HIDUP KUDUS? MUNGKINKAH?
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus
yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita
segala berkat rohani di dalam sorga.”
Efesus 1:3
Setelah percaya kepada Tuhan Yesus dan menerima Dia
sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidup kita, firman
Tuhan memberikan janji bahwa kita pasti diselamatkan (Kisah
Para Rasul 16:31). Kita dipindahkan dari dalam kegelapan
ke dalam terang Tuhan yang ajaib. (1 Petrus 2:9)
Perubahan status tersebut menuntut suatu perubahan dalam
hidup setiap kita. Dari yang semula kita bebas untuk
melakukan apapun sekehendak kita, setelah mengakui Yesus
sebagai Tuhan, tentu kita perlu hidup seturut dengan
kehendak-Nya. Salah satu kehendak-Nya bagi kita ialah
supaya kita hidup kudus. (1 Petrus 1:15)
Supaya bisa hidup kudus, kebanyakan orang akan mencari
langkah-langkah atau metode praktis atau resep ‘langkah
menuju kekudusan’. Tidak sedikit orang Kristen yang
menyamakan langkah untuk hidup kudus sebagaimana langkah
untuk meraih kesuksesan di dunia. Hidup kudus
seakan-akan dapat diraih dengan mengikuti suatu daftar
hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak
boleh dilakukan.
Tidak ada yang salah dengan membuat daftar perintah dan
larangan seperti itu asal berdasarkan pada firman Tuhan.
Orang pun perlu mengambil tindakan untuk menunjukkan
imannya, karena “iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah
mati.” (Yakobus 2:26)
Bahkan kitab Imamat berisikan berbagai perintah dan
larangan untuk orang Israel agar hidup berkenan di
hadapan Allah. Namun, tanpa disadari mengikuti hal ini
dapat membuat orang terlalu fokus dengan apa yang dia
bisa dan harus lakukan. Dalam istilah Alkitab, ini
disebut dengan ‘mengandalkan kekuatan sendiri’ (Yeremia
17:5). Perhatikan bahwa Bangsa Israel pun gagal dalam
memenuhi tuntutan hukum Taurat!
Berusaha hidup kudus dengan mengandalkan kekuatan
sendiri adalah paradigma lama yang salah.
Jika demikian bagaimana seharusnya kita hidup kudus? 1
Petrus 1:16 berkata,
“Kuduslah kamu, sebab Aku [Tuhan] kudus”.
Dalam ayat-ayat sebelumnya, kita akan menemukan bahwa
sebelum Allah Bapa meminta “kuduslah kamu”, Ia;
“karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita
kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang
mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk
menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang
tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang
tersimpan di sorga bagi kamu.”
1 Petrus 1:3-4
Rasul Petrus mengingatkan tentang apa yang Allah Bapa
telah lakukan bagi setiap orang percaya di dalam Kristus,
yaitu melahirkan mereka kembali untuk menerima suatu
bagian yang tidak dapat cemar, sebelum meminta kita
untuk hidup kudus.
Jadi, perintah untuk hidup kudus bisa dilakukan karena
Allah telah terlebih dulu menguduskan kita. Inilah
paradigma yang benar!
“Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang
oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia
membenarkan dan menguduskan dan menebus kita.”
1 Korintus 1:30
Mengapa pada kenyataannya orang sering merasa sulit
untuk hidup kudus? Berdasarkan pemahaman yang telah
dibahas sebelumnya, sulit hidup kudus terjadi karena
seringkali orang lupa bahwa Tuhan terlebih dahulu telah
menguduskan mereka. Dapat kita simpulkan bahwa untuk
mewujudkan segala sesuatu harus dimulai dengan ‘apa yang
Tuhan telah kerjakan dalam hidup kita’, sebelum ‘apa
yang kita akan kerjakan’.
Prioritas utama adalah ‘being’, yaitu identitas kita ‘di
dalam Kristus’; baru setelah itu ‘doing’, yaitu apa yang
sebaiknya kita kerjakan sesuai dengan identitas tersebut,
apa langkah-langkah yang harus diambil. Kita tidak
mungkin melakukan sesuatu dalam hidup kita yang
sebelumnya Tuhan belum kerjakan atas kita.
Rasul Paulus adalah alat di tangan Tuhan yang
menyadarkan orang percaya akan realitas hidup ‘di dalam
Kristus’ ini. Ungkapan ‘di dalam Kristus’ atau yang
sejenisnya muncul tidak kurang dari 164 kali dalam
tulisan Paulus. Ini berarti, kesadaran atau cara pandang
bahwa kita ada ‘di dalam Kristus’ adalah sesuatu yang
sangat penting menurut Firman Tuhan. Mari kita hidup
dengan paradigma ini!
Apa yang akan terjadi apabila anak-anak Tuhan memakai
paradigma ini dalam hidupnya? Orang yang memiliki
paradigma bahwa ia telah dikuduskan, atau telah
dijadikan orang kudus oleh Yesus, tidak akan berkata
dalam hatinya ‘betapa sulitnya hidup kudus, betapa
gampangnya berbuat dosa’. Ini adalah paradigma yang
lama. Sebaliknya, ia akan berkata dalam hatinya ‘saya
ini orang kudus, karenanya saya mencintai dan memilih
perbuatan yang kudus’. Inilah paradigma yang baru! Ini
tentu bukan berarti hidup kudus bisa dilakukan tanpa
upaya atau perjuangan kita sama sekali. Akan tetapi, ada
perbedaan besar antara upaya hidup kudus yang dilakukan
dengan kekuatan sendiri dengan upaya yang dilakukan
dengan kesadaran bahwa seseorang telah dikuduskan.
Ada kisah menarik yang bisa menggambarkan kebenaran ini.
Ingwer Ludwig Nommensen, atau yang lebih dikenal sebagai
Opung Nommensen, datang ke Sumatera di abad ke-19 untuk
memberitakan Injil kepada suku-suku Batak. Suatu ketika
seorang kepala suku menyambut Nommensen dan berkata,
“Anda punya waktu dua tahun untuk mempelajari adat kami
dan untuk meyakinkan kami bahwa Anda membawa pesan yang
layak untuk kami dengar.” Setelah dua tahun berlalu, si
kepala suku bertanya kepada Nommensen bagaimana
Kekristenan berbeda dari aturan moral dan tradisi yang
mereka anut.
"Kami sudah tahu apa yang benar,” ucap si kepala suku.
Kami juga memiliki hukum-hukum yang melarang kami
mencuri, atau mengambil istri sesama, atau berbohong.
Nommensen menjawab, “Itu benar adanya. Tapi Allahku
memberikan kemampuan untuk menaati hukum-hukum tersebut.”
Hal ini mengagetkan si kepala suku. “Bisakah engkau
mengajari orang-orangku untuk hidup lebih baik?”
“Tidak, saya tidak bisa,” jawab Nommensen. “Tapi kalau
mereka menerima Yesus Kristus, Allah akan memberikan
mereka kekuatan untuk melakukan apa yang benar.”
Si kepala suku kemudian mengundang Nommensen untuk
tinggal selama enam bulan lagi. Dalam kurun waktu itu,
Nommensen memberitakan Injil dan mengajar orang-orang di
kampung tentang bagaimana Roh Kudus bekerja dalam
kehidupan orang Kristen.
“Kamu boleh tinggal selama yang kamu suka,” ujar si
kepala suku. “Agamamu lebih baik dari agama kami, karena
Allahmu berjalan bersama manusia dan memberikan mereka
kekuatan untuk melakukan hal-hal yang Ia minta.”
Haleluya! Paradigma tentang apa yang Allah telah lakukan
buat kita menentukan apa yang kita akan kerjakan dalam
hidup kita.
“A high view of God leads to high worship and holy
living, but a low of God leads to trivial worship and
low living.” (Pandangan yang tinggi tentang Allah akan
menghasilkan penyembahan yang tinggi dan kehidupan
kudus, tapi pandangan yang rendah tentang Allah akan
menghasilkan penyembahan pura-pura dan kehidupan
bermoral rendah) - Steven J Lawson. (HT)