PENTINGNYA PENGAKUAN IMAN
“Pernahkah kita merenungkan
pertanyaan berikut: “Dari jumlah jemaat yang datang di
kebaktian Minggu di gereja lokal kita masing-masing,
kira-kira berapa persenkah yang sungguh-sungguh hidup
berdasarkan Firman Tuhan?”
Sebuah survei yang dilakukan oleh Dr. George Barna,
Direktur Riset dari Cultural Research Center di Arizona
Christian University yang dirilis pada tanggal 24 Mei
2022, memberikan suatu gambaran yang boleh dikatakan
genting, karena penemuannya sangatlah mengagetkan, yaitu
hanya rata-rata 37% dari hamba-hamba Tuhan di
gereja-gereja di Amerika Serikat yang memiliki pandangan
alkitabiah di dalam hidupnya.
Bayangkan saja, jika hanya 37% hamba Tuhan yang memiliki
pandangan alkitabiah dalam hidupnya, bagaimana dengan
jemaatnya? Kira-kira berapa persentase jemaat suatu
gereja lokal yang sungguh-sungguh hidup sesuai dengan
Firman Tuhan?
Dari hasil penemuan ini, mungkin kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa gereja-gereja telah gagal dalam
mengintegrasikan iman ke dalam perilaku sehari-hari
sehingga jemaat bisa memiliki sudut pandang yang
alkitabiah. Jadi, apakah yang dapat kita lakukan setelah
melihat fakta ini?
Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan agar
seseorang memiliki kehidupan yang berpandangan secara
alkitabiah adalah dengan mengimplementasikan pengakuan
iman dengan benar di dalam hidupnya. Di dalam sejarahnya,
para bapa-bapa gereja (era sesudah Para Rasul) telah
merumuskan beberapa pengakuan iman, dimana 2 (dua) di
antaranya memiliki tempat yang khusus di dalam ke-Kristen-an,
yaitu:
• Pengakuan Iman Rasuli (Symbolum Apostolicum) dan
• Pengakuan Iman Nicea (Symbolum Nicaenum).
Kata “Symbolum” dalam bahasa Latin atau “Symbolon” dari
bahasa Yunani menggambarkan separuh dari sebuah benda
yang utuh yang dipecahkan menjadi dua (contohnya segel),
yang dipakai sebagai tanda pengenal. Kedua bagian itu
dihubungkan untuk memeriksa identitas pemakai. Jadi,
“symbolon iman” adalah tanda pengenal dan tanda
persekutuan untuk orang beriman.
“Symbolon” juga berarti “himpunan, ringkasan, ikhtisar”.
Di dalam “symbolon iman” ini diringkaskan
kebenaran-kebenaran iman yang pokok, yang dipakai
sebagai pegangan pertama. Gereja segala abad dan zaman
pun mengucapkan pengakuan iman ini yang diawali dengan
ungkapan: “Aku Percaya”. Pengakuan iman ini adalah hasil
kesepakatan para bapa-bapa gereja, yang tentu kita
percaya dituntun oleh Roh Kudus, yang secara
bersama-sama merumuskan suatu dasar pengakuan iman
Kristen yang berlaku sepanjang zaman.
Sebagai orang percaya yang adalah bagian dari Gereja
Kristus yang Am, seharusnya kita berpegang kepada
nasihat Rasul Paulus:
“Sebab itu, Saudara-saudara, berdirilah teguh dan
berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari
kami, baik melalui pemberitaan maupun surat.”
2 Tesalonika 2:15 TB2
dimana pengakuan iman adalah salah satu contoh ajaran
yang dirumuskan oleh para bapa-bapa gereja melalui
sebuah konsili ekumenis.
Jauh sebelum para bapa-bapa gereja merumuskan pengakuan
iman ini, Rasul Petrus pun telah membuat suatu pengakuan
iman yang merupakan jawaban atas pertanyaan Yesus:
“Menurut kamu, siapakah Aku ini?”, dimana Petrus
menjawab: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
Matius 16:15,16 TB2
Pengakuan Petrus ini, yang merupakan wahyu dari Bapa,
merupakan pengakuan iman gereja mula-mula. Rumusan
pengakuan iman yang singkat dan jelas itu terlihat dalam
pernyataan: “Yesus itu Kristus dan Yesus itu Tuhan” (1
Korintus 12:3; Kisah Para Rasul 8:37)
Rasul Paulus pun menasehati:
“Sebab, dengan hati orang percaya sehingga dibenarkan,
dan dengan mulut orang mengaku sehingga diselamatkan.”
Roma 10:10 TB2
Kata “mengaku” di sini diambil dari kata Yunani
“homologeō” yang memiliki makna mengungkapkan
kepercayaan yang berasal dari hati seseorang dengan
sungguh dan bukan dengan pura-pura. Yang terpenting
adalah adanya keselarasan antara mulut yang mengaku dan
hati yang percaya sehingga yang diucapkan lewat mulut
adalah pengakuan iman: “Aku Percaya”. Berdasarkan hal
ini, maka kita dapat melihat syarat untuk terucapnya
suatu pengakuan iman yang sungguh yaitu:
1. Diucapkan sebagai pernyataan iman kepada Tuhan.
2. Dinyatakan di hadapan manusia sekalipun dalam situasi
sulit.
3. Dilakukan berdasarkan pilihan individual, dan bukan
karena paksaan.
4. Dilakukan dalam rangka memperdengarkan kesaksian
Alkitab dan bukan membela pendapat siapapun.
(Sumber: Tata Gereja Gereja Bethel Indonesia Edisi 2021)
Jadi, pentingkah untuk kita memahami pengakuan iman?
Secara sederhana, kita dapat melihat pentingnya
pengakuan iman untuk dipahami oleh seluruh jemaat dalam
3 (tiga) konteks:
1. Konteks Pengajaran
Pengakuan iman itu penting karena jemaat perlu diajar
mengenai intisari ke-Kristen-an. Meskipun pengakuan iman
itu bukanlah bahan yang menjelaskan perihal seluruh
ajaran ke-Kristen-an, ia merupakan bahan yang berisi
pokok-pokok yang penting, mendasar, dan yang menjadi
tulang punggung iman Kristen. Namun perlu diingat juga
bahwa pengakuan iman sama sekali tidak menggantikan
posisi Alkitab maupun doktrin suatu gereja, melainkan ia
adalah sarana yang menyediakan pokok-pokok yang ringkas,
penting, dan dapat dimengerti oleh jemaat.
2. Konteks Bahaya Ajaran Sesat
Di dalam sejarahnya, para bapa-bapa gereja, melalui
suatu konsili ekumenis bersepakat untuk merumuskan suatu
Pengakuan Iman sebagai benteng pertahanan iman gereja
terhadap ajaran sesat, yang berkembang dari zaman ke
zaman.
Dua ajaran inti kekristenan yang sangat dipertahankan
oleh para bapa-bapa gereja adalah:
• ajaran tentang Allah Tritunggal yaitu: Bapa, Putra,
dan Roh Kudus dan
• ajaran tentang dua natur Kristus yaitu Kristus sungguh
Allah dan sungguh manusia
Jadi, jika suatu ajaran menolak salah satunya, dapat
dipastikan bahwa ajaran tersebut dapat dikategorikan
sebagai ajaran non-Kristen.
Suatu ajaran baru yang berkembang mungkin saja merupakan
metamorfosis dari suatu ajaran yang pernah dikategorikan
bidat pada masa yang lalu. Di sinilah fungsi pengakuan
iman yaitu menjadi tolak ukur untuk menilai suatu ajaran
apakah ia benar atau tidak sesuai dengan ajaran Kristen.
3. Konteks Kesatuan Gereja
Kesatuan memang bukan keseragaman, namun kebenaran tidak
boleh dikompromikan. Kesatuan gereja bukanlah kesatuan
yang murahan, namun kesatuan di dalam iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah. (Efesus 4:13)
Bukan artinya kita harus membenci orang-orang yang
berbeda dengan kita, tetapi kita harus berdiri di atas
Firman Tuhan, bahwa untuk hal-hal yang mendasar, kita
harus bersatu, namun untuk hal-hal yang tidak mendasar,
kita bisa berbeda, dan dalam segala hal kita harus
saling mengasihi.
Lebih lanjut, meskipun pengakuan iman tidak menggantikan
posisi Alkitab, namun ia dirumuskan berdasarkan Alkitab,
dan dengan demikian, ia memiliki otoritas yang jelas.
Pengakuan iman ini bukanlah suatu konspirasi belaka.
Kita harus berhati-hati pada pengajaran yang
menyepelekan pengakuan iman dengan dalih “Back to the
Bible”, seakan-akan pengakuan iman ini tidaklah
bersumber dari Alkitab.
Setelah melihat penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengakuan iman itu adalah sangat
penting. Dalam kehidupan bergereja dan berjemaat adalah
baik jika dalam ibadah-ibadah tertentu kita boleh
bersama membaca dan mengucapkan pengakuan iman, dimana
di GBI pun kita memiliki Pengakuan Iman GBI. Sebab jika
pengakuan iman tersebut dipahami dan diimplementasikan
dengan benar, maka seharusnya, kita akan memiliki hidup
yang berpadanan dengan Firman Tuhan karena pengakuan
kita bukanlah sekedar pengakuan di mulut, namun terlebih
melalui hati dan tindakan, kita mengakui dan
mengagungkan Allah Tritunggal. (WP)