PENGHARAPAN ESKATOLOGIS ADALAH BAGIAN DARI PENYEMPURNAAN GEREJA-NYA
“Saudara-saudaraku
yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum
nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa
apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama
seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang
sebenarnya.
Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan
diri sama seperti Dia yang adalah suci.” 1 Yohanes 3:2-3
Allah adalah raja. Di dalam kalimat ini terdapat pengharapan
bahwa di akhir zaman Ia akan membawa kerajaan-Nya turun dari
sorga dan mendirikannya di atas bumi. Pengharapan ini dipercayai
oleh orang-orang Yahudi terutama setelah periode kerajaan di
mana umat Israel menjadi bulan-bulanan kekaisaran yang ada di
sekitarnya yang jauh lebih besar daripada Israel.
Sebagai contoh, Mazmur 2:9 menubuatkan bahwa Mesias pada suatu
hari akan memerintah bangsa-bangsa dengan gada besi. Wahyu 12:5;
Wahyu 19:15 meneruskan gambaran ini dalam nubuatan di mana Yesus
sang Mesias akan menjadi raja dan mengadili bangsa-bangsa dengan
gada besi.
Di dalam kerajaan-Nya akan terjadi harmoni yang sempurna di
antara semua ciptaan Allah; nabi Yesaya menggunakan bahasa
‘singa dan anak lembu akan makan rumput bersama-sama’ (Yesaya
11:6; Yesaya 65:25) dan seorang anak kecil akan menggiring
mereka.
Nabi-nabi besar di dalam Perjanjian Lama banyak menulis mengenai
pengharapan eskatologis, yaitu kerajaan Mesias di atas muka bumi
ini di mana Israel akan dipulihkan kembali; bahkan melebihi dari
masa keemasan Raja Daud.
Orang Kristen juga mewarisi pengharapan yang sama dengan orang
Yahudi. Yesus di dalam pengajaran-Nya perlahan-lahan memasukkan
pengertian ini kepada murid-murid-Nya. Di dalam Perjanjian Baru
Ia mengajarkan mereka supaya berdoa: “Kerajaan-Mu datang,
kehendak-Mu jadi di bumi seperti di sorga”.
Di dalam Matius 24 – 25, yaitu perumpamaan mengenai akhir zaman,
Tuhan Yesus seringkali mengambil gambaran bahwa Ialah sebenarnya
Raja yang akan datang dan akan menghakimi semua orang dimulai
dari hamba-hamba-Nya terlebih dahulu.
Ada beberapa fitur utama di dalam pengharapan mengenai kerajaan
Mesianik yang dipercayai baik oleh orang Yahudi dan orang
Kristen, yaitu:
1. Kerajaan Ini Adalah Kerajaan Yang Nyata
Ini bukan isu yang sifatnya alegoris Pembuktian yang paling
nyata akan hal ini ialah bahwa kita diundang untuk berharap
masuk ke dalam-Nya.
Di dalam Yohanes 11:24 Marta menyatakan imannya, bahwa
saudaranya Lazarus akan dibangkitkan pada hari terakhir.
Implikasi dari pernyataan itu adalah Lazarus akan dibangkitkan
kembali dan mengambil bagian dari kerajaan yang akan datang.
Jika kerajaan itu hanya sebuah alegori seperti yang dipercayai
oleh kaum amillennialism maka ‘zaman kerajaan’ adalah zaman ini/zaman
gereja, tidak usah lagi berharap akan datangnya kembali suatu
kerajaan yang real. Jadi buat apa kita berharap akan kebangkitan
orang mati untuk masuk ke dalam ‘kerajaan yang nyata’?
Pernyataan Yesus akan menjadi tidak masuk akal.
2. Yesus Akan Menjadi Raja Di Dalam Kerajaan Itu
Setelah penciptaan manusia, Allah ‘beristirahat’ dari
pekerjaan-Nya dalam mencipta. Hal ini bukan berarti Allah tidak
bekerja sama sekali, tetapi tampaknya pemerintahan atas bumi ini
di delegasikan kepada manusia.
“Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah
diberikan-Nya kepada anak-anak manusia” Mazmur 115:16
Secara tipologi Alkitab, zaman ini disebut ‘hari-hari manusia
(The days of man)’ di mana pemerintahan Allah sekalipun diwakili
oleh manusia yang diurapi, seolah-olah Allah mundur di belakang
layar, Ia hanya bekerja secara indirect dengan mengurapi orang
pilihannya.
Tetapi di dalam ‘Hari Tuhan’, DIA sendiri akan menyatakan
diri-Nya dan mengambil pemerintahan dari tangan manusia.
Di dalam hari manusia, manusia berperan sebagai ‘wakil Tuhan’
untuk mengatur dunia ini, tetapi di dalam hari Tuhan manusia
bertindak sebagai “co-pilot” di mana Tuhan yang memerintah
secara langsung, orang-orang pilihannya akan memerintah
bersama-sama dengan Tuhan.
3. Kerajaan Allah Membawa Penghakiman
Hari Tuhan itu akan membawa penghukuman bagi dunia yang
memberontak kepada-Nya, tetapi membawa berkat bagi
hamba-hamba-Nya yang menantikan Dia.
Ada 27 kitab dalam Perjanjian Baru memuat doktrin mengenai
pengharapan eskatologis ini. Semua rasul utama menempatkan
doktrin ini menjadi salah satu pilar iman. Rasul Yohanes
mengajarkan kepada kita bahwa memelihara pengharapan ini berarti
menjaga diri kita tetap murni di hadapan Tuhan. Bagaimanakah
pengharapan eskatologis dapat memurnikan kita?
a. Pengharapan Eskatologis Adalah Pengharapan Tertinggi Gereja
Pengharapan itu akan mendorong kita untuk menaruh pengharapan
tertinggi kita bukan kepada dunia ini tetapi kepada Yesus pada
waktu pernyataan diri-Nya. (Ibrani 10:23, Kolose 3:24)
Dalam berbagai perumpamaan akhir zaman berkali-kali dijelaskan
bahwa sang raja itu akan memberi upah kepada hamba-hamba-Nya
sesuai dengan kesetiaan mereka. Bagi gereja mula-mula yang hidup
dalam tekanan kekaisaran Romawi, agaklah sulit bagi para
pemimpin gereja untuk mengharapkan upah secara lahiriah. Bukan
berarti tidak ada kompensasi materi dan penghargaan sosial bagi
seorang hamba Tuhan di abad pertama, tetapi apapun yang mereka
nikmati akan mudah hilang di dalam musim penganiayaan berikutnya.
Pengharapan eskatologis terus menerus mengingatkan hamba-hamba
Tuhan akan hari di mana Tuan yang empunya tuaian membawa upah
bagi semua pelayanan yang kita lakukan demi nama-Nya.
b. Pengharapan Eskatologis Membuat Gereja Bijak Dalam Bertindak
Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk aktif terlibat menjadi
garam dan terang bagi dunia. Namun pada saat yang sama, Yesus
juga mengajar bahwa Gereja tidak bisa menyelesaikan semua
permasalahan di dunia ini sebelum Ia sendiri datang kembali.
Gereja akhir jaman dilukiskan dalam perumpamaan tentang talenta,
mina dan pelayan yang baik ketika tuannya datang kembali. Namun
seringkali kita lupa bahwa perumpamaan-perumpamaan itu, terutama
di dalam kitab Matius, adalah dalam konteks kedatangan Tuhan
Yesus yang kedua kali.
Ketika sang tuan itu datang, dan ia menjadi sangat marah kepada
hamba yang tidak melipatgandakan talentanya. Alasan pertama
kemarahan sang tuan diakibatkan sikap yang salah dari sang hamba
(jahat dan malas). Alasan kedua yang patut diperhatikan bahwa
apa saja yang memiliki hidup pasti berkembang biak/berlipat
ganda. Jika ada sesuatu yang tidak berlipat ganda/berkembang
biak berarti kemungkinan besar hal itu tidak memiliki kehidupan.
Di mata Yesus talenta yang adalah mata uang yang selalu dianggap
sebagai ‘benda hidup’ karena di dalam cerita tentang membayar
pajak kepada Kaisar, Yesus menjawab orang-orang Farisi ketika
mereka bertanya; bolehkah membayar pajak kepada kaisar? Yesus
menjawab dengan mengambil perumpamaan mata uang dirham (bahasa
Yunani: Drakhma) yang memiliki muka kaisar di satu sisi. Semua
koin yang beredar di dunia Romawi adalah milik kaisar karena
koin tersebut dicetak atas namanya, dan atas persetujuan
kaisarlah orang dapat melakukan kegiatan ekonomi di dalam
kekaisaran Romawi.
Dengan prinsip yang sama Tuhan Yesus menyuruh manusia untuk
mengembalikan apa yang menjadi milik Allah. Manusialah yang
membawa gambar dan rupa Allah di dalam dirinya dan harus
dikembalikan kepada Allah dalam bentuk talenta, sumber daya,
waktu dan kesempatan.
c. Pengharapan Eskatologis Menggairahkan Gereja
Hal ini karena kita tahu bahwa Tuhanlah yang pada akhirnya akan
menghukum semua musuh-musuh kita.
Tubuh Kristus di atas muka bumi memiliki mandat yang jelas,
yaitu terlibat di dalam peperangan rohani. Dengan jelas kita
mengerti bahwa darah dan daging bukanlah musuh kita. Sejahat
apapun seorang pribadi atau suatu tatanan institusi, penyebab
kejahatan yang utama bukanlah mereka, tetapi roh jahat yang
menguasai pribadi/institusi tersebut.
Salah satu keironisan terbesar dari mandat peperangan rohani
ialah kita diberikan kuasa untuk menghancurkan pekerjaan iblis
tetapi tidak diberikan mandat untuk menghancurkan si iblis.
Karena itu kita menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua
kali, di mana Dia sendiri yang akan menghancurkan semua
musuh-Nya dan menaklukkan mereka di bawah kaki-Nya. (1 Korintus
15:24-27)
Yesus mengajarkan kepada kita sebagai murid-Nya untuk tidak
membenci siapapun dan tindakan ‘balas dendam’ tidak pernah
menjadi perbendaharaan kata dalam kehidupan orang Kristen,
bahkan sebaliknya kita berdoa supaya mereka diberikan kesempatan
untuk bertobat dan mengenal kasih karunia Allah sehingga mereka
tidak dihakimi pada hari kedatangan Tuhan. (AL)
‘Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan
semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak
bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.’
1 Tesalonika 5:23