SETIA
(PESAN TUHAN YESUS DALAM MENGHADAPI MASA AKHIR)
“Suatu
kali dalam pelayanan-Nya, Tuhan Yesus bernubuat tentang
keruntuhan Bait Allah. Suatu nubuatan yang terlalu berani dan
kontroversial pada zaman itu, karena sejak zaman Raja Salomo,
tidak pernah lagi Israel memiliki Bait Allah semegah yang
dibangun Raja Herodes Agung.
Setelah menubuatkan demikian, Tuhan Yesus keluar dari Bait Allah
dan berpisah dengan orang banyak. Maka datanglah murid-murid-Nya
kepada Tuhan Yesus untuk menanyakan; bilakah nubuatan itu
terjadi. Lalu Tuhan Yesus menjawab dengan beberapa petunjuk yang
bukan hanya membahas kejadian itu, tetapi melanjutkan dengan
nubuatan beberapa kejadian lain yang akan terjadi di akhir zaman,
disertai dengan urutannya, dan yang terpenting ditambahkan
dengan petunjuk tentang apa yang harus kita diperhatikan bila
nubuatan-nubuatan itu digenapi seperti yang tertulis dalam
Matius 24–25. Beberapa petunjuk dengan jelas melukiskan dampak
dan akibat bila kita melakukan petunjuk tersebut atau tidak, dan
ini adalah penentuan akhir, apakah masuk Sorga atau masuk neraka.
HAMBA YANG SETIA
Di dalam Matius 24-25 ini, ada 2 perumpamaan yang senada dan
keduanya menekankan tentang “hamba yang setia.” Ada upah bagi
mereka yang setia yaitu masuk Sorga. Kata ‘setia’ adalah kata
kunci dalam kedua perumpamaan ini.
Ada beberapa arti dari kata ‘setia’ ini, yaitu:
1. Memiliki Iman Yang Teguh
Kata ‘setia’, dalam bahasa Yunani adalah Pistos, dalam bahasa
Ibrani adalah Emunah dan dalam bahasa Inggris dipakai kata
Faithful. Kata Pistos dan Emunah selain memiliki arti setia,
kata ini juga menerangkan tentang seseorang yang memegang iman
dengan teguh atau penuh iman. Perbuatan setia ternyata selalu
dihubungkan dengan iman yang teguh atau penuh iman.
“Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai
perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus
2:17
Dalam hal ini Alkitab hendak mengatakan bahwa ‘setia’ menjadi
bentuk perbuatan yang membuktikan dan menghidupkan sebuah iman
yang tidak biasa, iman yang teguh dan penuh iman.
Ada iman yang memasrahkan segala hal pada tangan Tuhan, dan ada
iman yang mengerjakan tugas pribadi, karena percaya Tuhan akan
menyempurnakan. Kesetiaan menjadi sebuah bentuk keseimbangan
antara kepasrahan pada Tuhan dan tanggung jawab pribadi yang
didedikasikan kepada Tuhan. Bentuk kesetiaan seperti apakah yang
dimaksud Tuhan Yesus, yang menjadi pra-syarat masuk sorga itu?
“God's faithful servant has no desire for people to say or to
give to him, or what he likes to hear or see, for his first and
greatest aim is to hear what is most pleasing to God.” Saint
Augustine
2. Layak Dipercaya
"Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh
tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada
waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan
tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas
segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata
di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai
memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama
pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang
tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan
akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang
munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."
Matius 24:45-51 (TB)
Definisi Pistos dan Emunah yang kedua adalah trustworthy atau
dapat dipercaya. Ternyata salah satu pemahaman Tuhan tentang
setia yang hendak disampaikan kepada orang percaya adalah
menjadi orang yang layak dipercaya. Perumpamaan di atas
menerangkan dengan gambaran yang tepat tentang hamba yang setia,
yang beriman penuh, yaitu layak dipercaya.
Gambaran dan definisi setia yang dipakai oleh Tuhan Yesus adalah
dengan menunjukkan sikap seseorang terhadap kepercayaan dan
tugas yang diberikan kepadanya, dalam situasi tanpa pengawasan.
Suatu kepuasan bagi Tuhan, bila mendapati hamba-hamba-Nya sedang
mengerjakan tugasnya pada saat dijumpai-Nya. Sebuah perumpamaan
yang merangkum beberapa kualitas pribadi sekaligus: Integritas,
loyalitas pada pimpinan, loyalitas pada tanggung jawab,
ketekunan, produktivitas, tidak bekerja untuk penilaian manusia,
dan akhirnya semuanya dapat dirangkum dalam satu kata, yaitu
setia.
Pemahaman ini menegaskan juga bahwa iman yang penuh tidak bisa
sempurna tanpa perbuatan yang berwujud kerja dan upaya. Iman
tidak sama dengan kepasrahan semata, tetapi ada upaya untuk
melakukan apa yang bisa dilakukannya sebagai bentuk kesetiaan.
Hamba yang setia seperti ini, mendapat upah kepercayaan lebih
dari tuannya, mereka dapat bergabung dalam sukacita tuannya dan
menjadi pengawas milik tuannya.
Semua orang percaya adalah hamba Tuhan, dan mereka menerima
penugasannya masing-masing, seperti: tugas panggilan pribadi,
tugas menjadi saksi Yesus, tugas dan peran dalam keluarga, tugas
dalam pekerjaan, tugas dalam masyarakat, dan semuanya adalah
tugas para hamba Allah dalam kerajaan-Nya. Kesadaran untuk
melakukan tugas itu dengan tanggung jawab dan dedikasi pada
Tuhan, dihitung sebagai bentuk perbuatan kesetiaan dan pasti
menerima upah yang sepadan daripada-Nya.
Gambaran lain dalam perumpamaan ini adalah berbicara tentang
ketidaksetiaan. Situasi ini sangat berlawanan dengan yang hamba
yang pertama, hamba yang dijumpai saat itu tidak sedang
mengerjakan tugasnya pada waktu tuannya datang, Alkitab
mengategorikan dia sebagai hamba yang jahat dan setara dengan
orang munafik. Jahat di sini dipakai kata ‘Kakos’ yang punya
artian tidak seharusnya, pikiran licik, perasaan jahat, perusak.
Kata munafik dipakai kata Hupokretes (STRONG G5273) yang berarti
pura-pura, aktor, yang selalu berpikiran lain. Orang ini bukan
saja tidak melakukan tugas yang dipercayakan, bahkan mengganggu
hamba yang lain yang mungkin saja sedang bekerja. Hamba yang
jahat ini akan menerima upah ditempat di mana terdapat ratapan
dan kertakan gigi, atau dalam terjemahan lain disebut sebagai
neraka.
3. Bisa Diandalkan
Matius 25:14-30, mengisahkan tentang seorang tuan yang akan
bepergian dan menitipkan talenta pada tiga orang hambanya.
Kepada yang seorang dipercayakan lima talenta, yang seorang lagi
dua talenta dan terakhir satu talenta. Ketika tuannya pulang,
ketiganya melaporkan apa yang mereka sudah kerjakan pada talenta
mereka masing-masing.
“Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba
lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan
kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata
tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku
yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku
akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya:
Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah
beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau
telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku
akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:
20-23)
Definisi Pistos dan Emunah yang ketiga adalah bisa diandalkan.
Arti bisa diandalkan disini bukan hanya bicara tentang loyalitas
kerja tanpa pengawasan, tetapi juga bicara kemauan dan upaya
untuk mengembangkan apa yang dipercayakan, dalam hal ini talenta
yang telah dititipkan. Talenta yang sebenarnya bukan milik
mereka, hanya titipan tuannya saja, tetapi semuanya itu bisa
dikerjakan dan dilipatgandakan menjadi dua kali lipat. Tuhan
Yesus dalam perumpamaannya menegaskan bahwa Ia tidak
mempermasalahkan hasil akhir, entah sepuluh atau empat, tetapi
Tuhan melihat kesetiaan seorang hamba untuk dapat diandalkan
tuannya. Ini adalah salah satu bentuk perbuatan yang membuat
iman penuh (faithfullness) mereka menjadi sempurna.
Senada dengan perumpamaan sebelumnya, hamba yang tidak
melipatgandakan talentanya disebut sebagai hamba yang jahat dan
layak menerima hukuman di tempat di mana penuh ratap dan kertak
gigi (Matius 25:24-30), yaitu neraka. Dua kali Tuhan Yesus
menekankan tentang hubungan hamba yang jahat dan neraka. Jika
sampai dua kali Tuhan Yesus berbicara demikian berarti Ia hendak
meminta kita semua agar memberikan perhatian khusus pada hal itu.
Sebagai orang percaya Efesus 2:10 menuliskan bahwa kita
dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan
Allah sebelumnya. Tuhan sebagai tuan atas hamba-hamba-Nya
meletakkan talenta dalam hidup orang percaya.
Talenta itu bisa berbicara tentang keahlian, bakat alamiah,
kesempatan dan peluang, relasi, warisan dan banyak lagi yang
hadir dalam hidup seseorang tanpa orang itu mengupayakannya.
Sebagai orang beriman penuh, sudah seharusnya bila semua talenta
itu dikerjakan dan dilipatgandakan menjadi lebih banyak atau
lebih besar, itulah bentuk perbuatan yang benar untuk iman yang
penuh. Kenalilah panggilan kita dan sadarilah semua pemberian
Tuhan, cermati semua situasi yang dianugerahkan, dan syukuri
dengan mengelola semuanya menjadi buah kehidupan, karya
kehidupan. Seperti yang Paulus katakan dalam Efesus 2:10, “Allah
mau supaya kita hidup di dalamnya.”
Upah Dari Kesetiaan
Dari kisah dua perumpamaan di atas, kita dapat melihat, bahwa
kepasrahan dalam pengertian Alkitab bukanlah menunggu dan tidak
mengerjakan apa-apa. Justru dalam kepercayaan penuh orang
Kristen pada Allah, orang itu akan bekerja dan bertanggung jawab
melakukan apa yang bisa dilakukannya. Kesetiaan diharapkan
muncul sebagai karakter orang percaya, untuk menerima upah yang
dijanjikan, yaitu masuk dalam kebahagiaan Tuan kita (Sorga) dan
memerintah bersama Dia (menerima kepercayaan perkara besar).
Tuhan yang akan menyempurnakan hasil kerja seseorang yang
beriman penuh pada-Nya. Seperti Paulus menuliskannya dalam Roma
8:28,
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi
Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana
Allah.” Amin. (JR)