PROFETIK UNTUK SEMUA
Selama ini beredar anggapan bahwa kehidupan yang
profetik hanyalah bagi orang dari pelayanan tertentu
saja, misalnya para pendoa, pelayan pujian dan
penyembahan, serta pengkhotbah. Bahkan, ada yang
menganggap bahwa kehidupan yang profetik adalah
kehidupan yang (terlalu) “ngeroh”, dan tidak semua orang
harus hidup dengan gaya seperti itu. Apakah benar bahwa
kehidupan yang profetik atau bernuansa kenabian hanya
untuk pelayanan tertentu saja? Apakah gaya hidup yang
dikatakan “ngeroh” tersebut masih relevan saat ini?
Karunia profetik sendiri adalah pemberian dari Tuhan
kepada seseorang supaya ia dapat melayani pekerjaan
Tuhan. Seorang imam perlu dipenuhi oleh Roh Allah,
supaya dapat mengerti apa yang harus dilakukan untuk
mengerjakan panggilan Tuhan yang dipercayakan kepadanya.
Tuntunan Roh akan memastikan seseorang melakukan
pekerjaan Tuhan dengan tepat sasaran dan sesuai dengan
kehendak Allah.
Nadab dan Abihu, putra Harun, pernah membawa api asing
karena melakukan pekerjaan Tuhan dengan cara yang tidak
sesuai prosedur. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
mereka melayani Tuhan tanpa pimpinan Roh Allah (dengan
kekuatan dan pemahaman sendiri). Narasi api asing ini
memperlihatkan kepada kita bahwa bahkan seorang imam
Lewi pun belum tentu hidup secara profetik. (Imamat
10:1-2)
Jadi, apakah makna kata ‘profetik’ itu? Profetik berasal
dari kata dasar prophet yang artinya nabi. Kata ‘nabi’
sendiri berasal dari bahasa Ibrani navi/nabiy (נָבִיא)
yang diadaptasi ke dalam bahasa Yunani prophetes (προφήτης)
yang berarti juru bicara (spokesman). Seperti makna dari
bahasa aslinya, nabi adalah penyambung lidah Allah bagi
umat-Nya melalui kata-kata nubuatan. Suara kenabian
(prophetic utterance) dapat berupa teguran, penghiburan,
peringatan, nasihat, dan pesan Allah terkait apa yang
akan Tuhan kerjakan di masa depan. Sehingga, profetik
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan fungsi
kenabian.
Berangkat dari pengertian itu, maka gaya hidup yang
profetis dapat diartikan sebagai kehidupan yang
senantiasa terkoneksi dengan Allah, menangkap suara-Nya,
dan menyampaikan-Nya kepada orang lain. Tujuannya adalah
supaya kehendak Allah dapat tercapai atas suatu
komunitas.
Insan Pentakosta, sebagai spirit-filled believers, perlu
menyadari bahwa apa pun profesi dan panggilan yang Tuhan
berikan kepadanya, itu adalah sebuah pekerjaan Tuhan.
Ada nilai ibadah dan pelayanan di dalam setiap pekerjaan
atau panggilan Tuhan di dalam kehidupan orang percaya.
Saat Insan Pentakosta sedang merawat pasien, mengajar
sebagai guru, atau membersihkan ruangan sebagai cleaning
service, di saat yang sama, ia pun sedang melayani
pekerjaan Tuhan yang tidak kalah profetisnya dengan
pelayanan di gereja. Sehingga, dalam menjalani panggilan
Tuhan melalui profesinya, Insan Pentakosta pun harus
hidup secara profetik.
TIGA ALASAN ATAS URGENSINYA KEHIDUPAN PROFETIS
1. Perlunya Tuntunan Roh Kudus
Untuk dapat menang atau sukses dalam pekerjaan Tuhan,
apa pun profesi kita, mutlak perlu adanya tuntunan
profetis dari Allah. Misalnya, saat kita mengalami
berbagai kendala di marketplace; Roh Kudus dapat
menyediakan hikmat untuk menerobos penghalang-penghalang
tersebut. Roh-Nya mampu memberikan ide kreatif atau
mengingatkan kita akan hal-hal yang perlu kita benahi
dari diri kita, supaya terobosan terjadi.
Contoh lain adalah saat harus mengambil keputusan dalam
berbagai aspek hidup kita, misalnya memilih jurusan saat
mendaftar kuliah. Dunia dapat memberi beribu
pertimbangan dan pengetahuan untuk kita dapat mengambil
keputusan. Namun, hanya melalui Roh-Nya saja kita dapat
memperoleh hikmat untuk mengelola semua pertimbangan dan
pengetahuan tersebut supaya mampu mengambil keputusan
yang baik, berkenan, dan sempurna, yaitu sesuai dengan
kehendak Allah (1 Raja-raja 3:9), termasuk dalam memilih
jurusan kuliah yang tepat.
Semua bentuk dan manfaat dari tuntunan Roh Kudus ini
hanya dapat kita peroleh jika kita hidup secara profetik.
Tanpa kehidupan yang profetik, kita akan sulit atau
bahkan gagal (miss) untuk menangkap apa yang menjadi
kehendak Allah melalui tuntunan Roh Kudus. Boleh
dibilang, hidup yang tidak profetis adalah hidup yang
tidak mengandalkan tuntunan Roh Kudus.
2. Komunitas Kita Perlu Suara Tuhan
Tidak kebetulan kita bekerja atau bersekolah di suatu
tempat. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kita melihat hal
yang salah dalam komunitas kita. Seperti Yeremia,
sebagai orang yang mengerti kehendak Allah atas orang
Israel, ia tidak sungkan menegur bangsanya dan
menyampaikan hal-hal yang tidak populer pada waktu itu,
yaitu kekudusan. Tuhan pun mau kita berani untuk
menyatakan kebenaran dan meluruskan hal-hal yang salah
dalam komunitas di mana kita berada.
Perlu adanya hikmat dan keberanian untuk kita dapat
menyampaikan kerinduan dan teguran Allah bagi orang yang
tidak mengenal-Nya. Kehidupan profetik juga menyediakan
hikmat dan keberanian ini. Roh Allah akan memberikan
desakan ilahi untuk berani mengambil sikap meskipun itu
suatu pilihan yang langka di komunitas kita. Misalnya,
di tengah maraknya tren FWB (friends with benefit)
hari-hari ini, Insan Pentakosta yang memiliki hidup
profetik akan berani berkata 'tidak' terhadap gaya hidup
ini.
Contoh lainnya, pemercaya yang hidupnya profetis akan
berani menegur rekan kerjanya yang korupsi atau teman
kuliahnya yang gemar rebahan dan malas-malasan. Insan
Pentakosta akan mampu memilih timing dan cara yang tepat
dalam menyampaikan suara kenabian tersebut, yaitu dengan
cara dan kata-kata yang membangun, menasihati, dan
menghibur alih-alih menghakimi. (1 Korintus 14:3)
3. Menghadapi Tipuan Dunia
Ada lirik lagu yang sedang viral hari-hari ini,
mengatakan bahwa dunia ini adalah tempatnya tipu-tipu.
Perlu adanya kemampuan untuk dapat membedakan yang palsu
dari yang asli, dalam berbagai konteks kehidupan.
Seseorang dengan gaya hidup profetis akan memiliki
karunia untuk membedakan roh. Secara spiritual, Roh-Nya
akan memberikan kepekaan dan ketajaman supaya tidak
mudah tertipu oleh si Penipu Ulung. Seperti Petrus yang
membongkar persekongkolan Ananias dan Safira, demikian
pula Roh-Nya akan memberikan hikmat kepada kita supaya
terhindar dari tipuan, bahkan menguak tipuan itu. (Kisah
Para Rasul 5:1-11)
Jadi, jelas bahwa kehidupan yang profetik adalah
kebutuhan bagi semua Insan Pentakosta. Kehidupan
profetik terbukti tetap dan makin relevan hari-hari ini.
Semua pemercaya yang dipenuhi Roh Kudus dapat dan harus
hidup secara profetik. Hal ini sesuai dengan konsep yang
diusulkan oleh Stronstad dalam bukunya ‘The Prophethood
for All Believers’.
Hidup yang profetik menyadarkan kita bahwa realitas yang
kita hadapi bukanlah sekedar kenyataan jasmaniah saja,
tetapi ada pula realitas rohani yang tidak kelihatan;
namun tidak kalah nyata. (Ibrani 11:3)
Supaya kita memperoleh gambaran utuh dalam mengerjakan
panggilan-Nya, kita perlu senantiasa hidup secara
profetik. Tuntunan Roh Kudus yang kita peroleh dari
kehidupan profetik akan menolong kita berhasil di
dimensi rohani dan jasmani atas suatu perkara.
Mulailah membangun kehidupan yang profetik dengan
memiliki kehidupan doa, pujian, penyembahan, dan
perenungan firman yang rutin. Allah akan melatih kita
mendengar suara-Nya yang lembut untuk menuntun kita
menjalani kehidupan selama ada di dunia. Ada waktunya
Tuhan juga akan menitipkan suara kenabian kepada kita,
supaya ada perkataan Tuhan yang dilepaskan dan merubah
kondisi komunitas kita. Maukah kita terlibat di dalamnya?
(TH)