Shalom..., Selamat Datang di GBI House Of Grace ~ Rayon 3

Renungan

KEKRISTENAN YANG BERHUTANG

      Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma (Roma 1:14-15). Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil (1 Korintus 9:16). 

Hutang yang dimaksud dalam ayat tersebut di atas bukan hutang materi atau hutang berupa uang tetapi lebih dari itu, bahwa Rasul Paulus bahkan kita semua Gereja Tuhan memiliki hutang yaitu hutang jiwa-jiwa. Kalau kita diperhadapkan dengan sebuah pertanyaan: Sudah berapa lama menjadi orang Kristen? Sudah berapa jiwa yang dimenangkan bagi Kristus? Kasih karunia dan anugerah keselamatan Tuhan Yesus Kristus begitu luar biasanya tercurah atas kita, lalu ketika kita sudah menerima hal itu, apa yang harus kita lakukan?  

Paulus merasa dirinya memiliki hutang yaitu suatu kewajiban yang harus diembannya sebagai hamba Kristus yaitu memberitakan Injil. Paulus merasa berhutang sebelum ia memberitakan Injil. Ini berarti rasa mengasihi jiwa-jiwa yang berdosa sudah ada di dalam benak Paulus. Perasaan berhutang ini pun seharusnya menjadi perasaan kita di dalam mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat, sama sekali bukan suatu keterpaksaan yang memberatkan. Mungkin di dunia ini, kalau kita mengerti konsep hutang berarti mau tidak mau kita harus membayar hutang kita. Tetapi konsep hutang demikian tidaklah diajarkan oleh Alkitab, karena hutang ini bukan lahir dari keterpaksaan, tetapi dari kerelaan hati yang siap tunduk kepada Allah sebagai Tuhan dan Pemilik hidup anak-anak-Nya. Inilah citra diri seorang Paulus hamba Tuhan sejati yang memiliki hati mengasihi jiwa. Bukan hanya memiliki hati yang mengasihi jiwa, Paulus pun sampai-sampai menyebutkan bahwa dirinya berhutang kalau tidak segera memberitakan Injil. 

Ciri-ciri Kekristenan yang berhutang:

1.  TIDAK MENGINJIL atau TIDAK BERBUAH (Matius 28:19-20)

Kekristenan yang mati adalah kekristenan yang tidak berbuah, kekristenan yang mati adalah kekristenan yang tidak mengerti kehendak Bapa, kekristenan yang mati adalah kekristenan yang tidak mengerti tanggung jawab untuk menginjil. Matius 28:19-20 merupakan tugas dan tanggung jawab kita semua sebagai orang-orang Kristen. Penginjilan bukan hanya tugas para Pendeta, Pengkhotbah, Gembala, Diaken, Penatua, Majelis Jemaat tetapi tugas kita semua sebagai umat Tuhan yang sudah percaya dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan. 

1 Korintus 9:16, “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” Statement ini merupakan ungkapan atau isi hati dari seorang Kristen Sejati yaitu Rasul Paulus yang sudah diperbaharui, dia merasa celaka dan tidak berguna sebagai seorang Kristen kalau dia tidak menghasilkan dan memenangkan banyak jiwa bagi Kristus. 

Roma 10:14-15, “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” Gereja Tuhan harus memiliki perasaan yang “berhutang dan menjadi orang yang celaka dan tidak berguna” jika tidak menginjil dan tidak memberitakan Kabar Baik. Gereja harus keluar dari zona nyaman dan pergi menginjil. 

2.  TIDAK MENGHORMATI PENGORBANAN KRISTUS

Mazmur 116:12-14, “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya.” 

Setiap kita pasti pernah mendengar tentang “balas budi,” artinya tidak melupakan kebaikan seseorang yang telah menolong kita dari kesesakan. Apalagi dengan Tuhan, Tuhan telah menyerahkan segalanya untuk kita, dan kita berhutang atas hal tersebut. Lalu dengan cara bagaimana kita membalas kebaikan Tuhan dan menghargai pengorbanan-Nya? 

Dengan menjunjung tinggi anugerah keselamatan yang Tuhan berikan atas kita semua, menyerukan nama Tuhan dan kemana pun kita pergi dan melangkah kita harus beritakan Kabar Baik serta menepati janji untuk tetap mengasihi Tuhan dan setia sampai mati (Mazmur 116:13-14). Sadari bahwa kita “berhutang” kepada Tuhan dan kita harus membalas segala kebaikan Tuhan tersebut.  

3.  TIDAK HIDUP DALAM KASIH YANG SEMULA (Wahyu 2:1-4)

Kasih mula-mula harus tetap membara karena jika kehilangan kasih mula-mula maka kita tidak akan pernah bergairah lagi. Kasih yang semula atau kasih yang mula-mula, bisa kita ibaratkan kasih dalam suasana “jatuh-cinta.” Kasih semula menampakkan dirinya sebagai kasih yang murni, tidak bercampur dengan yang lain. Karena itu, dia juga hangat, menggetarkan serta bersifat spontan, jauh dari sikap pura-pura atau rekayasa. Kasih semula tidak pernah mau menyakiti serta rela berkorban tanpa merasa berkorban, memberikan apa saja demi yang dikasihinya. Kasih yang mula-mula adalah kasih yang menggelora, kasih yang menutup segala sesuatu, dan kasih yang hanya tertuju kepada yang dikasihi. walaupun terkhianati dan tersalib di Kayu Salib tanpa sedikitpun keluhan, malah Dia selalu mendampingi Gereja-Nya sampai kesudahan akhir zaman. 

Gereja yang kehilangan Kasih yang mula-mula adalah Gereja yang tidak mengerti makna Yohanes 3:16 yang merupakan “Puncak Kasih” dari Pribadi Yesus Kristus terhadap Gereja-Nya dan jiwa-jiwa tanpa memandang suku, kaum dan bahasa. Yesus Kristus telah mati dan meninggalkan salib yang masih berdiri yang menandakan betapa DIA mau berkorban darah dan nyawa untuk Gereja-Nya dan anak-anak-Nya. Suatu pengorbanan terdahsyat yang belum pernah ada di muka bumi ini.  

4.  TIDAK MENGASIHI SESAMA (Roma 13:8)

Tuhan Yesus memiliki belas kasihan terhadap orang-orang berdosa. Kalau kepada binatang yang kita pelihara saja kita bisa berbelas kasihan, terlebih lagi kita harus berbelas kasihan kepada sesama kita. Tuhan Yesus memiliki belas kasihan yang sangat tinggi. Contoh: Yesus mengasihi Zakheus, Yesus mengasihi perempuan Samaria, domba yang hilang (Lukas 15:1-7), dirham yang hilang (Lukas 15:8-10), anak yang hilang (Lukas 15:11-32). Bagaimana dengan setiap kita, apakah sudah memiliki belas kasihan kepada orang-orang yang ada di sekeliling kita? Kita harus memiliki belas kasihan kepada mereka. 

Definisi dari kasih adalah bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dengan memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia dan mati di Kayu Salib sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita (1 Yohanes 4:10). Karena kasih-Nya, dosa-dosa kita diampuni, dan kita pun beroleh keselamatan. Setiap orang percaya yang telah menerima kasih Allah ini jugalah yang beroleh kuasa untuk mengasihi sesamanya.  Kasih adalah karakter Allah sendiri yang mengalir ke dalam hati orang percaya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk mengasihi orang lain. Jadi kasih itu bukan berasal dari diri kita sendiri, tapi berasal dari kasih Allah;  dan “jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi” (1 Yohanes 4:11).   

Kita yang sudah menerima kasih dari Allah wajib dan harus membagikannya kepada sesama sesuai dengan hati Allah. Karena itu kasih harus merupakan life style kita. Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak ada kebencian. 1 Yohanes 4:20, “Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.”   

Kebencian dan kasih merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang. Mustahil kita mengatakan mengasihi Tuhan jika dalam praktek sehari-hari kita masih membenci orang lain; jika demikian kita disebut pendusta. Mengasihi sesama juga berarti tidak mudah menghakimi orang lain (Matius 7:1-2) menghakimi berarti tidak melihat keadaan diri sendiri, namun cenderung melihat kehidupan orang lain dengan penuh kritikan. Hanya kasih Tuhan sanggup menolong kita untuk tidak menghakimi orang lain. 

Bukti lain bahwa kita mengasihi orang lain adalah ketika kita tidak berbuat jahat, melainkan selalu berbuat baik kepada sesama kita. Ketika kita memiliki kasih Yesus kita diberikan kesanggupan untuk berbuat baik, karena orang Kristen haruslah memiliki kehidupan yang meneladani Kristus dalam segala aspek kehidupan ini.  Kasih itu tidak berpura-pura menjadi baik. Mengasihi sesama berarti tidak ada kebencian, tidak menghakimi dan selalu berbuat kebaikan terhadap sesama tanpa memandang suku, kaum dan bahasa. 

5.  PEMALAS ROHANI

Mengapa seseorang menjadi Pemalas? Karena mereka tidak memiliki Visi dan Misi Allah. Visi Allah artinya apa yang menjadi keinginan Allah. Keinginan Allah supaya tidak ada yang binasa. Kalau kita sudah menjadi anak Allah, visi kita harus sama seperti visi Allah. Kerinduan kita harus sama dengan kerinduan Allah. Jangan berpikir, urusan masuk surga adalah urusan masing-masing. Bagaimana kalau seseorang yang belum percaya Yesus adalah keluarga kita atau sahabat baik kita atau saudara kita? Bagaimana perasaan kita? Sadarilah bahwa kasih Yesus kepada setiap kita begitu besar dan walaupun kita tidak memiliki apa-apa, tetapi Yesus begitu mengasihi setiap kita. 

Yehezkiel 33:8-9, “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.” (IDP)
 

 

BACK..