KITAB AYUB DAN TEOLOGI RETRIBUTIF
2 Teologi Retributif adalah salah satu tiang ilmu
filsafat yang bersifat universal. Paham ini dikenal di
berbagai peradaban dunia dengan nama yang berbeda-beda.
Ada yang mengenalnya sebagai ‘karma’. Peradaban Mesir
Kuno mengenal konsep ini di dalam “The Egyptian Book of
the Dead” di mana hati manusia akan ditimbang oleh para
dewa untuk menilai kemurnian hatinya yang akan
menentukan apakah orang itu akan diizinkan untuk masuk
keabadian. Peradaban Timur Jauh juga mengenal hal ini
dengan konsep “keadilan langit”.
Pada dasarnya Teologi Retributif adalah prinsip bahwa
perbuatan baik akan diberkati dan perbuatan jahat akan
dihukum. Persamaan ini terlihat sangat sederhana, tetapi
sangatlah mendasar. Teologi Retributif yang melampaui
kehidupan jasmani inilah yang menjadi dasar
yurisprudensi ilmu hukum. Di dalam persidangan, jika
aparat penegak hukum tidak mampu mengumpulkan bukti yang
kuat dan penuntut umum tidak mampu membangun kasus
penuntutan dengan sempurna, maka hakim akan selalu
diperhadapkan dengan dilema; menghukum orang yang tidak
bersalah, atau membiarkan orang yang bersalah bebas.
Dua-duanya merupakan pilihan yang tidak enak, namun
menghukum orang dengan ketidakjelasan barang bukti
adalah kejahatan yang lebih besar.
Dalam kasus seperti ini, hakim, biasanya akan berkata
seperti ini:
“Saudara terdakwa, karena kekurangmampuan penuntut umum
dan kecacatan barang bukti/saksi, maka saya sebagai
hakim harus menyatakan Saudara tidak bersalah, meskipun
hati nurani saya yang terdalam merasa bahwa Saudara
sebenarnya bersalah.
Namun Saudara terdakwa jangan bersenang hati dahulu,
karena nanti Saudara harus berdiri lagi di hadapan suatu
mahkamah, dan mahkamah itu tidak pernah kekurangan bahan
bukti, dan Saudara harus mempertanggungjawabkan semua
perbuatan Saudara di hadapan Hakim di atas semua hakim.”
Ini adalah sebuah contoh sederhana Teologi Retributif
dijalankan. Tanpa kepercayaan kepada hal ini, yang
terjadi adalah ‘Court of Mob Justice’ (pengadilan
jalanan) yang akhirnya berdampak kepada kekacauan
masyarakat dan anarkisme.
Iblis mengerti akan hal ini, dan di dalam kitab Ayub
mencatat kisah hidup Ayub yang mengilustrasikan prinsip
Teologi Retributif.
1. Ayub adalah Orang yang Takut akan Tuhan
Kitab Ayub jelas mencatat bahwa Ayub adalah seseorang
yang hidupnya tidak bercela di hadapan Tuhan. Tuhan
sendiri menyatakannya:
“Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau
memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di
bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”” (Ayub 1:8)
“Firman TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan
hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti
dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan
Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam
kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan
dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.”” (Ayub 2:3)
Di dalam Ayub 31, kitab Ayub mencatat beberapa aspek
dari kesalehan hidupnya:
a. Secara seksual, Ayub adalah seorang yang
sungguh-sungguh menjaga moralitas pribadinya.
“Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku
memperhatikan anak dara?” (Ayub 31:1)
b. Secara spiritual, Ayub tidak pernah tercobai untuk
mencari berkat dan pertolongan dari illah-illah lain.
c. Sebagai seorang pemimpin ia telah bertindak adil
kepada semua karyawannya, dan ia tidak pernah melalaikan
kesejahteraan karyawannya; bahkan keluarga mereka.
2. Iblis Tahu akan Adanya Teologi Retributif
Ia tidak mempertanyakan hal itu; ia mempertanyakan
MOTIVASI di balik ketaatan Ayub.
a. Iblis menuduh bahwa motivasi Ayub takut kepada Allah
dan menjauhi kejahatan semata-mata karena prinsip
Teologi Retributif; bahwa ada BERKAT yang sangat besar
di balik ketaatan Ayub kepada Allah.
Allah menganggap sangat serius tuduhan Iblis tersebut
sehingga Ia mengizinkan Iblis menyerang Ayub dua kali,
baik dari segi keluarga, kekayaan, dan kesehatan tubuh
Ayub. Tuduhan iblis pada dasarnya: ketaatan Ayub adalah
ketaatan yang dibeli karena berkat Allah (mercenary
obedience).
(Perkataan Iblis):
“Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan
rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang
dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya
makin bertambah di negeri itu.” (Ayub 1:10)
“Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Kulit ganti kulit!
Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti
nyawanya. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah
tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di
hadapan-Mu.”” (Ayub 2:4-5)
b. Allah justru memakai peristiwa ini untuk membawa iman
Ayub naik ke dimensi yang baru. Allah sangat percaya
bahwa Ayub sanggup untuk menanggung semua ujian-ujian
ini. Kitab Ayub adalah pembuktian dari 1 Korintus 10:13,
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan
manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan
membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu
kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,
sehingga kamu dapat menanggungnya.”
3. Teman-teman Ayub Hanya Tahu Teologi Restributif
Teman-teman Ayub tidak dapat melihat proses yang sedang
terjadi di belakang semua peristiwa yang dialami Ayub.
Bagi mereka, TEOLOGI RETRIBUTIF ADALAH SEGALANYA; orang
benar pasti diberkati, orang jahat pasti dihukum. Ayub
kelihatannya sedang dihukum, berarti Ayub pastilah orang
jahat. Ada kejahatan yang Ayub lakukan yang tidak
diakuinya.
Elifaz, Bildad, dan Zofar, menyerang Ayub bertubi-tubi,
hingga Elihu muncul terakhir kalinya untuk menenangkan
keadaan dengan menegur semua pihak, termasuk Ayub.
Elihu menyatakan bahwa kita sebenarnya sedang di dalam
ketidaktahuan tentang rencana Allah yang besar di balik
semua kekacauan yang terjadi. Pernyataan Elihu membuka
jalan untuk Tuhan muncul dan berbicara.
4. TUHAN Muncul dan Berbicara
Pada Ayub Pasal 38-42, giliran Tuhan yang berbicara
menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Allah
menantang Ayub untuk menjelaskan proses keseimbangan
yang terjadi di alam semesta, dimulai dari jagat raya
sampai kepada keseimbangan ekosistem bumi. Bagaimana
semua hewan, mulai dari predator yang besar sampai
kepada mahluk yang terkecil sekalipun; diberi makan dan
dipelihara oleh Tuhan.
Ayub langsung mengerti dan menangkap maksud Tuhan di
balik ‘display’ kekuasaan yang sedang ditunjukkan-Nya.
Jikalau Allah sanggup mengurusi alam semesta ini mulai
dari ‘Jagat Ageng’ (Macrocosmos: Galaxy dan bintang
bintang) sampai kepada ‘Jagat Alit’ (Microcosmos: sel
dan molekul), apakah Ia tidak bisa bertanggung jawab dan
memelihara kehidupan kita semua? Respon Ayub akan hal
ini dirangkum dalam pernyataan Ayub 42:5,
“Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,
tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.”
Ternyata, pelajaran di balik ini semua adalah: ada
sesuatu yang LEBIH TINGGI dari sekedar pengertian akan
TEOLOGI RETRIBUTIF, yaitu PENGENALAN AKAN PRIBADI TUHAN.
Inilah yang Tuhan gunakan untuk mematahkan tuduhan Iblis
bahwa ketaatan kita sebagai anak-anak-Nya hanyalah
ketaatan yang dibeli (mercenary obedience);
diiming-imingi berkat. Tidak! Bagi anak-anak Tuhan yang
MENGENAL Pribadi Tuhan, kita taat kepada-Nya dan takut
akan Dia karena itu adalah hal yang benar untuk
dilakukan! Allah akan sanggup membanggakan kita di
hadapan Si Musuh karena kita telah menunjukkan
pengenalan akan Tuhan yang sungguh- sungguh.
Melewati proses itu, Teologi Retributif terjadi lagi
pada Ayub. Setelah lulus dari ujian pertama, Ayub
diberkati dua kali lipat di dalam semua aspek di mana ia
diserang oleh Si Iblis. Namun ada sesuatu perubahan yang
terjadi; iman Ayub masuk ke dimensi yang lebih tinggi.
Iman Ayub tidak bisa lagi dituduhkan bahwa itu adalah
iman yang bisa dibeli tetapi IMAN YANG SUNGGUH MURNI
BERDASARKAN PENGENALAN AKAN TUHAN.
Di masa kini kita sedang dalam keadaan berdiam diri di
bawah pengaruh serangan COVID-19, adalah waktu yang
sangat tepat untuk menguji diri kita sendiri. Kita belum
tahu maksud Tuhan mengizinkan serangan COVID-19 ini
terjadi. Mungkin banyak dari kita telah mengalami banyak
kehilangan seperti Ayub. Karena itu inilah waktu bagi
kita untuk duduk merendahkan diri, mencari wajah Tuhan,
sampai Ia sendiri datang untuk menolong dan membela kita.
Iman kita akan naik ke Dimensi yang Baru. (AL)