tuhan untuk menyebut ‘Bapa’ karena
pengalaman-pengalaman yang buruk dengan orangtuanya. Hal
ini menyebabkan jemaat tersebut tidak dapat memiliki
hubungan yang dekat dengan Bapa Sorgawi; tidak dapat
mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati bahkan tidak dapat
mempercayakan hidupnya ke dalam tangan Tuhan melalui
iman.
Alkitab memberikan gambaran yang sangat jelas bahwa
Allah adalah Bapa yang sangat mengasihi manusia.
Kasih-Nya yang utama dinyatakan dengan pengorbanan
putra-Nya, Yesus Kristus, di kayu salib untuk menebus
dosa manusia dan menyediakan keselamatan yang kekal bagi
umat manusia. Harga yang sangat mahal dibayar lunas (1
Korintus 6:20; 7:23) karena kasih Allah yang begitu
besar kepada umat manusia. Sekalipun berdosa, Tuhan
tidak pernah menolak orang yang mau datang kepada-nya (Yohanes
6:37, 39). Bahkan Tuhan Yesus mati ketika manusia masih
berdosa dan menjadi seteru-Nya (Roma 5:8-10).
Dalam proses penyaliban, ketika tergantung di kayu salib,
Tuhan Yesus berteriak “Eli, Eli, lama sabakhtani” (Matius
27:46) yang artinya “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku”. Tuhan Yesus ditinggalkan Bapa-Nya
supaya kita semua bisa diperdamaikan dengan Bapa Sorgawi
dan mengalami pemulihan dalam hubungan Kasih Bapa.
Kasih Bapa Sorgawi dinyatakan melalui Yesus yang dalam
Yohanes 10 menyatakan:
• Ia rela menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (ayat
11, 15),
• Ia mengenal domba-domba-Nya (ayat 14), Ia menuntun
domba-domba lain (bangsa-bangsa di luar bangsa Yahudi)
masuk ke dalam keselamatan (ayat 16),
• Ia memberikan hidup yang kekal kepada domba-domba-Nya
dan tidak membiarkan domba-domba-Nya direbut oleh
siapapun (ayat 28, 29).
Segala pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna
datang dari Bapa segala terang, yaitu Bapa Sorgawi yang
sangat mengasihi umat-Nya. (Yakobus 1:17)
Matius 7:11 berkata,
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang
baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!
Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta
kepada-Nya.”
Catatan dalam Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan
menerangkan bahwa Kristus menjanjikan bahwa Bapa di
sorga tidak akan mengecewakan anak-anak-Nya. Bapa bahkan
mengasihi lebih dari seorang bapa jasmani dan mampu
memberikan yang baik kepada anak-anak-Nya. Yang terbaik
adalah Bapa memberikan Roh-Nya sendiri kepada
anak-anak-Nya sebagai Penasehat dan Penolong (Lukas
11:13; Yohanes 14:16-18).
Amsal 14:26:
“Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar,
bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.”
Bapa memberikan perlindungan kepada anak-anak-Nya untuk
bisa hidup sesuai dengan rencana-Nya dan mencapai
kesempurnaan dalam panggilan-Nya.
Dengan demikian, selayaknyalah kita percaya bahwa Bapa
Sorgawi adalah Bapa yang sangat mengasihi umat-Nya. Umat
Allah seharusnya mengalami kasih Bapa ini melalui
perjumpaan pribadi dan kehidupan yang berjalan bersama
Dia. Mengalami janji-janji Allah dan melihat kesetiaan
Allah terbukti membuat kita bisa mempercayai Dia dan
mempercayakan hidup kita kepada-nya. Bapa memberikan Roh
Kudus-Nya agar kita percaya akan kasih Bapa dan mampu
untuk mengampuni orang-orang yang pernah merusak
gambaran bapa yang baik serta memulihkan kondisi hati
kita menjadi baru untuk bisa mengalami kasih Bapa yang
sempurna. Amin. (BM)