TIGA ASPEK KEKRISTENAN
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia,
ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.”
1 Yohanes 2:6
“Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu
tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di
Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya
disebut Kristen.”
Kisah Para Rasul 11:26
Sepanjang sejarah kekristenan terjadi tensi yang sangat
besar mengenai doktrin ketuhanan dan kemanusiaan Yesus
Kristus. Tensi ini harus dijaga dengan seimbang karena
memiliki implikasi yang sangat besar di dalam kehidupan
sehari-hari orang Kristen.
Dari kedua ayat di atas kita dapat melihat bahwa pada
mulanya seseorang disebut ‘Kristen’ bukan terutama
karena ia menyetujui seperangkat kaidah iman tertentu,
tetapi karena gaya hidup seorang murid yang jelas
terlihat oleh sesama. Seorang murid adalah seseorang
yang berguru kepada seseorang. Di sinilah implikasi dari
kristologi yang tepat.
Jika terlalu menekankan kepada ketuhanan Yesus, maka
hampir tidak ada kesempatan bagi kita manusia biasa
untuk meneladani gaya hidup seperti Kristus. Sampai saat
ini ada aliran tertentu dalam kekristenan yang
menitikberatkan hal ini. Mereka mengajarkan bahwa
kemanusiaan Kristus adalah unik dan tidak sama dengan
hakikat kemanusiaan kita. Kita tidak akan mampu
‘mengikuti teladan’ Kristus. yang ditekankan hanyalah
pemujaan kepada Kristus yang telah bangkit dan
persekutuan di dalam tubuh-Nya.
1 Yohanes 2:6 dengan jelas berkata bahwa tuntutan
pemuridan adalah wajib bagi setiap orang yang mengaku
dirinya sebagai orang Kristen. Mari kita melihat tensi
kedua aspek ini:
I. HAL-HAL YANG HANYA BISA DILAKUKAN OLEH TUHAN YESUS
1. Menyerahkan Nyawa-Nya Untuk Menyelamatkan Dunia
Panggilan untuk menjadi Juruselamat dunia adalah unik;
hanya dapat disandang oleh Yesus Kristus, anak Daud,
yang tubuh-Nya dikandung oleh Maria sebagai buah naungan
Roh Kudus. Inilah syarat utama untuk menjadi Juruselamat
dunia; darah-Nya yang tanpa dosa, sangat mahal sehingga
sanggup menebus seluruh isi dunia.
Ini adalah peranan unik Tuhan Yesus yang tidak dapat
digantikan oleh siapapun. Itu sebabnya Ia disebut ‘Anak
tunggal Bapa yang diperanakkan’ (only begotten son).
Kita yang percaya kepada karya penebusan Tuhan Yesus di
kayu salib dijadikan anak-anak Allah ‘oleh iman’, tetapi
Tuhan Yesus tetap memiliki posisi yang unik sebagai Anak
tunggal Bapa.
2. Menjadi Kepala Gereja
Kumpulan orang-orang percaya dari segala bangsa dan
segala zaman secara korporat disebut Tubuh Kristus.
Kristus adalah kepala dari tubuh itu. Pasca kenaikan-Nya,
Ia menyerahkan kepemimpinan secara praktikal kepada
murid-murid-Nya, secara khusus kepada mereka yang
mengikuti panggilan untuk menjadi rasul-rasul. Posisi
ini dipegang secara korporat sehingga tidak boleh ada
seorang pun di muka bumi yang mempermasalahkan posisi
Yesus sebagai kepala Gereja-Nya.
II. HAL-HAL YANG JUGA BISA DILAKUKAN OLEH ORANG PERCAYA
Selain dari itu ada aspek-aspek di dalam kehidupan Tuhan
Yesus yang dapat dan harus ditiru oleh mereka yang
menyebut diri sebagai murid-Nya. Inilah ketiga aspek
yang harus nyata di dalam kehidupan semua orang percaya:
1. Aspek Kasih
Inilah yang harus terlihat jelas di dalam kehidupan
semua orang percaya.
Di dalam Yohanes 13:34-35 tertulis:
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya
kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi
kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan
demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”
Yesus berkata bahwa dunia akan percaya kepada
pemberitaan kita pada saat kita saling mengasihi satu
sama lain. Di dalam kasih ini akan tercipta kesatuan di
dalam tubuh Kristus. Saling mengasihi bukan berarti
mentoleransi dan membiarkan kesalahan, sebaliknya dengan
kasih kita mencari solusi yang terbaik yang membawa
kebaikan bagi pribadi tersebut. Tuhan Yesus juga
mengajarkan bahwa segitiga kasih ialah mengasihi Allah
dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi, dan
mengasihi sesama sebagaimana kita mengasihi diri sendiri.
Manusia di dalam pemberontakannya kepada Tuhan merasa
sanggup ‘mengasihi sesamanya’ dengan kekuatannya sendiri.
Sejarah membuktikan bahwa setiap usaha untuk membangun
kesatuan yang tidak melibatkan Tuhan di dalamnya tidak
akan bertahan lama dan selalu diikuti dengan perpecahan,
mulai dari unit terkecil, yaitu keluarga - sampai ke
tingkat hubungan antar bangsa dalam pergaulan
internasional.
Itu sebabnya di dalam Perjanjian Baru rasul Yohanes
mengajarkan bahwa ‘Allah itu kasih’. Allah tidak
‘memiliki’ kasih, Allah itulah kasih adanya (God does
not have love, God is love). Itu sebabnya semua orang
yang berusaha ‘mengasihi sesamanya’ tanpa melibatkan
Allah akan gagal.
Yesus menunjukkan prinsip ini di dalam pengorbanan-Nya
di atas kayu salib.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita,
oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita
masih berdosa.” Roma 5:8
Tidak ada jaminan sama sekali bahwa manusia akan
merespon secara positif kepada pernyataan kasih Allah
melalui pengorbanan Yesus di atas kayu salib, namun
kekuatan kasih Agape itulah yang membuat kita bertobat
dan kembali kepada Tuhan. Dimensi kasih seperti inilah
yang Tuhan Yesus minta untuk murid-murid-Nya nyatakan
kepada dunia.
2. Aspek Kebenaran
Tuhan Yesus berkali-kali menyatakan bahwa diri-Nya lah
Kebenaran.
“Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku.” Yohanes 14:6
Komitmen Tuhan Yesus untuk hidup dalam Kebenaran, yaitu:
a. Kebenaran Moral
Tuhan Yesus dicobai sebagaimana layaknya manusia, tetapi
Dia sedikitpun tidak terpancing untuk melakukan apa yang
melanggar kekudusan-Nya
b. Kebenaran Epistemologikal
Ia tidak pernah berbohong mengenai sifat dan esensi
hakiki keberadaan-Nya, maupun berbohong mengenai rencana
dan maksud tujuan-Nya datang ke dunia ini.
Sebagai manusia, seringkali kita gagal di dalam mengejar
kebenaran di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita.
Kita seringkali berbohong, melakukan hal-hal yang salah
secara moral, dan juga tidak mencintai kebenaran
sehingga kita juga mudah dibohongi dan percaya kepada
hal-hal yang tidak 100% benar.
Rasul Paulus juga kemudian di dalam surat-suratnya
mendorong orang-orang percaya untuk tidak termakan oleh
dongeng-dongeng nenek moyang dan ajaran-ajaran palsu
sehingga mereka menyimpang dari iman yang murni.
Komitmen Tuhan Yesus kepada kebenaran bahkan juga sampai
kepada aspek seremonial, di mana Ia rela menerima
baptisan dari Yohanes Pembaptis, meskipun pada
hakikatnya Ia tidak memerlukan baptisan dari siapapun,
tetapi ia bersedia melakukannya “demi memenuhi semua
kebenaran”.
“Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: “Biarlah hal
itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita
menggenapkan seluruh kehendak Allah.” Dan Yohanes pun
menuruti-Nya.” Matius 3:15
Sebagai orang Kristen kita harus berkomitmen seumur
hidup kita untuk hidup dalam kebenaran; dalam pikiran,
perkataan dan perbuatan kita.
3. Aspek Kuasa
Di dalam sejarah Gereja; khususnya di dalam sejarah
doktrin kristologi hal ini juga merupakan suatu titik
perdebatan yang sengit. Darimana sumber kuasa Tuhan
Yesus untuk melakukan semua perbuatan ajaib yang
dilakukan-Nya? Jika kita terlalu menekankan
keilahian-Nya maka hilanglah harapan bagi orang percaya
kebanyakan untuk melakukan apa yang Tuhan Yesus kerjakan.
Hal ini sempat dipercayai oleh banyak aliran gereja,
terutama di dalam abad pertengahan. Di sinilah juga
keistimewaan pengertian kaum Pentakosta. Melalui
komitmen yang tinggi kepada penerapan firman Tuhan, kita
dapat melihat bahwa aspek kuasa ini diperuntukkan bagi
semua orang percaya. Markus 16:15-18, Kisah 1:8, Yohanes
5:20, Yohanes 14:12.
Di dalam hal ini juga kita mellihat pemisahan fase-fase
dalam kehidupan Tuhan Yesus. Keempat penulis Injil
berfokus terutama kepada 3,5 tahun kehidupan publik,
pelayanan, dan karya Tuhan Yesus di kayu salib. Hanya
Injil Lukas yang memberikan sedikit catatan mengenai
masa kecil dan remaja Tuhan Yesus. (Lukas 2:51-52)
Para sarjana Alkitab dari kalangan Injili dan Pentakosta
percaya bahwa di dalam periode ini Tuhan Yesus sama
sekali tidak melakukan mujizat dan perbuatan ajaib
apapun. Beberapa tradisi kristiani dari aliran lain;
bahkan juga di dalam ajaran agama lain - percaya bahwa
Tuhan Yesus pada masa kecilnya melakukan beberapa
mujizat. Kaum Injili dan Pentakosta menolak intepretasi
seperti ini meskipun kelihatannya memberikan
penghormatan kepada Tuhan Yesus, sebab pengertian ini
justru merusak struktur kehidupan dan pelayanan Tuhan
Yesus.
Rasul Paulus mengajarkan di dalam Filipi 2:6-7 bahwa
Tuhan Yesus meskipun dalam rupa Allah, telah
mengosongkan dirinya dan mengambil rupa seorang hamba.
Jadi di dalam hal ini juga termasuk bergantung kepada
Roh Kudus untuk memberdayakan-Nya melakukan kehendak
Bapa di dalam mengerjakan mujizat-mujizat.
Kerelaan Tuhan Yesus di dalam mengosongkan diri-Nya
inilah yang menjadi template bagi kita orang-orang
percaya. Kita pun harus senantiasa dipenuhi oleh Roh
Kudus untuk bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
lebih besar yang dikehendaki oleh Bapa.
KESIMPULAN
Kristologi yang seimbang akan menjaga tensi yang tepat
antara keunikan Tuhan Yesus yang peranan-Nya tidak dapat
digantikan oleh siapapun, sementara mendorong setiap
orang percaya untuk meneladani Tuhan Yesus di dalam
ketiga aspek tersebut di dalam seluruh kehidupan mereka.
(AL)