PERKATAAN YANG MENGHIDUPKAN
Perkataan adalah salah satu sarana untuk mengekspresikan
hati, mengungkapkan isi kepala (pikiran) serta
berinteraksi dengan lingkungan di sekitar kita. Tidak
dapat dibayangkan jika manusia hidup tanpa memiliki
perkataan, dunia pastinya akan menjadi sunyi; tanpa
keluhan, teriakan, makian, hujatan bahkan sekedar
obrolan santai di meja makan.
Perkataan memiliki aspek penting dalam kehidupan manusia,
khususnya dalam berkomunikasi, di mana untuk menciptakan
komunikasi yang berkualitas tentunya harus mengikuti
norma dan etika yang baik sehingga terjalin persahabatan,
penghiburan serta kekuatan dan bukan perselisihan,
permusuhan bahkan percideraan.
“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang
murid,
supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru
kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam
pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.”
Yesaya 50:4
Berbicara tentang perkataan, sepanjang satu dekade
kedepan, penanggalan Ibrani disebut sebagai dekade ‘Pey’
yang memiliki makna rohani ‘mulut’ atau ‘perkataan’.
Tuntunan bagi kita terkait dengan dekade ‘Pey’ ini
adalah kita harus lebih memperhatikan perkataan (mulut)
kita.
“Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu
terhadap ucapan-ucapan yang menipu;… ” (Mazmur 34:14)
Apa yang dinyatakan oleh Pemazmur ini juga diulangi oleh
rasul Petrus dalam 1 Petrus 3:10,
“Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat
hari-hari baik,
ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan
bibirnya
terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”
‘Jagalah lidahmu’ alias ‘jagalah perkataanmu’. Sampai
dua kali pernyataan yang sama diulang, memberikan
indikasi kepada kita bahwa hal ini adalah sesuatu yang
penting. Ada dua hal yang disampaikan dalam ayat ini
yang harus kita jaga, yakni jaga lidah kita terhadap apa
yang jahat dan ucapan-ucapan yang menipu.
CARA MENJAGA PERKATAAN KITA
1. Menahan Diri
“Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud.
Pikirku: "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku
berdosa dengan lidahku;
aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang
fasik masih ada di depanku.” Mazmur 39:1
Sebagian besar orang mungkin tidak mengalami kesulitan
menjaga diri untuk tidak jatuh ke dalam kedagingan,
namun mengalami ‘kebobolan’ dalam hal dosa perkataan.
Sebagaimana sebuah ungkapan mengatakan ‘memang lidah
tidak bertulang’, artinya tidak memerlukan upaya yang
besar untuk menggerakkannya. Dengan lancar dan mudahnya
perkataan demi perkataan meluncur dari lidah kita. Jika
tidak berhati-hati, kita akan mengalami kesulitan dalam
mengendalikannya.
Perhatikan apa yang diungkapkan oleh Yakobus tentang
lidah:
“Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari
tubuh,
namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar.
Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar
hutan yang besar.
Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan
dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh
kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh
dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri
dinyalakan oleh api neraka
… tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan
lidah;
ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan
penuh racun yang mematikan.”
Yakobus 3:5,6,8
Betapa luar biasanya lidah kita. Hal ini harusnya
menyadarkan kita bahwa dosa perkataan atau dosa lidah
bukanlah sesuatu yang main-main.
Daud sendiri menyatakan bagaimana dia memiliki tekad
yang kuat untuk menjaga dirinya supaya jangan berdosa
dengan lidahnya. Daud memberikan sebuah istilah "menahan
mulutnya dengan kekang" seperti pada kuda tunggangan
yang melaluinya dapat mengendalikan kehidupannya. Kekang
artinya melakukan kontrol, memegang kendali terhadap
mulut atau perkataan kita.
Memang bukan sesuatu yang mudah, tetapi juga bukan
merupakan hal yang mustahil. Dengan pertolongan dari Roh
Kudus kita pasti bisa.
2. Menyadari bahwa Semua Perkataan Kita Diketahui oleh
TUHAN
“Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan,
sesungguhnya,
semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.” Mazmur 139:4
Perkataan merupakan ekspresi hati dan ungkapan dari apa
yang kita pikirkan. TUHAN melihat kita jauh ke lubuk
hati kita yang terdalam. Ia mengetahui segala motivasi
hati. Mungkin orang lain dapat kita bohongi dengan
perkataan manis dan lembut yang sesungguhnya hanya
sekedar kemasan yang membungkus hati yang busuk atau
pikiran yang jahat, namun TUHAN tidak dapat dibohongi.
Mengapa orang jatuh ke dalam dosa perkataan? Berbohong,
melakukan tipu daya, mengutuk, memaki, perkataan munafik,
dolak-dalik? Selain karena mereka termakan dengan sakit
hati serta menuruti emosi yang meledak-ledak atau
motivasi mencari keuntungan sendiri dari penderitaan
orang lain, secara spiritual karena mereka tidak
menyadari bahwa TUHAN mengetahui semua perkataan kita
sebelum lidah kita mengatakannya.
Setelah kita mengetahui hal ini, sudah seharusnya kita
berpikir sebelum berkata-kata; apakah perkataan saya ini
adalah sesuai kebenaran atau mengandung kebohongan dan
tipu daya? Apakah perkataan saya melukai perasaan orang
lain? Dan yang terutama adalah apakah perkataan saya
mendukakan hati TUHAN?
3. Senantiasa Memperkatakan Firman dan Puji-pujian
“Dan lidahku akan menyebut-nyebut keadilan-Mu,
memuji-muji Engkau sepanjang hari.”
Mazmur 35:28
“Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya
mengatakan hukum;…”
Mazmur 37:30
Salah satu cara efektif untuk menjaga agar kita tidak
salah dalam menggunakan perkataan kita adalah
‘menggunakannya secara benar’, yakni dengan cara
senantiasa memperkatakan Firman Tuhan dan puji-pujian
kepada TUHAN. Sambil kita memuji-muji TUHAN, ingatlah
apa yang TUHAN nyatakan melalui Yakobus dalam suratnya,
“Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah,
tetapi tidak mengekang lidahnya,
ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.”
Yakobus 1:26
Belum lagi sebuah teguran yang keras terkait dualisme
penggunaan mulut atau perkataan kita:
“Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan
lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa
Allah,” Yakobus 3:9
Dengan beribadah, memuji TUHAN dan memperkatakan Firman
Tuhan; baik dalam ibadah korporat, ibadah pribadi maupun
dalam keseharian kita, sambil beraktifitas dalam
pekerjaan atau studi; kita dapat menjaga mulut kita
untuk tidak jatuh dalam dosa perkataan. Jadi, jangan
lupa membiasakan gaya hidup berdoa, memuji dan menyembah
TUHAN!
4. Menyelaraskan Perkataan dengan Perbuatan
“Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan
perkataan atau dengan lidah,
tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” 1 Yohanes
3:18
Perkataan adalah sesuatu yang nyata, dapat didengar
secara nyata, dapat direkam menjadi bentuk digital
melalui gawai (gadget). Namun ketika perkataan diucapkan
untuk menggambarkan atau menyatakan perasaan kasih
kepada seseorang maka ia bisa menjadi sesuatu yang
sifatnya semu dan kosong belaka jika tidak disertai
dengan perbuatan nyata seperti yang dikatakan.
Misalnya, ketika kita berkata bahwa kita mengasihi TUHAN
dengan segenap hati, namun kita malas beribadah, tidak
memiliki waktu khusus untuk bersekutu dengan TUHAN,
melakukan Firman TUHAN, maka perkataan kita tidak
bermakna sama sekali.
Kita perlu menyelaraskan perkataan kita dengan perbuatan
kita, dengan demikian membantu kita untuk berpikir
sebelum berkata-kata. Apakah perkataan saya sesuai
dengan perbuatan saya? Apakah saya menghidupi apa yang
saya katakan dan sebaliknya mengatakan apa yang saya
hidupi? Inilah yang disebut sebagai integritas, yang
harus dimiliki oleh semua orang percaya.
Mari kita sungguh-sungguh menjaga perkataan kita,
sehingga perkataan kita adalah perkataan yang
menghidupkan! (AR)
“Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia
dikenyangkan oleh hasil bibirnya.
Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya,
akan memakan buahnya.”
Amsal 18:20-21