HIDUP NAMUN MATI
“Dan tuliskanlah kepada malaikat
jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki
ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu:
Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup,
padahal engkau mati!” (Why 3:1)
Di dalam suatu perayaan pesta seorang pembesar, para
tamu antri dalam barisan memasuki ruang perayaan. Di
depan pintu ruangan tersebut ada penjaga yang memeriksa
tamu-tamu sesuai dengan buku tamu yang ada di hadapannya.
Setelah beberapa lama berjalan, terdengar keributan
kecil antara seorang tamu dengan penjaga pintu. Tamu itu
mencoba masuk ke dalam ruangan dan penjaga mencegahnya
dengan alasan nama tamu tersebut tidak tedapat dalam
buku catatannya. Dengan segala cara tamu itu berusaha
meyakinkan penjaga pintu tersebut, namun si penjaga
pintu tidak bergeming. Ia tetap berpatokan kepada buku
yang dipegangnya. Siapapun yang namanya tidak tertulis
dalam buku tersebut; tidak boleh masuk dalam ruangan
perayaan.
Ilustrasi di atas sedikit banyak menggambarkan apa yang
disebut sebagai “Kitab Kehidupan”. Konsep ini pertama
kali muncul dalam Kel 32:32-33 di mana orang yang
berdosa kepada Tuhan dan tidak diampuni, namanya akan
dihapus dari kitab yang Tuhan tulis. Kitab Tuhan ini
selanjutnya dalam Mazmur 69:29 disebut sebagai “Kitab
Kehidupan”, yaitu kitab yang berisi nama orang-orang
yang benar.
Pelajaran yang sangat penting mengenai Kitab Kehidupan
terdapat dalam Why 3:1-6, yaitu surat kepada jemaat di
Sardis. Sardis adalah kota di Propinsi Asia; di dalam
wilayah Kekaisaran Romawi, Ibu Kota Kerajaan Kuno Lydia.
Kota ini terletak sekitar 17 km sebelah selatan Kota
Tiatira, dan menjadi pusat lalu lintas perdagangan
penting di Asia Kecil. Sardis memiliki sumber air yang
melimpah dan sumber daya mineral letaknya sangat
strategis, geografisnya membawa keuntungan perdagangan,
emas serta wol. Lokasinya terletak di lereng gunung dan
dikelilingi oleh karang terjal membuat kota ini menjadi
aman dan nyaman.
Di Sardis jemaat Tuhan hidup dalam kondisi aman dan
nyaman. Tidak ada guru palsu dan tidak ada penganiayaan.
Semua berjalan dengan baik. Mereka hidup makmur dan
diberkati. Bukankah kondisi seperti di Sardis ini yang
diidam-idamkan jemaat pada masa kini? Tetapi Tuhan
justru mencela dan mengkritik dengan keras jemaat ini.
Sebenarnya jemaat di Sardis ada dalam kondisi di mana
mereka merasa tidak ada masalah dalam hal hubungan
mereka dengan Tuhan. Padahal sesungguhnya mereka sudah
jauh dari Tuhan, jika mereka tidak menang atas kondisi
ini, maka mereka beresiko besar untuk kehilangan
keselamatan (Why 3:5).
Apa yang harus dilakukan oleh jemaat di Sardis?
1. Memiliki Kerohanian Yang Hidup
“Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang
sudah hampir mati.“ (Why 3:2a)
Secara lahiriah, jemaat di Sardis tampak hidup dan aktif
serta memiliki keberhasilan dan kerohaniannya dikenal
baik, memiliki penyembahan yang menarik. Tetapi Tuhan
katakan kerohanian mereka mati. Aktif dan sibuk melayani
belum pasti berarti rohaninya hidup. Bisa jadi ia mati
rohani. Semuanya itu dilakukan hanya karena tuntutan
kewajiban atau kebiasaan.
Apakah kerohanian kita hari-hari ini masih ‘greget’
dengan Tuhan atau biasa-biasa saja? Setiap hari setiap
waktu (sangat) perlu terus berkomunikasi dengan-Nya.
Menjaga hubungan intim dengan Tuhan membuat rohani
seseorang tetap hidup, tidak mati. Untuk mempertahankan
kerohanian kita, maka kita harus memiliki gaya hidup doa,
pujian, penyembahan, serta membaca Alkitab.
2. Menyelesaikan Pekerjaan
“... sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati
sempurna di hadapan Allah-Ku.” – (Why 3:2b)
Kerohanian yang “hampir mati” membuat tidak satupun
pekerjaan jemaat Sardis sempurna di mata Tuhan. Kata
“sempurna” di sini bukan berarti kualitas tanpa
kekurangan sedikitpun, melainkan berarti “selesai” atau
“lengkap”. Tuhan menuntut jemaat di Sardis menyelesaikan
pekerjaan mereka. “Pekerjaan” di sini berbicara tentang
kasih, iman, pelayanan, dan ketekunan. (Why 2:19a)
Ayat selanjutnya kita adalah tentang kualitas pekerjaan
yang Tuhan kehendaki: “pekerjaanmu yang terakhir lebih
banyak daripada yang pertama.”
Tuhan meminta agar kasih, iman, pelayanan, ketekunan (“pekerjaan”)
kita yang sekarang lebih baik daripada yang pertama.
Dalam segala bidang kehidupan, baik dalam pekerjaan,
usaha, pelayanan, maupun dalam hidup berkeluarga dan
bermasyarakat, kita harus memperlihatkan tanda-tanda
kedewasaan yang membuktikan bahwa kita semakin serupa
dengan gambaran Anak-Nya.
3. Berjaga-jaga
“Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima
dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena
jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang
seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah
Aku tiba-tiba datang kepadamu.” – Why 3:3
Jemaat di Sardis pernah menerima dan mendengar yang baik
dari Tuhan, tetapi mereka tidak bertekun di dalamnya.
Hal yang perlu diingat bahwa semua orang harus
berjaga-jaga, terus bertekun dengan apa yang sudah
diajarkan. Hidup dalam pertobatan dan terus melakukan
apa yang Tuhan kehendaki, seolah-olah Kristus akan
datang malam ini juga!
Jika kita menjaga kerohanian kita, maka ada tiga janji
yang Tuhan berikan bagi orang yang menang, yaitu:
dikenakan pakaian putih/kekudusan sebagai pakaian formal
kerajaan sorga, namanya tidak akan dihapus dalam kitab
kehidupan dan Yesus akan mengakui namanya di hadapan
Bapa dan para malaikat. Inilah pembelaan Tuhan Yesus di
hadapan sorga bagi kita semua. Amin. (HT)