MEMBERI DENGAN TAAT DAN SUKACITA ADALAH KORBAN YANG HIDUP
Maka Ia bertanya kepada mereka:
“Gambar dan tulisan siapakah ini?”
Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata
Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa
yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Matius 22:20-21)
Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti
anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih,
sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan
telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai
persembahan dan korban yang harum bagi Allah. (Efesus
5:1-2)
Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu,
malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena
aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu
persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan
yang berkenan kepada Allah. Allahku akan memenuhi segala
keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam
Kristus Yesus. (Filipi 4:18-19)
Topik terbesar yang paling sering diajarkan oleh Tuhan
Yesus adalah mengenai uang dan harta milik. Di dalam
kisah Tuhan Yesus dengan hikmat Ilahi mengalahkan
kecerdikan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi yang ingin
menjebaknya dengan bertanya apakah sah membayar pajak
kepada Kaisar? Tuhan Yesus menjawab dengan mengajarkan
bahwa kepemilikan atas dirham perak tersebut didasarkan
karena ada cetakkan rupa Kaisar di atas mata uang
tersebut. Di dalam kekaisaran Romawi semua emas dan
perak secara teknis adalah milik Kaisar, dan
“dipinjamkan” kepada yang membawa mata uang tersebut
karena mereka beroperasi di bawah sistem ekonomi Roma
dan menghormati kepemilikan kaisar atas semua emas dan
perak.
Prinsip yang sama berlaku atas hidup kita sebagai orang
percaya. Apakah nilai yang diwakili oleh secarik uang
kertas? Sebetulnya uang tersebut melambangkan kehidupan
kita. Waktu, tenaga, usaha, daya cipta yang kita buang
dan ditukarkan untuk mendapatkan secarik uang kertas
tersebut. Namun jika kita bertanya dimanakah Allah
menaruh gambar dan rupa-Nya di dalam alam semesta ini,
maka jawaban yang semestinya adalah Allah telah menaruh
gambar dan rupa-Nya di dalam diri kita semua sebagai
manusia, dan kita “diijinkan” oleh DIA untuk beroperasi
dan mengambil bagian di dalam sistem ekonomi Kerajaan
Allah, di mana kita memperoleh keberhasilan.
Sama seperti pajak Romawi adalah pengakuan atas
kemurahan hati kaisar yang mengijinkan rakyatnya
mengambil bagian di dalam sirkulasi keuangan di dalam
kekaisaran Romawi, demikianlah persembahan yang kita
kembalikan kepada Tuhan mengekspresikan penghormatan
kita kepada Allah sebagai pemilik atas seluruh sirkulasi
keuangan dalam kehidupan kita.
Dengan pengertian seperti di atas inilah kita dapat
mengerti ulasan Paulus ketika ia menyampaikan prinsip
mengenai pengorbanan. Prinsip sederhananya adalah “no
worship without sacrifice” (tidak ada penyembahan tanpa
pengorbanan). Di dalam Efesus 5:1-2 pengorbanan Tuhan
Yesus di atas kayu salib digambarkan sebagai salah satu
bagian korban Imamat di dalam Perjanjian Lama yaitu tiga
jenis korban yang bersifat sukarela (korban bakaran,
korban sajian, korban pendamaian) yang menurut tradisi
Yahudi asap yang naik ke sorga berwarna putih dan
merupakan korban yang harum di hadapan Tuhan; sedangkan
dua korban lainnya yang bersifat wajib (korban penghapus
dosa dan korban pelanggaran) asap yang naik berwarna
hitam dan tidak berbau harum.
Di dalam kasus ini Paulus sedang menggambarkan sikap
hati Tuhan Yesus yang dengan sukarela mempersembahkan
hidupnya di atas kayu salib; bukan sebagai keharusan
untuk menghapus dosa manusia, tetapi dilakukannya dengan
sukarela untuk menyenangkan hati Bapa.
Di dalam Filipi 4:18-19 istilah yang sama juga dipakai
oleh Paulus untuk menggambarkan kerelaan jemaat Filipi
untuk memberi persembahan misi dalam rangka mendukung
pekerjaan pemberitaan Rasul Paulus jauh melebihi
kemampuan finansial mereka. Di dalam hal ini pemberian
mereka sudah sampai ditingkat pengorbanan.
Tidak heran Paulus; karena menemukan unsur-unsur
tersebut di atas (kerelaan, ketaatan, sukacita) berani
menggunakan istilah yang sama di dalam menggambarkan
korban finansial yang dilakukan oleh jemaat di Filipi
dengan istilah yang sama yang dipakai olehnya untuk
menggambarkan korban Tuhan Yesus di Kayu Salib.
Prinsipnya sangat nyata; Tuhan Yesus di dalam menyatakan
ketaatannya kepada kehendak Bapa dengan sukarela dan
sukacita taat sampai kepada kematian, karena memang
itulah misi yang ditetapkan oleh Bapa untuk
diselesaikan-Nya.
Kita tidak dibebani tugas yang seperti itu. Tidak ada
gunanya untuk kita mati di kayu salib dan mencurahkan
darah kita. Namun kepada kita diberikan tugas untuk
memberitakan injil (kabar baik apa yang telah dilakukan
Yesus Kristus untuk manusia), apakah dengan cara pergi
memberitakan injil maupun mendukung mereka yang bertugas
pergi memberitakan injil juga adalah bentuk ketaatan
kita yang “ekstrim” kepada kehendak Bapa dengan penuh
perngorbanan. Amin.