MEMBERI DALAM KEMURAHAN HATI
“Hendaklah
kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Lukas 6:36
Murah hati (Yun: oiktirmon) adalah salah satu sifat
Allah yang dinyatakan kepada kita umat-Nya. Kemurahan
hati Allah nampak dalam hal menyatakan pengampunan (Roma
2:4-5), pemilihan (Roma 9) serta pemberian (Matius
20:8-16).
Ayat yang menjadi nats pembacaan kita, Lukas 6:36,
tentunya tidak dapat dilepaskan dari konteks ayat 30
yang mengatakan:
“Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan
janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil
kepunyaanmu.”
Artinya, sikap murah hati kita harus juga dinyatakan
dalam hal pemberian kita, bahwa kita harus bermurah hati
dalam memberi kepada mereka yang membutuhkan (ayat 30).
Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu,
kepada setiap orang yang kekurangan dan membutuhkan apa
yang kamu miliki dengan berlebih.
Berilah kepada mereka yang tidak mampu mencukupi diri
sendiri dan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat
menolong mereka. Kristus ingin agar murid-murid-Nya siap
memberi dan berbagi.
Memberi dalam kemurahan hati bukan hanya diwujudkan
dalam pemberian yang bersifat horizontal, pemberian
diantara sesama manusia, namun juga pemberian secara
vertikal, yakni persembahan kita kepada Tuhan. Secara
literal tentu kita tidak bisa memberikannya secara
langsung kepada Tuhan; melainkan melalui gereja yang
merupakan institusi yang sah dan valid untuk mengelola
segala bentuk persembahan tersebut, guna perluasan
pekerjaan Tuhan dan kerajaan-Nya di muka bumi.
Memberi dalam kemurahan hati adalah pemberian dimana
tolok ukurnya bukan lagi perhitungan logis (cukup atau
tidak cukup, seberapa besar pengeluaran dan seberapa
besar yang dapat dipersembahkan), bukan seberapa besar
kekayaan materi kita, melainkan kekayaan kemurahan hati
kita. Terkait dengan hal ini, rasul Paulus memuji jemaat
Makedonia,
“Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu
tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada
jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat
dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan
meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam
kemurahan.
Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut
kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.
Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak
kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia
untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada
orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari
pada yang kami harapkan...”
2 Korintus 8:1-5
Belajar dari teladan jemaat di Makedonia sebagaimana
disaksikan Paulus, secara faktual situasi dan kondisi
sebenarnya tidak mendukung dan memberikan motivasi
jemaat Makedonia untuk memberi bahkan orang lain dapat
memaklumi jika mereka tidak memberi karena penderitaan
dan kemiskinan yang dialami. Yang mendorong mereka untuk
memberi bahkan melampaui kemampuan mereka adalah
kekayaan dalam kemurahan hati. Pemberian yang melampaui
logika, melampaui hitung-hitungan ekonomi manusia hanya
dapat dilakukan karena kemurahan hati.
Kemurahan hati dimiliki jemaat Makedonia, karena mereka
telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus,
bahwa Ia, yang oleh karena kita menjadi miskin,
sekalipun Ia kaya, supaya kita menjadi kaya oleh karena
kemiskinan-Nya. Dan untuk membuat semua itu terealisasi,
Tuhan Yesus rela mati untuk kita, karena Dia mengasihi
kita. Alkitab berkata,
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih
seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat -
sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku,…”
Yohanes 15:13-14a
Adakah pemberian lain yang lebih murah hati dibandingkan
dengan menyerahkan nyawa bagi orang lain? Memberi dalam
kemurahan hati datang karena kasih. Karena Tuhan Yesus
lebih dahulu mengasihi kita, dan kita mengasihi Dia,
inilah yang mendorong kita untuk memberi dalam kemurahan
hati.
Jemaat Korintus tentu juga telah mengenal kasih karunia
Tuhan kita Yesus Kristus seperti halnya jemaat Makedonia.
Itu sebabnya Paulus mengingatkan dan mendorong bukan
dengan paksaan agar jemaat di Korintus merealisasikan
persembahan mereka dengan kerelaan hati.
Orang yang suka perhitungan akan sulit memahami konsep
kemurahan hati. Hal ini dapat kita lihat dalam Matius
20:8-16. Si pemilik kebun anggur membagikan upah yang
sama, masing-masing 1 (satu) dinar kepada para pekerja
yang bekerja di kebun anggurnya mulai dari yang masuk
terakhir hingga masuk terdahulu. Mereka yang masuk
bekerja terdahulu protes dan merasa diperlakukan tidak
adil, sekalipun pemilik kebun anggur sudah memberikan
upah sesuai dengan kesepakatan. Mengapa mereka protes?
Karena iri hati! Mereka yang tidak memiliki kemurahan
hati akan cenderung menjadi iri hati.
Bagaimana dengan kita? Bukankah sama seperti jemaat
Makedonia dan jemaat Korintus, kita juga telah mengenal
kasih karunia Tuhan Yesus? Adakah pengenalan akan kasih
karunia tersebut membuat kita menjadi kaya dalam
kemurahan hati sehingga kita dapat memberi melampaui
kemampuan; bahkan pemberian yang melampaui perhitungan
secara logika?
Prinsip memberi dalam kemurahan hati seharusnya
diterapkan dalam keseharian hidup suami istri, dalam
berumah tangga. Memberi dalam kemurahan hati dilandasi
karena suami dan istri saling mengasihi, karena kasih
Kristus telah mengikat mereka.
Paulus dengan inspirasi Roh Kudus dalam Efesus 5:25
menyatakan,
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah
mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”
Dalam ayat ini sangat jelas bagaimana seharusnya suami
rela menyerahkan dirinya bagi istrinya seperti Kristus
menyerahkan diri-Nya bagi jemaat. Kalau dirinya sendiri
saja rela diserahkan bagi istrinya, bukankah materi,
harta dan lain-lain sebenarnya menjadi hal-hal yang
terlalu kecil untuk diberikan?
Selain mempraktikkan dalam hidup sehari-hari antara
suami-istri, praktik memberikan persembahan sulung
setiap tahun yang dilakukan oleh jemaat GBI Jl. Jend.
Gatot Subroto bukan terjadi karena paksaan, tetapi
menurut kerelaan hati dan kekayaan kemurahan hati dari
jemaat, juga adalah contoh yang konkrit serta tolok ukur
yang valid untuk menguji apakah kita memberi dalam
kemurahan hati.
Secara logika, rasanya mana mungkin kita mempersembahkan
seluruh penghasilan kita? Nanti untuk biaya hidup
sehari-hari bagaimana? Jika ada hal yang terjadi
mendesak dan mendadak bagaimana? Inilah yang menjadi
penyebab kekuatiran serta keraguan tidak sedikit orang
dalam memberikan persembahan sulung. Tapi kekayaan dalam
kemurahan hati pasti memampukan kita memberi melampaui
perhitungan logika kita.
Where there is a will, there is a way. Dimana ada
keinginan, disitu pasti ada jalan. Bertahun-tahun
praktik mempersembahkan persembahan sulung kita
laksanakan, sudah banyak mereka yang membuktikan
pemeliharaan dan penyertaan Tuhan. Jika kita masih
berkutat dengan keraguan, perhitungan kurang atau cukup,
jika tidak ada keinginan untuk mempraktekkan sampai
kapan pun kita tidak akan menemukan jalan untuk
melakukannya. Tapi jika kita memiliki keinginan dan
kerinduan untuk memberikan persembahan sulung, Tuhan
pasti memberikan hikmat dan jalan untuk melakukannya,
sebagaimana perintah yang mendahului Amsal 3:9-10, ayat
5 menyatakan:
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
Yang tidak kalah menariknya adalah ada orang yang
disibukkan dengan perhitungan-perhitungan seberapa besar
jumlah yang harus dipersembahkan jika bermaksud
memberikan persembahan sulung? Kemudian seakan
menjadikan pemimpin rohani atau bagian pengajaran di
gereja sebagai bagian fatwa perhitungan besaran jumlah
nominal persembahan sulungnya. Tentu tidak ada salahnya
untuk bertanya, sebab setiap pemimpin rohani memang
Tuhan tempatkan untuk menuntun dan menggembalakan kita
menuju kedewasaan rohani. Namun yang dimaksudkan disini,
biarlah pemberian kita bukan berdasarkan paksaan,
melainkan kerelaan hati, kemurahan hati, dan karena kita
telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus bagi kita.
Dengan demikian kita mampu melakukannya dengan sukacita
tanpa dipusingkan dengan perhitungan yang terlalu
mendetail. Prinsipnya sangat sederhana, secara umum
persembahan sulung adalah seluruh upah/gaji/penghasilan
yang kita terima di bulan Januari dan kita persembahkan
di bulan Februari. Persembahan sulung adalah berkat yang
kita terima dari Tuhan dan kita kembalikan kepada Tuhan.
Tidak sedikit yang bertanya, “Apa dampak setelah
memberikan persembahan sulung?” Kita percaya Tuhan
memperhitungkan mereka yang taat melakukan firman-Nya.
Apa yang Tuhan kerjakan bagi masing-masing orang tentu
berbeda, tapi satu hal yang pasti, memberikan
persembahan sulung menjadikan kita pribadi-pribadi yang
semakin diperkaya dalam kemurahan hati seperti jemaat
Makedonia. Selamat memberi dalam kemurahan hati! Tuhan
Yesus memberkati. (AR)