KELAHIRAN YESUS ADALAH PERMULAAN YANG BARU
Di dalam dunia kita yang pluralis
saat ini, banyak agama dan kepercayaan berusaha
mengeluarkan perhitungan Tarikh (penanggalan) yang
dianggap dapat menunjukkan keistimewaan peradaban yang
diwarnai oleh agama/filsafat mereka. Di Indonesia saja
sebagai contohnya kita mengenal selain Tarikh Masehi,
kita juga mengenal Tarikh Jawa (Tahun Saka), Tarikh
Hijriah, dan selama beberapa tahun belakangan ini
penanggalan Confucian (Kong Zi Li) juga di pakai untuk
memperingati tahun baru Imlek. Secara sejarah, hanya
penanggalan Hijriahlah yang benar-benar dipakai oleh
peradaban Arab untuk menandakan peristiwa-peristiwa
sejarah mereka. Hal ini masuk akal karena agama islam
lahir 600 setelah kelahiran Tuhan Yesus. Mereka memiliki
presedent; melihat gereja-baik Ortodoks Timur maupun
Gereja Latin menggunakan Tarikh Masehi sebagai
penanggalan yang difungsikan untuk menandai hari-hari
raya utama gereja dan juga penanggalan sipil. Namun,
kita harus mengerti bahwa penanggalan dengan menggunakan
kelahiran Yesus Kristus sebagai acuan bukan hanya
didasari oleh kebutuhan untuk menetapkan suatu peristiwa
sebagai penanda yang pasti yang memisahkan sejarah,
tetapi hal ini lahir terutama karena:
• pengakuan gereja terhadap pribadi Tuhan Yesus yang
begitu luar biasa, dan
• dampaknya kepada dunia dan manusia sedemikian rupa
sehingga dunia setelah kedatangan-Nya dan dunia sebelum
kedatangan-Nya sangatlah berbeda.
Orang Yahudi pun baru hanya menemukan pentingnya titik
pusat penanggalan kurang lebih di abad ke III Masehi
karena melihat gejala yang muncul di dalam jemaat
Kristiani. Sebelum itu mereka tidak mengenal penanggalan
linear.
Kita sering membaca di Kitab Raja-raja dan Tawarikh; “…
pada tahun kesekian … pemerintahan raja ...“ Ketika
seorang raja meninggal dan raja baru menggantikannya,
maka penanggalan dimulai dari tahun 0 lagi.
Moses Maimonedes yang pada abad ke 12 merumuskan
kalender Yahudi yang dihitung berdasarkan ‘penciptaan
dunia’ (annomundi), sehingga sekarang kita berada pada
tahun 5778 Yahudi. Bangsa Romawi merasa bahwa pendirian
Kota Roma merupakan tolak ukur sejarah bagi bangsa
mereka sehingga mereka menetapkan tahun yang sekarang
kita kenal sebagai 771 SM sebagai tanggal pendirian Kota
Roma. Tetapi tetap mereka menjadikan siklus pemerintahan
seorang kaisar sebagai pusat penanggalan.
Apalagi kita melihat di dunia timur, keberadaan sebuah
dinasti dan pemerintahan seorang raja/kaisar merupakan
tolak ukur sehingga mereka tidak merasa membutuhkan
suatu peristiwa pijakan dalam sejarah yang
mendefinisikan dan membedakan dunia sebelum dan sesudah
peristiwa tersebut.
Apakah yang kita lihat dalam pribadi Yesus sehingga Dia
benar-benar layak untuk menjadi tolak ukur yang
memisahkan sejarah dunia?
1. Kelahiran-Nya Secara Ajaib: Ia Dikandung Oleh Roh
Kudus
Alkitab mengatakan bahwa pada hari ketujuh Allah selesai
menciptakan dunia ini dan ia beristirahat dari
pekerjaan-Nya. Artinya Dia tidak lagi menciptakan apapun.
Dalam hal ini berarti tidak ada “Zat / Materi/energy”
baru yang masuk ke dalam “tata ciptaan yang telah
dijadikan oleh Allah.”
Semua proses yang ada, mulai dari hal yang paling kecil
sampai yang paling besar: tumbuhan muncul dari tanah,
siklus penguapan sampai pengembunan dan turunnya hujan,
proses fotosintesa yang menghasilkan buah dalam tumbuhan,
proses pengembangbiakan sel dan perkawinan yang
menghasilkan multiplikasi dalam tumbuhan, binatang, dan
manusia adalah bagian dari suatu sistem tertutup yang
tidak memerlukan mujizat.
Kelahiran Tuhan Yesus adalah sesuatu yang “Baru.”
“Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan
kepadamu suatu pertanda Sesungguhnya, seorang perempuan
muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak
laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel .” Yesaya
7:14
Tubuh Tuhan Yesus “diciptakan” secara baru oleh Allah di
dalam kandungan Maria. Sama seperti waktu Roh Allah
melayang-layang di atas permukaan samudera dan
menghasilkan ciptaan yang lama; demikianlah Roh Allah
memenuhi Maria sehingga ia dapat melahirkan bayi Yesus.
Tulisan-tulisan Perjanjian Baru juga menegaskan bahwa
hanya di dalam Yesus sajalah kita dapat menjadi ciptaan
yang baru.
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan
baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru
sudah datang. Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia
adalah ciptaan baru. Hal-hal yang lama sudah berlalu,
lihatlah, hal-hal yang baru sudah datang.”
2 Korintus 5:17
2. Penebusan-Nya Yang Tiada Taranya: Manusia Diberikan
Kesempatan Yang Baru
Sepanjang sejarah manusia, manusia bergumul dengan satu
hal yaitu rasa bersalah. Hal ini memang dibuat oleh
Tuhan supaya manusia tetap sadar bahwa mereka tidak bisa
hidup tanpa memiliki hubungan dengan Pencipta mereka.
Itulah sebabnya sebelum kedatangan Tuhan Yesus, Allah
membuat sistem tata cara korban di dalam ibadat bangsa
Yahudi sebagai batu penuntun ke arah Kristus. Korban
Kristus adalah sekali untuk selama-lamanya dan tidak
perlu diulang-ulang. DIA mati dan bangkit bagi kita yang
percaya kepada-Nya.
“Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung,
yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia
yang lebih utama dalam segala sesuatu.“ Kolose 1:18
Di sini kita melihat bahwa bukan saja pada kelahirannya
Tuhan Yesus adalah“Ciptaan yang Baru” tetapi juga pada
kebangkitan-Nya.
Di sinilah titik pengharapan orang Kristen. Kita tidak
dapat beridentifikasi dengan Tuhan Yesus di dalam
kedatangan-Nya di dalam dunia ini (kelahiran perawan),
itu adalah hal unik yang dilakukan Allah melalui Maria.
Tetapi kita memiliki pengharapan sama seperti Kristus
dibangkitkan dari antara orang mati sebagai buah sulung
dari ciptaan yang baru. Demikian pula kita pada hari
kedatangan-Nya akan mengenakan tubuh yang serupa dengan
tubuh-Nya.
3. Ajaran-Nya Yang Mengubahkan Manusia
Sebelum Lahirnya Tuhan Yesus banyak guru-guru dan
nabi-nabi mengajarkan etik dan moral kepada manusia.
Kebanyakan dari mereka mengalami kegagalan. Ajaran
mereka hanya dicatat sebagai ide yang sulit dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari manusia. Yesus datang dengan
mewahyukan suatu sistem etika yang sama sekali berbeda.
Apa yang dihargai begitu tinggi oleh dunia ini seperti
kekuasaan, kekuatan, keindahan, bahkan kebenaran
sekalipun bukanlah menjadi obyek yang harus dimiliki dan
dikuasai. Sebaliknya Ia datang dan menggambarkan di
depan kita sebuah kerajaan yang beroperasi secara tidak
kasat mata, kontradiktif, revolusioner, dan sangat
subversif bagi sistem dunia yang ada.
• Orang Yahudi sangat menjunjung tinggi pewahyuan dan
kesalehan.
• Orang Romawi sangat menjujung tinggi kekuatan dan
kekuasaan.
• Orang Yunani sangat menjunjung tinggi hikmat dan
keteraturan.
Tuhan Yesus datang dan menjungkirbalikkan semua
idealisme tersebut dengan menggunakan
perumpamaan-perumpamaan yang jauh berbeda.
Gambaran-gambaran seperti domba, benih, anak kecil
sangatlah mengusik ide-ide yang sudah lama tertanam di
dalam peradaban-peradaban tersebut. Setelah Tuhan Yesus
naik ke surga, hal ini dilanjutkan oleh murid-murid-Nya.
Bagaimana mereka mengubah brutalitas kekaisaran Romawi,
kesombongan intelektual Yunani, dan keangkuhan spiritual
bangsa Yahudi - dengan kelemahlembutan, kesederhanaan,
penundukan diri, kesucian hidup dan kasih kepada semua
orang.
Etika yang berlaku di dunia sebelum Tuhan Yesus (keadilan
bertangan besi; mata ganti mata gigi ganti gigi) berubah
menjadi kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu manusia.
Kekaisaran Romawi runtuh bukan karena kekuatan tetapi
karena revolusi kasih yang mengubahkan hati manusia.
Hikmat Yunani dikuduskan; bukan lagi menjadi sumber
kesombongan tetapi menjadi pemikiran yang ditundukkan
untuk mengenal kebenaran. Idealisme spiritual bangsa
Yahudi digenapi bukan hanya di dalam peristiwa-peristiwa
rohani yang dahsyat tetapi di dalam tindakan-tindakan
sederhana seperti berbagi roti dan anggur.
Dengan mempertimbangkan ketiga poin di atas, kita
sungguh melihat bahwa kelahiran Tuhan Yesus adalah
peristiwa yang membelah sejarah. Bukan tentang
penanggalan (Tarikh) tetapi ini adalah penggenapan dari
apa yang dahulu merupakan bayangan, kini menjadi
realitas.
Perubahan moralitas dari yang dahulu bersifat ‘gigi
ganti gigi‘ menjadi moralitas yang bersifat restoratif
dan juga mengenai pengharapan akan kedatangan-Nya yang
kedua kali. Mengapa kita menghitung tanggal sekarang
maju dari tahun 2017 menuju 2018? Karena kita tahu
penanggalan tidak akan berlangsung selamanya. Akan ada
waktu di mana Dia akan tiba dan mengakhiri penanggalan
tersebut di dalam kedatangan-Nya yang kedua kali. Itulah
sebabnya kelahiran Tuhan Yesus sangat unik dan tidak ada
bandingannya di dalam sejarah sebagai suatu permulaan
yang baru. Tuhan Yesus memberkati. (AL)