NATAL DAN KELUARGA
Walaupun umat Kristen memiliki Lima Hari Raya (Natal,
Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga dan
Pentakosta); tapi secara umum, Natal yang merayakan
Kelahiran Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat merupakan
sebuah perayaan yang sangat dinantikan oleh banyak orang
Kristen. Dalam tradisi Kristen di banyak negara, Natal
dirayakan bersama-sama dengan sukacita dan dalam
persekutuan yang hangat serta tidak jarang diikuti
dengan liburan bersama keluarga, bahkan kerabat dan
sahabat.
Kebiasaan merayakan Natal bersama dengan keluarga,
kerabat dan sahabat tidak terjadi tanpa alasan dan sebab,
pada masa Yesus, orang-orang Yahudi sudah memiliki
tradisi untuk berkumpul dan makan bersama dengan
keluarga untuk merayakan hari-hari besar, contohnya
adalah Paskah. Tapi secara khusus perayaan Natal
memiliki latar belakang dan sejarah yang penting dalam
berbicara mengenai persekutuan bersama dengan keluarga,
kerabat dan sahabat:
• Injil Lukas menceritakan Kelahiran Yesus Kristus di
Bethlehem bersamaan dengan sebuah kewajiban kembali ke
kampung halaman untuk mengikuti sensus yang sedang
diberlakukan oleh Kekaisaran Romawi, kewajiban ini
mengharuskan semua keluarga dalam jajahan Kekaisaran
Romawi berkumpul atau kembali ke kota leluhur mereka.
Demikian juga Yusuf dan Maria yang pada saat itu, dalam
rangka memenuhi kewajiban ini kembali ke kota asal
mereka. Meskipun pertemuan ini didorong oleh kewajiban
dari pemerintahan Romawi, hal ini menjadi tonggak
sejarah dalam merayakan Natal di mana keluarga-keluarga
berkumpul dari berbagai daerah perantauan.
• Matius 2:1-12; Lukas 2:8-20 menceritakan bahwa
Kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem adalah sebuah momen
penting dalam sejarah yang menyatukan (mempersekutukan)
orang-orang dari berbagai latar belakang dan status
sosial yang berbeda-beda. Kelahiran-Nya membawa para
gembala dari padang yang secara langsung mendapat
“pengumuman” malaikat dan orang majus dari negeri yang
jauh mengikuti tanda bintang di langit untuk datang
bersekutu menyembah Yesus dan sekaligus menjumpai kedua
orang tua-Nya (keluarga inti Sang Juruselamat).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kisah Natal berfokus pada
persekutuan, persatuan dan penyatuan keluarga.
Merupakan sukacita yang besar dapat merayakan Natal
bersama dengan keluarga, kerabat dan sahabat. Bagi orang
Kristen secara umum, perayaan dimulai dengan Ibadah
bersama di Gereja dan dilanjutkan dengan persekutuan di
rumah masing-masing ataupun untuk pergi liburan bersama.
Tapi untuk orang-orang yang terlibat dalam pelayanan
sesungguhnya perayaan dan keseruan Natal sudah dimulai
sejak masa persiapan Natal itu dimulai, dengan
rapat-rapat, latihan-latihan bahkan persiapan-persiapan
lainnya untuk acara Natal yang melibatkan
keluarga-keluarga termasuk keluarga-keluarga rohani di
gereja yang melayani dan bertumbuh bersama. Walaupun
sering kali dalam masa persiapan tersebut timbul
gesekan-gesekan, tapi demi perayaan Natal, para pelayan
rela untuk mengesampingkan konflik tersebut, seakan-akan
mereka sedang mempraktekkan apa yang tertulis dalam
Kolose 3:13-14 (TB2),
“Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah
seorang akan yang lain apabila yang seorang mempunyai
keluhan terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah
mengampuni kamu, perbuatlah jugalah demikian. Di atas
semuanya itu: Kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang
mempersatukan dan menyempurnakan.”
Perayaan Natal dan Kekristenan bukanlah sesuatu yang
dapat dipisahkan, bahkan bukan hanya di dalam perayaan
itu saja, tapi nilai-nilai Natal dan Kekristenan adalah
sama.
1. Keluarga (family)
Di atas telah ditulis betapa dekatnya Natal dan Keluarga,
dalam Kitab Kejadian tergambarkan dengan jelas, bahwa
Keluarga adalah sebuah lembaga yang secara khusus
diciptakan langsung oleh Tuhan. Penciptaan Adam (seorang
laki-laki) dan Hawa (seorang perempuan) sebagai keluarga
adalah bukti penciptaan lembaga keluarga oleh Tuhan
secara khusus dan spesial.
Kekhususan dalam urutan, Keluarga adalah lembaga pertama
yang diciptakan oleh Tuhan.
Kekhususan berikutnya adalah Tuhan sendiri yang
merancangkannya dan yang juga sekaligus mengeksekusi
rancangan-Nya itu secara langsung. Umat Kristen yang
dikenal sebagai Tubuh Kristus juga adalah bagian dari
Keluarga Besar Allah sendiri, tidak ada yang asing,
semuanya saling terhubung satu sama lain (Efesus 2:19).
2. Persekutuan (fellowship)
Dalam sebuah keluarga, waktu untuk kumpul bersama adalah
sesuatu yang harus diusahakan dan diperjuangan. Setiap
anggota keluarga pastinya memiliki kesibukan
masing-masing dan prioritas yang berbeda-beda, tapi
konsekuensi dari sebutan keluarga adalah setiap anggota
keluarga harus mau mengusahakan dan mengorbankan waktu
dan prioritasnya sehingga dapat saling bersekutu (Kisah
Para Rasul 2:46).
Meskipun waktu melakukan persiapan dan di saat
persekutuan itu kadang-kadang terjadi gesekan dan
konflik antar anggota keluarga, tapi seperti sudah
tertulis di atas, anggota keluarga Kerajaan Allah
mestinya dapat mempraktekan apa yang tertulis dalam
Kolose 3:13-14.
Dalam keluarga, persekutuan adalah sesuatu yang sangat
penting dan perlu diusahakan untuk terjadi, persekutuan
harus menjadi prioritas bersama, karena dalam
persekutuan, ikatan kekeluargaan dapat bertumbuh dan
menjadi kuat. Tanpa persekutuan tidak mungkin hubungan
keluarga dapat bertumbuh dan menjadi kuat.
3. Memberi dan Saling Berbagi (giving and sharing)
Dalam persekutuan timbulah saling memberi dan membagi.
Perayaan Natal identik dengan saling memberi dan membagi,
contohnya adalah tukar kado dan saling membawa makanan
dan minuman untuk dinikmati bersama. Kerelaan dalam
memberi tanpa mengharapkan balasan adalah sesuatu yang
diajarkan oleh Allah sendiri. Ia mengaruniakan Anak-Nya
yang Tunggal supaya manusia yang tadinya binasa dapat
memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Demikian juga kehidupan orang Kristen mencerminkan apa
yang sudah diteladankan oleh Allah sendiri, memiliki
kerelaan untuk memberi dan membagikan apa yang menjadi
milik-Nya kepada anggota tubuh-Nya tanpa mengharapkan
balasan.
4. Saling Memaafkan dan Memulihkan Hubungan (forgiving
and reconciliation).
Supaya persekutuan yang hangat dapat terjadi pastinya
harus ada kerelaan untuk saling memaafkan dan komitmen
bersama untuk memulihkan hubungan yang sempat rusak.
Dalam perjalanan sebuah hubungan, pastilah terjadi
kata-kata yang menyakitkan, tingkah laku yang merugikan,
prinsip yang berbeda, bahkan keadaan pun dapat membuat
hubungan menjadi dingin — untuk mengatasi itu semua.
Sebelum terjadinya persekutuan yang hangat di dalam
keluarga, berbagai pihak harus memiliki kerelaan untuk
saling memaafkan bahkan menerima kelebihan dan
kekurangan dari setiap anggota keluarga. Persekutuan
yang hangat tidak dapat terjadi tanpa adanya komitmen
untuk saling memaafkan, saling menerima bahkan kerinduan
untuk terjadinya pemulihan hubungan bagi setiap hubungan
yang rusak (Roma 12:18 TB2, Efesus 4:32 TB2)
“Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu,
hiduplah dalam damai dengan semua orang!”
"Tetapi, hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang
lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
5. Melayani Bersama (serving together).
Adalah sukacita besar dapat merayakan Natal bersama
dengan keluarga, kerabat dan sahabat. Sukacitanya akan
berlipat-lipat di saat kita bukan hanya merayakan Natal
bersama tapi juga melayani Tuhan bersama dengan keluarga,
kerabat dan sahabat.
Melayani Tuhan bukan hanya dalam rangka perayaan Natal
saja, tapi dalam setiap kegiatan ibadah di mana kita
terlibat bersama dalam pelayanan bersama dengan keluarga,
kerabat dan sahabat yang juga akan menumbuhkan rasa
saling mengasihi, saling memiliki dan saling mendukung
Yosua 24:15b TB2,
“Tetapi, aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah
kepada TUHAN!”
Dalam paradigma yang lebih luas, terlibatlah dalam
pelayanan bukan hanya dalam lingkup gereja saja, tapi
juga dalam seluruh aspek kehidupan (Roma 12:1).
Di masa ini, di saat setiap orang tenggelam dalam
kesibukan masing-masing, bahkan banyak orang sudah
tenggelam dalam ego masing-masing, perayaan Natal
mengingatkan kita pentingnya untuk memulihkan dan
memelihara sebuah hubungan. Allah yang Maha Besar dan
Maha Agung saja rela untuk mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal (Yohanes 3:16) demi memulihkan hubungan antara
Allah dan manusia yang sudah rusak. Demikian juga
harapan Allah bagi kita semua, setelah hubungan vertikal
dengan Allah dipulihkan, hubungan horizontal kita dengan
sesama, utamanya dengan keluarga, kerabat dan sahabat
pun dipulihkan.
Perayaan Natal menciptakan sebuah kesempatan yang
berharga untuk menyambung kembali hubungan yang sudah
putus, menjaga hubungan yang baik untuk tetap sehat
serta menumbuh kembangkan hubungan yang baru terbentuk.
Berkumpulnya keluarga dalam sebuah persekutuan dalam
perayaan mencerminkan kerendahan hati untuk mengalahkan
ego masing-masing, menyatukan prioritas serta komitmen
untuk saling memaafkan. Ketika keluarga berkumpul dalam
persekutuan, mereka memperkuat nilai-nilai cinta, kasih
sayang, dan persatuan yang diajarkan Yesus Kristus.
Perayaan Natal juga merupakan sebuah wadah berkumpulnya
orang-orang dari berbagai latar belakang, yang
merefleksikan persatuan dalam keberagaman. Bukan suatu
kebetulan Natal adalah sebuah perayaan yang paling
banyak dirayakan di muka bumi, di tengah-tengah
peperangan dan konflik yang berkecamuk di muka bumi
secara umum, serta perbedaan-perbedaan pandangan yang
terjadi di dalam tubuh Kristus — biarlah momen perayaan
Natal ini mengingatkan kita semua betapa pentingnya
persekutuan dalam kasih yang kelihatannya sudah mulai
memudar.
Mari kita tidak melupakan tugas utama kita untuk
menuntaskan Amanat Agung Tuhan Yesus, dan tugas yang
penting dan besar tersebut hanya dapat diselesaikan bila
kita semua anggota tubuh Kristus mau dengan rendah hati
bersatu dan bersekutu bersama dalam cinta dan kasih
seperti yang Tuhan Yesus sudah ajarkan dan tunjukan
kepada kita semua.
Selamat merayakan Natal dan mari kita menyelesaikan
Amanat Agung Tuhan Yesus secara bersama dalam
persekutuan yang manis penuh dengan kasih dan sayang.
Tuhan Yesus memberkati kita semua. (NS)