MENANG KARENA PENGURAPAN
Dewasa ini, kehidupan sudah berubah
selayaknya suatu kompetisi yang ketat. Lingkungan
pekerjaan atau sekolah menuntut kita memiliki pencapaian
yang spektakuler untuk dapat terus eksis dan diakui
keberadaannya. Setiap orang dapat saja memanfaatkan
koneksi orang dalam, menjilat atasan, menonjolkan
keahlian yang mumpuni, atau kekayaan orang tua untuk
dapat memenangkan ‘kompetisi’ itu. Namun, sebagai Insan
Pentakosta yang diurapi Tuhan, apakah cara kita
memperoleh kemenangan sama dengan orang dunia? Kali ini,
kita akan belajar mengenai cara Tuhan memberikan
kemenangan kepada umat-Nya yang diurapi.
Pola kemenangan kita, sebagai orang percaya, dapat
diadaptasi dari cara orang Israel menang dalam setiap
peperangan yang diceritakan di dalam Alkitab. Sebagai
bangsa yang ada di kawasan Timur Dekat (NearEast) kuno,
misalnya Mesir atau Mesopotamia, Israel memiliki budaya
perang yang berbeda dengan bangsa di sekitarnya.
Bangsa-bangsa di wilayah tersebut biasa mengukur
kekuatan militernya melalui jumlah kereta dan kuda
perang yang memadai. Bangsa-bangsa itu memegahkan kuda
dan kereta perang untuk memastikan kemenangan, kuasa,
dan kontrol mereka terhadap bangsa di sekitarnya (Yesaya
31:1-3). Namun, justru Tuhan melarang raja-raja Israel
memelihara banyak kuda untuk tujuan memperkuat
pertahanannya (Ulangan 17:14-20).
RAHASIA KEMENANGAN DI DALAM PEPERANGAN
Lalu, bagaimana bangsa Israel memperoleh kemenangan di
masa itu? Setidaknya ada dua prinsip penting yang
menjadi rahasia kemenangan bangsa Israel di dalam setiap
peperangan.
1. Takut akan Tuhan dan Hidup Sesuai dengan Hukum Taurat
Sikap takut akan Allah adalah natur peperangan orang
Israel. Artinya, kemenangan mereka tidak ditentukan oleh
seberapa banyak pasukan yang terlibat atau berapa banyak
kuda serta kereta yang mereka bawa ke medan peperangan.
Kemenangan Bangsa Israel ditentukan oleh apakah mereka
sedang hidup takut akan Allah atau tidak. Sikap ini yang
akan membawa perkenanan Allah, sehingga Ia leluasa
memberikan kemenangan itu kepada mereka. Sikap takut
akan Tuhan menunjukkan kepercayaan bangsa Israel kepada
Allah, bahwa Ia sanggup dan siap memberikan kemenangan
kepada mereka.
2. Percaya kepada Setiap Janji Tuhan
Tuhan memberikan kemenangan kepada bangsa atau orang
yang terikat perjanjian dengan-Nya. Tanda perjanjian
Tuhan atas seseorang biasa disahkan dengan penumpangan
tangan atau penuangan minyak urapan (2 Timotius 1:6; 1
Samuel 16:1-13).
Mazmur 20:7 berkata,
“Sekarang aku tahu, bahwa Tuhan memberi kemenangan
kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari
sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang
gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya.”
Melalui ayat ini, dapat dipahami bahwa kemenangan tidak
diberikan kepada semua orang. Kemenangan adalah
pemberian Allah kepada orang-orang pilihan-Nya. Tuhan
yang berperang ganti orang yang diurapi-Nya dan Ia pasti
akan menang dalam peperangan itu, sehingga orang
pilihan-Nya dapat menerima kemenangan dari Allah.
HIDUP YANG BERKEMENANGAN
Melalui kedua prinsip tersebut, maka kita, sebagai Insan
Pentakosta, perlu memiliki beberapa spiritualitas khusus
dalam menjalani kehidupan yang adalah medan peperangan
ini, antara lain:
1. Hidup sebagai Pribadi yang Diurapi
Saat peristiwa lahir baru, Roh Kudus diberikan untuk
memeteraikan perjanjian rohani kita sebagai anak-anak
Tuhan (2 Korintus 1:22). Tuhan juga meneruskan karya-Nya
dengan pengalaman Baptisan Roh Kudus dengan tanda awal
berbahasa roh. Baptisan Roh Kudus inilah yang memberikan
kita pengurapan dan kuasa untuk menjalani panggilan kita
dalam menyelesaikan Amanat Agung Tuhan Yesus.
Pengurapan itu yang akan mengajar kita untuk mengerjakan
hal-hal yang sulit dikerjakan oleh orang lain.
Pengurapan akan menuntun kita mengambil keputusan yang
sulit di waktu yang tepat. Pengurapan pula yang akan
memampukan kita menerobos tantangan yang ada saat kita
menjalankan panggilan-Nya. Pengurapan inilah yang
membuat kita berjalan dari kemenangan demi kemenangan.
Namun, sebagai Insan Pentakosta, kita perlu menjaga
pengurapan dengan hidup takut akan Tuhan dan membangun
keintiman dengan Allah. Kekudusan dan keintimanlah yang
akan menjaga urapan kita selalu baru setiap pagi dan
kita akan senantiasa memiliki persediaan “minyak di
dalam buli-buli kita” (Matius 25:1-4). Keintiman dan
hidup dalam kekudusan adalah spiritualitas yang
dibutuhkan Insan Pentakosta untuk memperoleh hidup yang
berkemenangan.
2. Hidup Senantiasa Mengandalkan Tuhan
Mazmur 20:8 mengatakan bahwa saat orang-orang lain
memegahkan kereta dan kuda untuk berperang, umat yang
diurapi Tuhan memilih untuk memegahkan Allah sebagai
sumber kemenangannya. Artinya, saat orang dunia
menjadikan hal-hal selain Tuhan (koneksi orang dalam,
pengalaman kerja yang sophisticated, fasilitas dari
orang tua, dll) sebagai andalan di dalam hidup mereka,
justru kita anak-anak Tuhan seharusnya memilih untuk
mengandalkan Tuhan.
Sikap mengandalkan Tuhan ini dapat diwujudkan dengan
hidup takut akan Allah, tidak tergoda menggunakan jalan
pintas yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya, tidak
menyombongkan ketrampilan dan pengalaman diri, dan tidak
mengandalkan orang lain untuk mencapai kemenangan.
Mengandalkan Tuhan bukan berarti kita berhenti belajar
dan mengembangkan diri. Meningkatkan keahlian dan
keterampilan tentu baik untuk terus dilakukan. Menambah
relasi dan pertemanan yang positif juga perlu untuk
dijalankan supaya wawasan kita terus bertambah. Justru,
saat kita meng-upgrade diri kita sambil mengandalkan
Tuhan, maka Ia akan melimpahkan hikmat dan kemampuan
untuk kita, sehingga kita dapat lebih mudah dalam
belajar atau menguasai suatu ketrampilan baru. Tuhan
juga dapat mempertemukan kita dengan orang-orang yang
tepat untuk mendukung panggilan-Nya dalam hidup kita.
Kemudian, bagaimana dengan orang-orang yang diurapi
tetapi mengalami ‘kekalahan’? Misalnya saat ada orang
Kristen yang takut akan Tuhan, tapi ia kalah tender,
atau anak Tuhan yang gagal dipromosikan oleh atasannya
di kantor. Apakah itu karena dosa? Atau Tuhan sengaja
tidak memberikan kemenangan kepadanya? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita perlu memandang bahwa kemenangan
kita bukan hanya diukur dari kesuksesan dalam pekerjaan
atau prestasi dari standar dunia. Tuhan bisa saja
mengizinkan kita mengalami kegagalan untuk menerima yang
lebih baik atau menyelamatkan kita dari suatu masalah
yang dapat muncul jika kita mengalami ‘kesuksesan’ atau
promosi itu.
Contoh yang paling ideal adalah saat Pribadi yang paling
diurapi, yaitu Yesus Kristus, disalibkan di bukit
Golgota. Bagi dunia, Yesus telah kalah dan gagal dalam
‘perlombaan dunia’. Ia, seolah-olah, tidak berdaya
menghadapi ahli Farisi, Kerajaan Romawi, bahkan Iblis.
Namun, dunia tidak tahu bahwa justru Yesus berhasil
menang dari setiap rintangan dalam menyelesaikan seluruh
panggilan-Nya selama ada di bumi. Yesus menang melawan
ketakutan, intimidasi, pencobaan, dan tentu saja menang
melawan maut. Ia bukan saja menang untuk diri-Nya
sendiri, tetapi Ia juga membawa kemenangan bagi seluruh
umat manusia dari belenggu dosa.
Jadi, kita tetap perlu percaya bahwa Allah pasti
menyediakan kemenangan bagi orang yang diurapi-Nya,
hanya saja kita perlu menggunakan kacamata Allah saat
memandang dan memaknai kemenangan itu.
Cara hidup Insan Pentakosta, sebagai pribadi yang
diurapi, seharusnya berbeda dengan cara hidup orang
dunia; termasuk dalam cara memandang dan meraih
kemenangan. Orang dunia bisa saja mengandalkan hal-hal
duniawi, yang bersifat sementara, untuk meraih
kesuksesan hidup. Namun, Insan Pentakosta memiliki
caranya sendiri dalam menerima kemenangan itu, yaitu
dengan hidup takut akan Allah dan senantiasa
mengandalkan Tuhan. Mari kita mulai membangun kehidupan
yang takut akan Allah, memiliki keintiman yang
berkualitas dengan-Nya, dan senantiasa mengandalkan
Tuhan. Spiritualitas ini yang akan membawa kita
senantiasa hidup dalam pengurapan Allah untuk sah
menerima kemenangan dari tangan kanan-Nya yang kuat itu.
Tuhan Yesus memberkati.
Daftar Pustaka
Allen, Amy Lindeman. “Baptism as Transformation and
Promise: The Seal of the Spirit in 2 Corinthians,
Ephesians, and Lutheran Liturgy.” Word & World 39, no. 2
(2019).
Bibles, Crossway. “The ESV Study Bible.” Wheaton, IL:
Crossway Bibles, 2008.
Culpepper, R Alan. “The Biblical Basis for Ordination.”
Review & Expositor 78, no. 4 (1981): 471–84.
VanGemeren, Willem A., Tremper Longman III, and David E.
Garland. Psalms: The Expositor’s Bible Commentary.
Revised Edition. Grand Rapids, MI: Zondervan, 2008.