PERSEMBAHAN DI ERA PERJANJIAN LAMA (Sebelum dan Sesudah Kemah Suci)
Tidak sedikit orang Kristen yang memiliki pandangan
keliru terhadap prinsip persembahan di era Perjanjian
Lama. Mereka berpendapat bahwa semua yang berbau
Perjanjian Lama pasti berbau Hukum Taurat, dan dalam
masa Perjanjian Baru ini, semua yang berbau Hukum Taurat
sudah tidak berlaku dan tidak terpakai lagi, karena
Tuhan Yesus telah membayar lunas dan membatalkan Hukum
Taurat.
Orang yang berpandangan seperti itu lupa bahwa
Perjanjian Lama memiliki beberapa era. Kita bisa
mengambil contoh:
• Terkait dengan Kemah Suci, maka ada era sebelum Kemah
Suci, dan ada era setelah Kemah Suci.
• Terkait dengan Raja, ada era sebelum masa kerajaan
dimulai, dan ada era setelah munculnya kerajaan di
Israel dengan Saul sebagai raja yang pertama.
Mari kita membahas prinsip persembahan sebelum dan
setelah berdirinya Kemah Suci.
I. PERSEMBAHAN SEBELUM BERDIRINYA KEMAH SUCI
Sebelum era berdirinya Kemah Suci, dapat kita lihat dan
pelajari dari kehidupan para patriark dalam Kitab
Kejadian.
“Setelah beberapa waktu lamanya,
maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu
kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak
sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya;
maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya
itu,”
Kejadian 4:3-4
Dalam ayat tersebut di ataslah pertama kalinya muncul
kata ‘persembahan’, yang dalam bahasa Ibrani nya adalah
Minchah, yang artinya hadiah, pemberian atau korban.
Selain Kain dan Habel, dalam kitab Kejadian kita juga
melihat contoh para patriark dalam memberikan
persembahan kepada TUHAN, antara lain:
• Nuh
“Lalu keluarlah Nuh bersama-sama dengan anak-anaknya dan
isterinya dan isteri anak-anaknya.
Segala binatang liar, segala binatang melata dan segala
burung, semuanya yang bergerak di bumi, masing-masing
menurut jenisnya, keluarlah juga dari bahtera itu.
Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN;
dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala
burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor,
lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah
itu.
Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu,
berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya:
"Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia,
sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari
sejak kecilnya,
dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup
seperti yang telah Kulakukan.”
(Kejadian 8:20-21)
• Abraham
“serta berkata: "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih
tuanku,
janganlah kiranya lampaui hambamu ini.
Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan
duduklah beristirahat di bawah pohon ini;
biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar
kembali;
kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya;
sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini."
Jawab mereka: "Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu."
Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara
serta berkata:
"Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik!
Remaslah itu dan buatlah roti bundar!"
Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya,
ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik
dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya,
lalu orang ini segera mengolahnya.
Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang
telah diolah itu,
lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu;
dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu,
sedang mereka makan.”
Kejadian 18:3-8
• Yakub
“Allah Abraham dan Allah Nahor, Allah ayah mereka,
kiranya menjadi hakim antara kita."
Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak,
ayahnya.
Dan Yakub mempersembahkan korban sembelihan di gunung
itu.
Ia mengundang makan sanak saudaranya,
lalu mereka makan serta bermalam di gunung itu.”
Kejadian 31:53-54
Dari beberapa contoh diatas, paling tidak ada 2 (dua)
prinsip persembahan dalam era sebelum Kemah Suci berdiri;
dalam Perjanjian Lama, yakni:
1. Persembahan Merupakan Inisiatif Pribadi
Yaitu sebagai respon si pemberi persembahan akan kasih,
berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN.
Perhatikan teladan para patriark di atas, jika kita
membaca teks Alkitab dari perikop atau pasal-pasal yang
mencatat kisah mereka, kita tidak akan menemukan TUHAN
memberikan perintah kepada mereka untuk memberikan
persembahan, artinya persembahan yang mereka lakukan
merupakan inisiatif pribadi sebagai respon mereka atas
kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN.
2. Persembahan Mencerminkan Hubungan Pribadi
Yaitu hubungan terjalin diantara si pemberi persembahan
dengan TUHAN.
Pada waktu para patriakh memberikan persembahan, di era
itu tidak atau belum ada hukum tertulis yang
mengharuskan dan mengatur pemberian persembahan.
Dan jika kita simak dengan lebih teliti dalam Kitab
Kejadian, mereka yang memberikan persembahan kepada
TUHAN adalah mereka yang memiliki hubungan pribadi
dengan TUHAN.
Kita tidak akan menemukan didalam Kitab Kejadian, orang
yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan TUHAN, lalu
memberikan persembahan kepada TUHAN.
Kedua prinsip ini seharusnya menjadi blueprint, menjadi
teladan dan semangat kita dalam memberikan persembahan.
II. PERSEMBAHAN SETELAH BERDIRINYA KEMAH SUCI
Setelah bangsa Israel keluar dari Mesir untuk beribadah
kepada TUHAN, Musa diperintahkan TUHAN untuk membangun
Kemah Suci, kemah pertemuan di mana TUHAN akan berjumpa
dengan umat-Nya.
Dengan berdirinya Kemah Suci, maka TUHAN memberikan
hukum-hukum dan aturan-aturan yang mengatur tata cara
ibadah, tata cara pelayanan Imam Besar dan para Imam,
tata cara persembahan, hukum dan aturan moral, hukum dan
aturan sosial, dan lainnya.
Sehubungan dengan persembahan, dalam Imamat 1-7 tertulis
jenis-jenis persembahan yang telah ditetapkan, yaitu:
a. Korban bakaran
b. Korban sajian
c. Korban keselamatan
d. Korban penghapus dosa
e. Korban penebus salah
Di mana jenis korban dan tata caranya diatur berdasarkan
hukum.
Apakah hal ini kemudian menjadi sesuatu yang kaku dan
baku? Serta membuat orang memberi persembahan hanya
berdasarkan hukum (legalisme) semata? Seharusnya tidak.
Dengan semangat dan prinsip memberi para patriark, yakni
memberi sebagai respon atas kasih, berkat, penyertaan
dan perlindungan TUHAN serta didasari hubungan pribadi
dengan TUHAN, maka aturan dan hukum tentang persembahan
yang diberikan TUHAN seharusnya menjadi sarana yang
mempermudah, mempertegas dan memperjelas dalam hal
memberi persembahan, sehingga persembahan kita tepat
seperti yang dikehendaki TUHAN.
Sayangnya, semangat dan prinsip para patriark dalam hal
memberi persembahan kelihatannya makin lama makin
memudar dalam diri umat Israel, sehingga
persembahan-persembahan menjadi sekedar legalisme semata,
sebagaimana kita lihat dalam ayat berikut:
“Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada
korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada
mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan
lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan
lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.”
1 Samuel 15:22
Sebagaimana ayat tersebut di atas, penting bagi kita
untuk menyadari bagaimana persembahan (korban bakaran
dan korban sembelihan) dalam Perjanjian Lama, takkan
memiliki arti;
• jika tidak disertai dengan hubungan pribadi yang intim
dengan TUHAN,
• jika tidak mendengarkan suara TUHAN, serta
• jika tidak memiliki ketaatan akan Firman dan
ketentuan-ketentuan TUHAN.
Tegoran TUHAN dalam kitab Maleakhi terkait dengan
pemberian persembahan memiliki tujuan yang sangat tegas
dan jelas, yakni agar umat TUHAN menjadi orang-orang
yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.
Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan
hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan
seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.
“Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya?
Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia
menampakkan diri?
Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti
sabun tukang penatu.
Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan
mentahirkan perak;
dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti
emas dan seperti perak,
supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan
korban yang benar kepada TUHAN.
Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan
hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan
seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.”
Maleakhi 3:2-4
Marilah kita memberikan persembahan dengan semangat dan
prinsip para patriark. Memberi bukan karena kewajiban,
bukan karena takut kena kutuk, bukan karena takut tidak
diberkati, apalagi karena takut masuk neraka, tetapi
biarlah persembahan kita merupakan respon kita akan
kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN, serta
kita memberi karena kita memiliki hubungan pribadi yang
intim dengan TUHAN. Amin. (DL)