KASIH KARUNIA dan PERBUATAN ORANG PERCAYA
Kasih karunia atau anugerah, perbuatan orang percaya dan
keselamatan bagi sebagian orang adalah entitas yang
tidak dapat dihubungkan secara paralel. Kita
diselamatkan karena anugerah oleh iman, tetapi kita kan
tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan kita. (Efesus
2:8-9) Jadi bagaimana kita dapat menghubungkan ketiganya?
Nyatanya, dalam konteks keselamatan, kedua entitas
lainnya yakni kasih karunia dan perbuatan menimbulkan
tensi (tension) dalam diri orang percaya. Jika kita
condong lebih kearah kasih karunia, maka kita terjebak
dalam hyper grace, sebaliknya jika kita condong kepada
perbuatan, kita akan terjebak dalam legalisme. Karenanya
sangat penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang
benar terhadap ketiga entitas ini.
John Christopher Thomas, seorang Profesor Studi Biblika
Clarence J. Abbott di Pentecostal Theological Seminary,
Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat dalam tulisannya,
Grace and Works – A Johannine Perspective, yang terdapat
dalam buku berjudul The Truth about Grace, menolong kita
untuk dapat memahami tulisan rasul Yohanes yang
diinspirasi Roh Kudus (Injil Yohanes serta Surat-surat
Yohanes) terkait dengan kasih karunia, perbuatan dan
keselamatan.
Dalam tulisan Yohanes, kata Yunani yang diterjemahkan "kasih
karunia" (charis) muncul hanya empat kali dalam Injil
Yohanes dan semua kemunculan ditemukan dalam prolog
kitab, yakni Yohanes 1:14, 16, 17, satu kali dalam Surat
1-3 Yohanes (2 Yohanes 3), dan dua kali dalam Wahyu (Wahyu
1:4; 22:21).
Di sisi lain, kata Yunani yang diterjemahkan "bekerja" (ergon)
muncul dua puluh delapan kali dalam Injil, lima kali
dalam 1-3 Yohanes, dan dua puluh satu kali dalam Wahyu.
Penekanan seperti itu menunjukkan bahwa peran kasih
karunia, meskipun ada dalam tulisan Yohanes, mungkin
dipahami agak berbeda dibandingkan dengan beberapa ayat
dalam kitab Perjanjian Baru lainnya. Karena seringnya
istilah “kerja” muncul dalam tulisan Yohanes, tampaklah
bahwa pemahaman Yohanes tentang kasih karunia harus
dilihat dari hubungannya dengan pekerjaan/perbuatan.
“Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara
kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu
kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan
kebenaran.”
Yohanes 1:14 TB2
Ayat ini berfokus pada penjelmaan Firman (Logos) dalam
wujud manusia. Pada titik inilah kata anugerah (kasih
karunia) pertama kali muncul dalam tulisan Yohanes. Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa di sini terdapat
interaksi yang sangat erat antara kasih karunia (anugerah)
dan Firman (Logos).
Bagaimana pun kita memahami kasih karunia dalam konteks
ini, jelaslah bahwa kasih karunia harus dipahami sebagai
sesuatu yang dikondisikan secara kristologis, bukan
sekedar dipahami sebagai “kemurahan yang tidak layak
diterima”. Hal ini memungkinkan kita untuk berbicara
tentang Yesus sebagai kebenaran seperti identifikasi
yang Yesus buat tentang diri-Nya. (Yohanes 14:6)
Dengan demikian, sebagaimana Yesus menjadi alat yang
melaluinya murid-murid-Nya mengenal dan mengalami
kebenaran, demikian pula Dialah yang memberikan anugerah
demi anugerah kepada murid-murid-Nya.
Kemunculan “perbuatan” dalam Injil keempat memiliki
makna yang luas, antara lain:
• Mengungkapkan apakah seseorang mencintai terang (penyelamat)
seperti tertulis dalam Injil Yohanes 3:19, 20, 21.
• Mengungkapkan hubungan seseorang, apakah dengan Tuhan
atau setan. (Yohanes 3:21)
• Menyingkapkan asal usul seseorang.
Karena seseorang menunjukkan identitas orang tuanya
melalui apakah perbuatannya mirip dengan perbuatan “bapaknya”,
apakah itu Abraham (Yohanes 8:39) atau Iblis (Yohanes
8:41, 44).
• Mengungkapkan apa yang menjadi kehendak Bapa yakni
agar semua orang dapat diselamatkan melalui Yesus. (Yohanes
4:34-38)
Pekerjaan/perbuatan yang Yesus lakukan harus memberikan
kesempatan kepada individu untuk percaya karena
perbuatan/pekerjaan itu sendiri bersaksi tentang Yesus.
(Yohanes 14:10-12)
Itu sebabnya para murid tidak hanya diajak untuk percaya
kepada Yesus dan perbuatan-perbuatan-Nya, namun diajak
untuk berpartisipasi di dalamnya ketika hari masih siang
(Yohanes 9:4), dan para murid dijanjikan bahwa mereka
akan mampu melakukan pekerjaan/perbuatan yang lebih
besar daripada yang Dia lakukan. (Yohanes 14:12)
Dengan memiliki pemahaman tentang kasih karunia (anugerah)
dan perbuatan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan
diatas, tentunya kita tidak lagi memiliki pandangan yang
sempit tentang ‘perbuatan’ dan menganggap bahwa
perbuatan-perbuatan orang percaya adalah sebagai bentuk
legalisme. Kita diselamatkan karena anugerah oleh iman (Paulus
– Efesus 2:8-9), dan iman kita haruslah iman yang hidup,
dimana iman yang hidup dinyatakan melalui
perbuatan-perbuatan kita. (Yakobus 2:14-26)
Lalu bagaimana hubungannya dengan keselamatan? Rasul
Yohanes dalam kitab Wahyu memberikan gagasan tentang
perbuatan. Dimana perbuatan itu mencakup aktivitas atau
tindakan seseorang serta kualitas hubungan seseorang
dengan Tuhan Yesus.
Dalam kitab Wahyu, istilah 'perbuatan' bukanlah sebuah
kata yang harus dihindari, sebagaimana ditemukan dalam
berbagai terjemahan bahasa Inggris, atau
komentari-komentari kitab Wahyu. Perbuatan merupakan
sebuah istilah yang harus dipahami dengan benar.
Perbuatan memiliki tempat dan makna yang menonjol dalam
kitab ini. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan tidak
bisa dianggap tidak penting, melainkan memainkan peran
penting dalam kehidupan dan keselamatan akhir orang
percaya.
Kitab Wahyu menyajikan pemahaman yang sangat menarik
mengenai hubungan antara kasih karunia dan perbuatan. Di
satu sisi, peran penting perbuatan dalam teologi Wahyu
mengungkapkan sifat esensialnya dalam pemahaman
soteriologi. Di sisi lain, semua referensi tentang
‘perbuatan’ dirangkum oleh referensi tentang ‘kasih
karunia’ yang kita temukan di awal dan akhir kitab. (Wahyu
1:4, 22:21)
“Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan
memuliakan Dia! Sebab, hari perkawinan Anak Domba telah
tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Kepadanya
dikaruniakan supaya memakai kain linen halus yang
berkilau-kilauan dan putih bersih!"
Wahyu 19:7-8 TB2
'Linen halus' itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar
dari orang-orang kudus. Persiapan ini menunjukkan adanya
aktivitas kerja sama, atau bahkan timbal balik, antara
mempelai Anak Domba dan Tuhan. Kemunculan kata kerja
“dikaruniakan” (didomi) dalam bentuk pasif (suatu bentuk
yang muncul di seluruh Wahyu). Berarti Tuhan (Anak Domba)
adalah Dia yang memberikan pakaian dari linen halus ini
kepada mempelai Anak Domba. Tujuan pemberian ini
diperjelas dengan kata kerja diberi kain linen (periballo),
yang bunyi tengahnya menunjukkan bahwa dia harus
mengenakan pemberian itu.
Perbuatan benar orang-orang kudus adalah perbuatan yang
telah terbukti sangat penting sepanjang kitab Wahyu.
Mengingatkan kita pada kegiatan kasih, kerja keras,
ketekunan dengan kesabaran, memelihara iman, menaati
Firman, kesaksian yang setia, pelayanan, kemurnian
moral, dan kebijaksanaan.
Kain linen halus yang diberikan kepada mempelai wanita
merupakan perbuatan benar dari orang-orang kudus (Wahyu
19:8) akan mencerminkan kerja sama yang penting untuk
pemahaman yang tepat tentang keselamatan dalam kitab
Wahyu.
Kemunculan ganda istilah perbuatan benar (dikaioma)
dalam kitab ini di satu sisi menggambarkan perbuatan
benar Allah yang dilakukan atas nama orang-orang kudus (Wahyu
15:4), sedangkan di sisi lain menggambarkan perbuatan
benar para orang-orang kudus yang dilakukan atas nama
Tuhan.
Dengan kata lain, perbuatan benar mereka konsisten
dengan perbuatan benar-Nya; tindakan mereka mencerminkan
Tuhan yang telah memberi mereka keselamatan.
Identifikasi kain lenan halus dengan perbuatan saleh
orang-orang kudus meneguhkan bagi kita bahwa mempelai
Anak Domba yang dimaksudkan dalam ayat ini memang
identik dengan orang-orang kudus. Perbuatan mempunyai
hubungan erat dengan keselamatan. Dalam tulisan Yohanes
tampaknya mustahil untuk memahami keselamatan tanpa
perbuatan, karena perbuatan seseorang membuktikan apakah
seseorang berjalan dalam persekutuan dengan Tuhan dan
saudara seiman atau tidak. (DL)