PULIH SEBELUM MENIKAH
Tahun 2021 adalah ‘The Year of Integrity’ dengan 2 ayat
tema utama yang diambil dari Mazmur 24:3-5 dan juga
Mazmur 41:13-14. Ternyata kata ‘integritas’ itu erat
kaitannya dengan perkenanan Tuhan. Integritas dapat
memimpin kita kepada perkenanan Tuhan. Menariknya, Amsal
18:22 menyatakan bahwa “Siapa mendapat isteri, mendapat
sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN”. Dari ayat
tersebut kita dapat melihat bahwa pernikahan juga adalah
manifestasi perkenanan Tuhan. Itulah sebabnya di dalam
bagian pertama janji nikah terdapat sebuah afirmasi
bahwa “…sesuai dengan kehendak Tuhan, maka saya menerima
engkau...” yang berarti pertolongan Tuhanlah yang
membawa calon mempelai pada suatu fase kehidupan
berikutnya, yaitu menikah/married. Tentunya perkenanan
Tuhan itu janganlah disia-siakan ataupun kita anggap
remeh. Setiap generasi Yeremia yang hendak menikah harus
melakukan bagiannya sebelum menikah sebagai ucapan
syukur dan juga sebagai tekad untuk mempermuliakan nama
Tuhan melalui pernikahan, bahkan nantinya meninggalkan
warisan yang diberikan bagi anak cucu seperti yang
tertulis di Amsal 13:22a,
“Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya...”
Yang dimaksud tentu bukan warisan harta kekayaan tetapi
warisan nilai-nilai kehidupan yang membentuk dan
mengajar anak-anak untuk hidup benar di hadapan Tuhan. (lihat
artikel Warta Online “Warisan Rohani”). Alangkah
indahnya jika pernikahan kita menjadi teladan bagi
anak-anak kita sendiri dan tentunya bagi banyak orang.
Tujuan pernikahan Kristen bukanlah semata-mata untuk
mendapatkan kebahagiaan tetapi untuk bertumbuh
bersama-sama ke arah Dia di mana pernikahan tersebut
mencerminkan kasih Allah dalam Kristus yang mengasihi
jemaat-Nya. Orang yang mencari kebahagiaan di dalam diri
pasangannya, akan merasa kecewa karena semua manusia (termasuk
pasangan kita) telah jatuh ke dalam dosa dan memang
Tuhan tidak mau kita berharap kepada manusia. Akan
tetapi bukan berarti lantas kita berbuat seenaknya saja,
berharap pasangan menerima kita apa adanya tanpa adanya
usaha yang intensional untuk memperbaiki diri menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Dalam pernikahan Kristen,
Kristus adalah pusat di mana kasih-Nya menjadi dasar
dari hubungan suami isteri, seperti tercantum dalam
Efesus 5:22-33.
Menarik sekali bahwa rasul Paulus sebelum menjelaskan
peranan suami dan isteri di perikop ini, ia menjelaskan
mengenai hidup sebagai anak-anak terang dan manusia baru,
persis di perikop sebelumnya yaitu pada Efesus
4:17-5:21. Jelaslah bahwa seyogyanya sebelum suami
isteri dipersatukan dan dapat menjalankan fungsinya,
mereka masing-masing harus terlebih dahulu menjadi
manusia baru dan hidup sebagai anak-anak terang. Kedua
calon mempelai sama-sama menjadi pribadi yang pulih dari
luka masa lalu, trauma, kepahitan, sejalan dengan yang
tertulis di Efesus 4:31-32
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan
fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula
segala kejahatan.”
Rasul Paulus dengan tegas mengatakan untuk membuang
semua hal ini, bukan menyimpan dan membiarkannya. Masuk
dalam pernikahan dalam kondisi belum pulih hanya akan
menambah masalah bagi kedua pribadi yang akan
dipersatukan ini. Kepastian akan pemulihan diri sangat
diperlukan sebelum dua pribadi dipersatukan menjadi satu
dalam pernikahan kudus, karena bagaimana mungkin dua
menjadi satu jika diri sendiri belum mengalami pemulihan?
Jangan lupa, data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung
mencatat jumlah perceraian di Indonesia rerata mencapai
seperempat dari dua juta jumlah peristiwa nikah dalam
setahun pada tahun 2019. Terlebih lagi di tengah pandemi
sekarang-sekarang ini, angka perceraian meningkat tajam
di banyak kota di Indonesia.
Di konteks pandemi COVID-19 hari-hari ini, pemulihan
seperti apakah yang sebenarnya diperlukan? Pada dasarnya,
tidak ada jawaban yang extraordinary ataupun jawaban
yang benar-benar baru untuk pertanyaan di atas karena
walaupun konteks berubah, kebutuhan dan kecenderungan
manusia tetap sama.
PULIH DARI IDEALISME
Pulih dari idealisme kita akan pernikahan yang selama
ini telah dipengaruhi oleh drama-drama percintaan,
film-film pendek romantis, serta tampilan-tampilan media
sosial orang lain, itulah area peperangan yang
sesungguhnya. Seseorang yang idealis adalah seseorang
yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai
satu-satunya hal yang benar. Definisi umum lainnya
adalah seseorang yang hidup menurut cita-cita, menurut
patokan yang dianggap sempurna. Mereka yang idealis lupa
bahwa pikiran telah tercemar, terpolusi, dan
terkontaminasi dosa. Tipu daya Iblis juga terus-menerus
menyerang pemikiran manusia agar menentang (rencana)
Allah, bahkan melawan Allah. Ayo kita sadari bahwa hidup
kita sebagai orang percaya, tidak hanya hidup di bawah
matahari (under the sun), tetapi juga di bawah Kristus
(under the Son).
Bila hanya memahami hidup di bawah matahari, maka
cita-cita kita, patokan kita, dan pikiran kita adalah
kesia-siaan belaka. Bagaimana tidak; kecantikan memudar,
harta benda berpindah tangan, dan dunia berubah begitu
cepat dimana kesusahan dan kesedihan silih berganti.
Akan tetapi, hidup baru di dalam Kristus (under the Son)
membawa harapan yang kokoh, pemulihan di dalam segala
sesuatu, serta memimpin kita kepada hidup yang kekal.
Generasi Yeremia akan memiliki perspektif kekekalan
sehingga memasuki, memahami, dan mempertahankan
pernikahan dengan lebih baik, lebih bermakna. Isi
pernikahan dengan perspektif baru yaitu under the Son,
akan memiliki lebih sedikit tuntutan (mentalitas
dilayani) dan lebih banyak pertumbuhan dimana suami
isteri saling melayani dan support. Yang diutamakan di
sepanjang jalan pernikahan adalah bagaimana Kristus
dipermuliakan dan firman Tuhan memimpin setiap
pengambilan keputusan sehari-hari.
Ayo kita berkomunitas dengan orang-orang percaya lainnya
dalam kelompok sel/COOL karena perubahan idealisme juga
terjadi karena interaksi sosial kita. Allah dapat
memakai mentor, kakak/bapa rohani, serta saudara-saudara
seiman untuk menyadarkan kita dari idealisme yang kita
miliki mengenai pasangan kita, makna pernikahan kita,
dan juga persiapan pernikahan kita. Berkomunitas online
di tengah pandemi ini sebenarnya menolong kita untuk
bertumbuh, mengalami perubahan pola pikir/paradigma, dan
diurapi oleh Roh Kudus hari lepas hari.
JATI DIRI YANG BENAR
Setelah idealisme kita diubahkan oleh terang firman
Tuhan dalam pekerjaan Roh Kudus sementara berkomunitas,
maka langkah kedua untuk dapat pulih sebelum masuk
pernikahan adalah dengan menyadari identitas kita di
dalam Kristus. Identitas atau jati diri kita harus pulih.
Laki-laki dan perempuan diciptakan serupa dan segambar
dengan Allah dan mereka diciptakan dengan fungsinya
masing-masing. Laki-laki akan menjadi suami, yang adalah
kepala dan perempuan akan menjadi isteri yang adalah
penolong. Laki-laki dan perempuan diciptakan sederajat,
tidak ada yang lebih rendah atau lebih kecil di mata
Allah.
Bahkan ketika nantinya Tuhan mengaruniakan keturunan
ilahi, maka baik itu anak laki-laki ataupun anak
perempuan, keduanya harus dapat diterima dengan penuh
ucapan syukur tanpa adanya penolakan sedikitpun. Mereka
berharga bukan karena jenis kelamin mereka, tetapi
karena mereka diciptakan segambar dan serupa dengan
Allah.
Identitas di era postmodern hari-hari ini juga berkaitan
erat dengan kesadaran penuh untuk menolak dosa dan tipu
daya akan LGBT. Miliki tertib pikiran agar kokoh dalam
identitas sebagai pria atau wanita (sejak lahir).
Izinkan Roh Kudus menginsafkan dan terus-menerus
memimpin dalam segala kebenaran selama mempersiapkan
diri sebelum hari-H pernikahan. Kita akan dipersiapkan
lebih lagi di dalam kelas KOM 100 dengan materi relevan
terupdate mengenai Jati Diri. Mengikuti kelas KOM 100
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan pelayanan
pemberkatan pernikahan yang kudus di gereja kita. Alami
kuasa salib Kristus dengan langkah awal mengakui di
hadapan Tuhan serta bertobat dan terus memelihara
identitas yang Tuhan sudah pulihkan.
Identitas kita adalah Generasi Yeremia yang penuh Roh
Kudus, cinta mati-matian kepada Tuhan Yesus, dan tidak
kompromi terhadap dosa. Tuhan Yesus memberkati. (AR)