PARADIGMA BARU DI DALAM TUJUH GUNUNG
“Firman-Nya: "Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu,
dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman
purbakala!
Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang
sekarang sudah tumbuh,
belumkah kamu mengetahuinya?
Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan
sungai-sungai di padang belantara.
Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung
unta,
sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun
dan sungai-sungai di padang belantara,
untuk memberi minum umat pilihan-Ku;
umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan
kemasyhuran-Ku.”
Yesaya 43:18-21
Gembala Sidang kita, Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo
telah mendeklarasikan bahwa tahun 2022 adalah “Tahun
Paradigma yang Baru” atau “The Year of a New Paradigm.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘paradigma’
berarti suatu ‘model/contoh’ dan juga berarti ‘kerangka
berpikir’.
Yang mungkin menjadi pertanyaan selanjutnya untuk kita
adalah: Paradigma baru di dalam hal apa sajakah yang
harus terjadi di dalam kehidupan kita sebagai orang
percaya yang memiliki kehidupan sosial di bumi ini?
Dalam 2 Samuel 5 dan 6, kita mendapatkan kisah Daud
membawa Tabut Perjanjian, yang adalah lambang kehadiran
Allah; ke Yerusalem.
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan berkomentar bahwa
ketika Daud mengangkut Tabut Perjanjian ke Yerusalem, ia
mengubah kota tersebut menjadi pusat penyembahan dan ibu
kota Israel. Ia menetapkan ibadah kepada Tuhan sebagai
prioritas tertinggi Israel. Ia merestorasi bentuk
penyembahan yang lama dengan bentuk yang baru. Perubahan
paradigma di dalam penyembahan kepada Tuhan ini dapat
menjadi suatu acuan bahwa perubahan paradigma pun dapat
terjadi di segala aspek kehidupan orang percaya.
Mari kita tarik mundur pengertian kita tentang paradigma
yang baru ke kisah awal penciptaan. Philip Graham Ryken
Ph. D, seorang teolog dari Amerika Serikat dan rektor
dari Wheaton College; sebuah universitas Kristen, di
dalam bukunya “What is The Christian Worldview?”
menuliskan bahwa sejak awal penciptaan, Tuhan
menciptakan manusia segambar dan serupa dengan Allah
dengan tujuan agar manusia menguasai dan mengelola taman
Eden sambil mereka menikmati hubungan yang intim dengan
Allah.
Hal ini kita kenal dengan sebutan Mandat Penciptaan/Creation
Mandate. Semua hal diciptakan Tuhan baik adanya, dan
manusia diperintahkan untuk mengembangkan segala sumber
daya yang ada secara maksimal agar manusia dapat
menyatakan siapa Allah sebenarnya dan memenuhi bumi
dengan kemuliaan-Nya. (Kejadian 2:15)
Dengan adanya mandat ini, manusia; secara khusus orang
percaya, diperintahkan untuk menguasai bidang-bidang
kehidupan dengan cara memberikan dampak sosial di bumi
ini.
Dr. Bill Bright, pendiri dari gerakan Campus Crusade for
Christ, dan Loren Cunningham, pendiri dari gerakan Youth
With A Mission, pada saat yang hampir bersamaan menerima
sebuah pewahyuan dari Tuhan mengenai bidang-bidang di
mana orang percaya harus memberikan dampak, yang dikenal
dengan sebutan The Seven Mountains of Influence/Ketujuh
Gunung Pengaruh . Dalam perkembangan selanjutnya, ‘Tujuh
Gunung’ ini dikenal dengan istilah ABCDEFG , yaitu:
1. Arts and Entertainment - Seni dan Hiburan
2. Business - Bisnis
3. Church - Gereja
4. Development of the Poor - Pelayanan kepada
orang-orang miskin
5. Education - Pendidikan
6. Family - Keluarga
7. Government - Pemerintahan
Lalu apakah kaitan antara Daud membawa Tabut Perjanjian
Allah ke Yerusalem dengan ketujuh gunung pengaruh
tersebut? Untuk diketahui, Yerusalem yang sebelumnya
adalah kota 'sekuler' milik orang Yebus dan secara
geografis, di 7 gunung. Ia menjadi kota Allah, yang
sering disebut sebagai Sion. Oleh sebab itu, seluruh
bidang kehidupan di kota Yerusalem, bukan hanya di Tabut
saja, ada dalam atmosfer ilahi. Saat Raja Daud masuk ke
kota Yerusalem, ia bukan saja sedang merestorasi bentuk
penyembahan kepada Tuhan. Melainkan, ia juga sedang
merestorasi bidang-bidang kehidupan lain yang dapat
ditafsirkan sebagai ketujuh bidang yang disebutkan di
atas.
Dalam Yesaya 43:18, Tuhan berfirman agar umat-Nya tidak
lagi mengingat hal-hal yang dulu, artinya, bahkan
kesuksesan yang pernah terjadi sebelumnya. Mengapa?
Karena Tuhan akan memberikan hal-hal yang baru bagi
umat-Nya, yaitu suatu kerangka berpikir baru agar
umat-Nya dapat memberikan dampak di dalam bidang-bidang
kehidupan di bumi ini.
Bagaimana caranya agar kerangka berpikir baru ini dapat
memberikan dampak atau pengaruh bagi 7 gunung ini? Mari
kita perhatikan kisah mengenai Stefanus, salah satu dari
7 orang yang dipilih oleh para rasul untuk melayani
orang miskin, seorang yang penuh Roh dan hikmat. (Kisah
Para Rasul 6:1-7)
Kelihatan pada awalnya sepertinya tugas yang diberikan
kepada Stefanus ini sama sekali tidak bersifat
spiritual. Namun, Stefanus dipilih karena ia penuh
dengan Roh dan hikmat. Stefanus tidak dipilih untuk
mengajar Firman atau untuk suatu tugas misi memberitakan
Injil, tetapi Tuhan memakai Stefanus secara luar biasa
di antara orang-orang yang dia layani. Dapat dikatakan
bahwa Stefanus menemukan panggilan ilahi di
tengah-tengah pekerjaan sehari-harinya. Karena penuh
dengan Roh, bahkan Stefanus mengadakan banyak mukjizat
dan tanda di antara orang banyak. (Kisah Para Rasul 6:8)
Di tengah-tengah keadaan ini, tetap saja ada orang-orang
yang menentang Stefanus. Namun, Alkitab mencatat bahwa
“mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang
mendorong dia berbicara”. (Kisah Para Rasul 6:10)
Stefanus berjalan dalam kuasa Roh dan ia membuat dampak
yang besar bagi orang-orang di sekitarnya. Ia percaya
bahwa ia dipanggil untuk membuat perubahan di bidang di
mana ia ditempatkan.
Dari kisah Stefanus kita dapati bahwa kita dapat membuat
suatu restorasi di bidang di mana kita ditempatkan, saat
kita berjalan di dalam kuasa Roh Kudus. Dengan kuasa
tersebut, sama seperti Daud, kita dipakai 'membawa'
hadirat Allah ke setiap bidang kehidupan di bumi, yang
diwakili oleh ketujuh bidang kehidupan di atas. Membawa
hadirat Allah dapat berarti menghadirkan doa, pujian
penyembahan, mengimpartasikan nilai-nilai ilahi dari
Kerajaan Allah, atau membawa otoritas yang disertai
hikmat ilahi di marketplace.
Di era Pentakosta Ketiga saat ini, kita percaya bahwa
Roh Kudus sedang dicurahkan secara luar biasa bagi
anak-anak Tuhan menjelang kedatangan Kristus yang kedua
kali ke dunia. Oleh sebab itu, kita percaya bahwa
pemberdayaan ilahi ini bukan saja akan mempengaruhi
gereja Tuhan secara khusus, tetapi juga akan membawa
pengaruh bagi dunia secara umum, sebagaimana kita
sebagai orang percaya, diutus Tuhan “seperti domba ke
tengah-tengah serigala.” (Matius 10:16)
Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya, memanggil setiap
orang percaya untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya.
Kita pun dipanggil untuk membawa hadirat Tuhan dan
membawa perubahan/pengaruh di dalam pekerjaan, keluarga,
tempat pendidikan, media, tempat seni dan hiburan,
pelayanan kepada kaum marginal, bahkan di pemeritahan
kita.
Kita harus yakin bahwa melalui pemberdayaan Roh Kudus,
kita dilengkapi dan dimampukan untuk membawa perubahan,
pengaruh dan dampak di ketujuh aspek tersebut. Dengan
demikian, terjadilah suatu perubahan paradigma yang akan
membawa setiap jiwa-jiwa untuk semakin mengenal pribadi
Kristus. Kita percaya bahwa inilah kerinduan Tuhan,
yaitu saat Kerajaan-Nya menjadi nyata di dunia ini.
Pertanyaannya, sudah siapkah kita menjadi agen perubahan
paradigma baru? (WP)
https://www.the7mountains.com/history-of-the-7-mountains
diakses pada 23 Desember 2021 pk.21.20 WIB. Terdapat
perbedaan penamaan awal ketujuh gunung ketika pertama
kali dikumandangkan pada tahun 1975 dengan versi yang
terkemudian. Secara essensi tidak ada perubahan
signifikan dari ranah yang hendak dijangkau.
Niko Njotorahardjo, Mujizat Masih Ada: The Works of the
Holy Spirit in Indonesia through the Healing Movement
Ministry (Jakarta: Divisi Pengajaran, 2013), hlm
281-282.