PARADIGMA BARU DALAM MELAKUKAN IBADAH YANG SEJATI
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan
yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:
apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna.”
Roma 12:1-2
Mungkin banyak yang bertanya, bagaimanakah seseorang
dapat mempersembahkan persembahan yang hidup, kudus, dan
berkenan kepada Allah? Dalam konteks saat ini, kita
mengetahui bahwa sangat terbatas untuk melakukan
pelayanan sebagai ibadah yang sejati di gereja. Kita
perlu mengerti bahwa konteks Roma 12:1-2 tidaklah
terbatas pada pelayanan di dalam lingkungan gereja
semata.
Di tengah-tengah keadaan yang kelihatannya kurang
menguntungkan ini, haruslah kita ingat bahwa Firman
Tuhan tetap berlaku. Secara khusus di dalam Roma 12:1-2
yang akan kita bahas ini, rasul Paulus menasehatkan kita
untuk tetap mempersembahkan tubuh kita sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan
kepada Allah sebagai ibadah yang sejati. Mari kita
perhatikan apakah makna dari masing-masing kata di atas
berikut ini:
1. Hidup
Kata ‘hidup’ yang dipakai di sini berasal dari kata
Yunani zaō yang secara harafiah berarti ‘bernafas, tidak
mati’. Bukan hanya itu saja, kata ini juga mengandung
makna ‘segar, kuat, dan efisien’.
2. Kudus
Kata ‘kudus’ yang dipakai di sini berasal dari kata
Yunani hagios yang secara harafiah berarti ‘sakral,
murni, tidak bercacat secara moral’. Orang percaya yang
dikuduskan artinya dipisahkan dan disiapkan untuk setiap
pekerjaan yang mulia (2 Timotius 2:21).
3. Berkenan kepada Allah
Kata ‘berkenan’ yang dipakai di sini berasal dari kata
Yunani euarestos yang secara harafiah berarti
‘menyenangkan, dapat diterima’.
Dari ketiga makna yang rasul Paulus tekankan di atas,
maka dapat dipahami bahwa ketika kita mempersembahkan
tubuh kepada Tuhan, haruslah dengan potensi/karunia
terbaik yang kita miliki, yang disertai dengan
pertobatan dari dosa, dan menjalani segala sesuatunya
sesuai dengan kehendak Allah, bukan sesuai keinginan
kita. Dengan demikianlah kita sedang melakukan ibadah
yang sejati.
Rasul Paulus menekankan ini karena persembahan merupakan
suatu bagian yang tak terpisahkan dari sebuah ibadah.
Dalam konteks Perjanjian Lama, pemahaman persembahan
selalu merujuk kepada hewan kurban, dan hewan yang mau
dipersembahkan harus sempurna, yaitu yang tidak bercacat
cela. Namun, Kristus telah mati bagi kita di atas kayu
salib, sehingga Paulus hendak menekankan bahwa tubuh
kitalah yang menjadi persembahan itu sendiri, yang
artinya di mana pun kita berada, kita sedang melakukan
ibadah kepada Tuhan.
A. Keluarga
Keluarga adalah persekutuan gereja dalam ukuran yang
terkecil. Dalam keluarga ada peran sebagai orangtua,
suami, istri dan anak. Peran kita berbeda, tapi melihat
apa yang sudah dibahas sebelumnya, setiap peran yang
sudah Tuhan tetapkan bagi kita harus kita jalani dengan
yang terbaik. Kehendak Allah kepada pribadi kita dalam
sebuah keluarga dapat dilihat dari Efesus 5:22-28,
6:1-4, yakni sebagai pasangan suami istri harus
menjalani kekudusan dengan setia pada pasangannya.
Sebagai orangtua kita harus mendidik anak kita dengan
nilai-nilai Firman Tuhan. Sebagai anak, kita bisa
menghormati dan berbakti kepada orangtua kita. Inilah
pelayanan kita di dalam keluarga sebagai wujud dari
mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang
hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah.
B. Lingkungan Pekerjaan
Dalam mempersembahkan tubuh kita sebagai wujud ibadah
berikutnya adalah dalam lingkungan pekerjaan. Orang
percaya dipanggil untuk bekerja, tetapi bukan sekedar
bekerja, namun ia harus mampu menghasilkan buah (Filipi
1:22).
Tuhan Yesus pun mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu
hal yang lebih dari yang diminta (do extra mile - Matius
5:41). Seorang pimpinan dapat do extra mile dengan
selalu mendukung bawahannya untuk bekerja lebih
produktif, dan tidak lupa memberikan apresiasi untuk
setiap pekerjaan baik yang telah dikerjakan. Seorang
karyawan dapat do extra mile dengan cara tetap
bertanggung jawab dan proaktif dalam mengerjakan
pekerjaan lebih dari yang mungkin diharapkan oleh
atasannya.
Kita perlu mengingat nasehat Rasul Paulus bahwa apa pun
yang kita perbuat, kita perbuat dengan segenap hati
seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose
3:23)
Pekerjaan dan ibadah adalah satu kesatuan. Bekerja
dengan cara melakukan yang terbaik disertai kejujuran
dan melakukan semuanya dengan ketulusan untuk kemuliaan
Tuhan, maka inilah wujud nyata dari mempersembahkan
tubuh kita yang hidup, yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah.
C. Lingkungan Sekitar
Kita adalah makhluk sosial, kita adalah pribadi yang
Tuhan percayakan lahir di bangsa ini dengan masyarakat
yang beragam. Di tengah-tengah keadaan ekonomi yang
kurang baik saat ini, tentulah makin banyak orang-orang
yang merasakan imbasnya, apalagi bagi orang-orang yang
sejak semula memiliki kondisi ekonomi yang lemah. Orang
percaya juga dipanggil untuk memperhatikan kelangsungan
hidup mereka ini sesuai dengan apa yang Firman Tuhan
katakan di Amsal 19:17,
“Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah,
memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu.”
Tidak perlu tunggu harus menjadi lebih berada untuk
menolong orang yang kesusahan. Jika kita mau memberikan
persembahan yang terbaik sebagai wujud ibadah yang
sejati, inilah saatnya kita menolong orang disekitar
kita yang mengalami kesusahan. Hal ini serupa apa yang
dikatakan Ibrani 13:16
"Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi
bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang
berkenan kepada Allah."
Jika sebelumnya kita berpikir bahwa mempersembahkan
tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan
berkenan kepada Allah hanya dengan melakukan pelayanan
atau pekerjaan di lingkungan gereja, sekarang kita
memahami bahwa kehadiran kita di dalam keluarga,
lingkungan pekerjaan, dan lingkungan sekitar adalah
wujud nyata dari paradigma baru dalam mempersembahkan
tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan
berkenan kepada Allah di zaman ini.
Hal-hal ini selain merupakan wujud nyata penerapan dari
Roma 12:1-2, juga merupakan wujud nyata menjadi garam
dan terang di tengah-tengah dunia ini. (Matius 5:13-16)
Dan semakin banyak orang dunia yang mengenal Kristus
melalui kita, maka kita pun akan menggenapi panggilan
kita untuk menjalankan Amanat Agung. Sudah siapkah kita?
(WP)