MEMAKNAI PERBUATAN
ORANG PERCAYA
Identitas, Bukan Legalisme
Kita
diselamatkan karena anugerah bukan karena perbuatan. Hal
ini sebagaimana disampaikan Paulus kepada jemaat di
Efesus,
“Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu
bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu,
supaya tidak ada orang yang memegahkan diri.”
Efesus 2:8-9 TB2
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah
selanjutnya perbuatan-perbuatan kita sebagai orang
percaya tidak memiliki arti sama sekali? Jika jawabannya
adalah “iya”, maka ekses yang dapat ditimbulkan dengan
kesalahpahaman seperti ini adalah menyepelekan
perbuatan-perbuatan sebagai orang beriman dan pada
akhirnya tidak mempedulikan perbuatannya. Benarkah
demikian?
Bagaimana kita dapat menjelaskan tulisan Yakobus saat ia
dengan inspirasi Roh Kudus mengatakan,
“Apa gunanya, Saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan
bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai
perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?”
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, iman itu pada hakikatnya mati.
Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak,
anaknya, diatas mezbah?
Engkau lihat bahwa iman bekerja sama dengan
perbuatan-perbuatannya dan karena perbuatan-perbuatan
itu iman menjadi sempurna.”
Yakobus 2:14, 17, 21-22 TB2
Apakah hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
kontradiksi antara Paulus dan Yakobus dalam tulisan
mereka yang sama-sama diinspirasi oleh Roh Kudus?
Tentunya tidak demikian.
Untuk dapat memahami benang merah antara Paulus dengan
Yakobus, Yohanes dalam tulisan-tulisannya (Injil Yohanes,
Surat Yohanes 1-3) memberikan kepada kita pemahaman yang
bukan saja memberikan kejelasan bahwa tidak ada
kontradiksi antara Paulus dan Yakobus, tetapi juga
betapa perbuatan-perbuatan kita sebagai orang percaya
memiliki arti yang sangat penting.
Pada kesempatan ini ada 4 (empat) hal yang patut kita
renungkan dan pelajari dari tulisan Yohanes terkait
dengan hal tersebut, berdasarkan tulisan dari John
Christopher Thomas, seorang Profesor Studi Biblika
Clarence J. Abbott di Seminari Teologi Pantekosta,
Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat berjudul Grace and
Works – A Johannine Perspective.
1. PERBUATAN MENGUNGKAPKAN ASAL USUL ATAU GARIS
KETURUNAN SESEORANG
Tentunya yang dimaksudkan bukan secara lahiriah.
”Anak-anak, janganlah membiarkan seorang pun menyesatkan
kamu.
Siapa yang melakukan kebenaran adalah benar, sama
seperti Dia adalah benar.
Siapa yang tetap berbuat dosa berasal dari Iblis, sebab
sejak semula Iblis terus-menerus berbuat dosa.
Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu
supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis.
Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak terus-menerus
berbuat dosa. Sebab, benih ilahi tetap ada di dalam dia
dan ia tidak dapat terus-menerus berbuat dosa, karena ia
lahir dari Allah.
Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis:
Setiap orang yang tidak melakukan kebenaran tidak
berasal dari Allah, demikian juga siapa saja yang tidak
mengasihi saudaranya.”
1 Yohanes 3:7-10 TB2
Nyatalah bahwa perbuatan seseorang menunjukkan apakah ia
adalah anak Allah atau anak Iblis. Perbuatan-perbuatan
menurut Yohanes dihasilkan secara alami karena asal usul
seseorang – sama seperti buah dihasilkan oleh pokok
anggur sejati. Jadi, jika seseorang berasal dari Allah,
itu akan nampak dari perbuatan-perbuatannya.
Dalam bagian lain kembali ditegaskan oleh Yohanes dalam
Yohanes 8:39-42 TB2,
“Jawab mereka kepada-Nya: "Bapa kami ialah Abraham."
Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau sekiranya kamu
anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan
yang dikerjakan oleh Abraham. Namun, sekarang kamu
berusaha membunuh Aku, seorang yang mengatakan kebenaran
kepadamu, kebenaran yang Kudengar dari Allah. Pekerjaan
yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu
melakukan pekerjaan bapakmu sendiri."
Jawab mereka, "Kami tidak dilahirkan dari zina. Bapa
kami satu, yaitu Allah." Kata Yesus kepada mereka, "Jikalau
Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku
datang dari Allah dan sekarang Aku ada di sini. Lagi
pula Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri,
melainkan Dialah yang mengutus Aku.”
Perbuatan seseorang menyingkapkan asal usul seseorang,
karena perbuatan seseorang menunjukkan identitas
orangtuanya. Apakah perbuatannya konsisten dengan
perbuatan “bapaknya”, apakah itu Abraham (Yohanes 8:39)
atau Iblis. (Yohanes 8:41, 44)
2. PERBUATAN MENGUNGKAPKAN HUBUNGAN SESEORANG DENGAN
TUHAN ATAU SETAN, DENGAN TERANG ATAU GELAP
Seperti halnya dengan asal usul, perbuatan mengungkapkan
hubungan seseorang dengan terang keselamatan atau dengan
kegelapan.
“Inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia,
tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang,
sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.
Sebab siapa yang berbuat jahat, membenci terang dan
tidak datang kepada terang itu, supaya
perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak.
Namun, siapa yang melakukan yang benar, ia datang kepada
terang, supaya menjadi nyata bahwa
perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah."
Yohanes 3:19-21 TB2,
Seseorang bisa saja menyatakan bahwa dirinya mengasihi
Tuhan Yesus, menyanyikan lagu pujian cinta kepada-Nya.
Namun, pada akhirnya semuanya akan tampak nyata dari
perbuatan-perbuatannya. Ingatlah bahwa perbuatan
berbicara lebih keras daripada perkataan. Orang yang
melakukan perbuatan yang jahat tidak mungkin mengasihi
Tuhan, sebab jika ia mengasihi Tuhan maka ia akan
melakukan yang benar dan ia akan datang kepada terang.
Dengannya perbuatan-perbuatannya tampak nyata karena
dilakukan dalam Allah yang adalah Terang itu sendiri.
Sebaliknya mereka yang berbuat jahat membenci terang dan
tidak mungkin datang kepada terang.
3. PERBUATAN MENJADI DASAR PENILAIAN TERHADAP ORANG
BERIMAN
Jika kita membaca dalam Wahyu 2-3, kita akan mendapai
fakta bahwa Tuhan Yesus yang bangkit dari kematian, naik
ke Surga dan duduk di sebelah kanan Bapa memberikan
evaluasi terhadap kehidupan jemaat-jemaat berdasarkan
perbuatan mereka.
Jemaat Efesus dipuji karena jerih payah dan ketabahan
mereka, ketidaksabaran mereka terhadap orang-orang jahat,
bagaimana mereka menguji dan mendapati rasul palsu.
Jemaat Efesus juga dipuji karena tabah dan sabar
menderita karena nama Yesus serta tidak mengenal lelah.
Namun demikian, mereka juga dicela Yesus karena telah
meninggalkan kasih yang semula, yang menurut pemandangan
Tuhan adalah sebuah kejatuhan yang dalam. Mereka disuruh
untuk bertobat dan melakukan lagi sebagaimana mereka
lakukan semula.
Selain jemaat Efesus, keenam jemaat lainnya juga
mendapatkan penilaian dari Tuhan Yesus atas dasar
perbuatan mereka. Peniliaian yang diberikan itu baik
berupa pujian dan atau teguran. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan simbiosis antara perbuatan seseorang dan
hubungan seseorang dengan Yesus.
4. PERBUATAN MEMPUNYAI NILAI KEKAL
Rasul Yohanes dengan inspirasi Roh Kudus menulis kepada
jemaat dalam Wahyu 14:13 TB2,
“Kemudian aku mendengar suara dari surga berkata,
“Tuliskan: Berbahagialah orang-orang mati yang mati
dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya
mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka,
karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."
Perbuatan orang saleh akan mengikuti mereka bahkan
setelah kematian. Kita melihat bagaimana Roh Kudus
menghormati dan menggunakan kesaksian perbuatan
orang-orang percaya sekalipun mereka telah meninggal (misal
para nabi Perjanjian Lama dan rasul Perjanjan Baru serta
jemaat mula-mula).
Jika kita menyimak keempat ulasan singkat diatas, maka
jelaslah bagi kita bagaimana perbuatan-perbuatan orang
percaya memiliki makna yang penting. Kita tidak dapat
mengesampingkan atau menyepelekan perbuatan kita sebagai
orang percaya, sehingga adalah sebuah kesalahpahaman
yang tragis jika kita menganggap karena anugerah maka
perbuatan kita tidak memiliki arti apa-apa terhadap
kehidupan kita.
Perbuatan-perbuatan orang percaya bukanlah sebuah bentuk
legalisme. Perbuatan menjadi identitas kita sebagai
orang percaya, sekaligus menjadi dasar penilaian
terhadap orang percaya sebagaimana Tuhan Yesus lakukan
kepada ketujuh jemaat dalam kitab Wahyu. Maranatha. (DL)