INTEGRITAS ILAHI VS INTEGRITAS DUNIAWI
Integritas adalah suatu kata yang mudah untuk diucapkan,
namun tampaknya tidak terlalu mudah untuk dipraktikkan.
Bahkan mungkin banyak orang sudah menyepelekan makna
kata ‘integritas’ ini.
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kata
‘integritas’ adalah: mutu, sifat atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan;
kejujuran.
• Sedangkan menurut Oxford Online Dictionaries, definisi
kata ‘integritas’ adalah kualitas kejujuran dan memiliki
prinsip moral yang kuat; keadaan yang utuh dan tidak
terbagi.
Ada kisah tentang seorang karyawan yang jujur di
kantornya. Dia selalu datang tepat waktu, bahkan lebih
pagi dari rekan-rekan lainnya, dan dia biasa pulang
lebih malam untuk memastikan semua pekerjaannya rampung.
Dia tidak mau berbohong, tidak mau menipu, tidak pernah
korupsi, meskipun ada kesempatan untuk melakukannya. Apa
yang dia katakan, selalu dia kerjakan, tidak pernah ia
ingkar akan janjinya. Orang ini sungguh berintegritas
tinggi.
Namun orang ini adalah orang yang pemarah, keras, dan
suka memaksakan kehendaknya. Karena dia adalah orang
yang sangat berkomitmen tinggi terhadap pekerjaannya, ia
pun berharap bahwa semua orang pun menunjukkan level
komitmen yang tinggi seperti dia, karena menurutnya hal
ini adalah suatu keharusan.
Jadi keberadaannya di kantor sering membuat suasana
kantor menjadi tegang dan penuh intimidasi. Menurut
definisi yang diberikan oleh KBBI dan Oxford, orang ini
termasuk kategori orang yang berintegritas. Akan tetapi,
ia mungkin bukan orang yang baik bagi sebagian besar
orang, karena karakternya yang pemarah itu.
Dari kisah ini dapat kita menarik suatu pelajaran, bahwa
definisi integritas versi dunia hanya mencakup sisi
kejujuran, prinsip moral yang kuat, keadaan yang utuh
dan tidak terbagi, tanpa mencakup sifat dan karakter
Allah, Sang sumber moral itu sendiri. Sehingga kita
dapat katakan bahwa definisi dunia tentang ‘integritas’
tidaklah cukup, karena ini adalah suatu keadaan tidak
lengkap berintegritas di mata Allah.
Mari sekarang kita lihat definisi ‘integritas’ lainnya.
Menurut Westminster Dictionary of Theological Terms,
integritas adalah sebuah istilah teologis untuk
menunjukkan kemurnian dan kejujuran sebagaimana manusia
diciptakan dalam gambar dan rupa Allah. (Kejadian
1:26-27)
Dalam Dictionary tersebut juga dikatakan bahwa di dalam
konteks Etika Kristen, integritas adalah ketaatan kepada
prinsip dan karakter moral yang dibentuk oleh hati
nurani Kristiani. Beberapa hal yang perlu digarisbawahi
dari definisi ‘integritas’ ini adalah bahwa seseorang
dikatakan berintegritas jika gambar dan rupa Allah pulih
di dalam hidupnya, dan juga bahwa integritas itu
dibentuk oleh hati nurani Kristiani.
Kata ‘gambar’ sendiri di dalam bahasa Inggris disebut
sebagai ‘image’ yaitu kata yang berasal dari akar kata
bahasa Latin ‘imago’ yang berkaitan dengan kata
‘imitate’ (Oxford Online Dictionaries) atau ‘tiru’ di
dalam bahasa Indonesia. Kata ‘tiru’ memiliki implikasi
‘menjadi serupa’. Dengan demikian, kata ‘gambar dan rupa’
memiliki arti yang sepadan. Dari pengertian ini kita
mengerti bahwa manusia yang berintegritas adalah manusia
yang memiliki keserupaan dalam pikiran, perasaan,
kehendak, karakter, sifat, sikap, dan moral dengan
kualitas seperti Allah.
Menurut Westminster Dictionary, integritas adalah hasil
pembentukan hati nurani Kristiani. Hati nurani Kristiani
adalah suatu kesadaran moral yang bersumber dari Allah
sendiri. Dengan demikian, kita harus terus melekat
kepada Allah agar moral ilahi juga tertransfer ke dalam
hidup kita, sebab “di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa”. (Yohanes 15:5c)
Berbicara tentang integritas ilahi, contoh terbaik di
Alkitab hanyalah Tuhan Yesus. Rasul Yohanes berpesan:
“Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia
wajib hidup sama seperti Kristus hidup.”
(I Yohanes 2:6)
'Menjadi seperti Yesus' adalah kewajiban orang percaya,
lebih spesifik lagi; agar kita meneladani cara-cara
Tuhan Yesus hidup.
Salah satu contoh integritas ilahi yang ditunjukkan oleh
Tuhan Yesus tercatat di dalam kisah di Injil Yohanes
7:53-8:11, yaitu tentang seorang perempuan yang
kedapatan berzinah dan akan dilempari batu oleh para
ahli Taurat sesuai dengan hukum Musa. Tuhan Yesus
berkata,
“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia
yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”
(Yohanes 8:7)
Itu adalah perkataan penuh hikmat yang menghargai
kehidupan si perempuan, sekaligus menegur para ahli
Taurat yang hafal akan hukum Musa, tetapi tidak mengerti
esensi hukum tersebut; yang adalah kasih, di mana Allah
adalah sumber kasih itu.
Di sisi lain, Yesus pun tidak menolerir apa yang
dilakukan oleh perempuan tersebut; terbukti dari
perkataan-Nya kepada perempuan tersebut,
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan
berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
(Yohanes 8:11 bdk. 8:7)
Dari perkataan ini, dapat kita lihat 2 (dua) hal: aliran
kasih dari Tuhan yang tidak menghukum si perempuan,
namun di saat yang sama, Tuhan Yesus tidak membenarkan
perbuatan dosa yang dilakukan oleh perempuan tersebut.
Kita juga mengerti bahwa alasan perempuan itu tidak
dihukum sesuai hukum Musa; bukan karena Tuhan Yesus
tidak mempraktikkan keadilan dalam hukum-hukum-Nya,
namun karena Yesus sendirilah yang akan dihukum mati
ganti perempuan itu, bahkan mati karena kasih-Nya akan
semua orang.
Kita melihat ada 2 sisi yang sangat penting dari
integritas Tuhan Yesus, yaitu murni dan jujur:
• Murni artinya Yesus mengakui bahwa perempuan memang
berdosa sesuai dengan hukum Musa. Yesus tidak membela
dosa perempuan itu dengan mengatakan ia tidak bersalah.
Jelas ia bersalah. Ada kemurnian hati nurani Yesus yang
sama dengan hukum Allah yang tidak terkontaminasi dengan
apa pun juga.
• Jujur artinya berkualitas dalam mempraktikkan
kemurnian hukum Allah dengan Karakter Allah. Hukum Allah
jelas menyatakan bahwa upah dosa adalah maut (Roma
6:23). Namun karakter Allah adalah kasih. Karenanya,
Tuhan Yesus mampu mengampuni kesalahan perempuan itu.
Pengampunan itu pun mengalir sehingga perempuan itu
dipulihkan. Pengampunan yang Yesus berikan bahkan sampai
mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib, bagi perempuan
itu dan bagi kita semua. Inilah karakter ilahi; yaitu
kasih.
Sampai di sini dapat disimpulkan, Integritas Ilahi
adalah kemurnian sesuai dengan Firman Allah dan
kejujuran dalam mempraktikkannya yang disertai dengan
karakter ilahi. Di sini jelas bahwa Integritas Ilahi
lebih tinggi daripada integritas duniawi; dari sisi
sumber acuan moral dan keseluruhan cakupan prakteknya
dalam kehidupan. Dan Integritas ilahi hanya dimungkinkan
untuk dihidupi apabila kita senantiasa bersekutu dan
mengenal Allah secara pribadi. (WP)