TIGA HAL YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN DI TENGAH-TENGAH KRISIS
2 Raja-raja 6:24-7:20
Peristiwa yang dicatat dalam kedua pasal ini adalah satu
kisah yang tragis dan mengerikan. Ibukota kerajaan
Israel (utara) yaitu Samaria dikepung oleh pasukan
kerajaan Aram dibawah kepemimpinan raja mereka, Benhadad.
Pengepungan ini begitu luar biasa menyengsarakan warga
Samaria dan mengakibatkan kelaparan merajalela. Suatu
kali raja Israel, Yoram harus mengadili kasus
kanibalisme antara dua orang ibu yang bersepakat untuk
saling memakan anak mereka sendiri. (2 Raja-raja
6:26-30)
Mengerikan! Mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak lain
karena dosa yang dibuat oleh raja dan warga Israel (utara)
itu sendiri. Alkitab sudah mengingatkan di Imamat 26,
Ulangan 28 dan Yeremia 19 bahwa jika terus-menerus tidak
bertobat maka keadaan yang mengerikan seperti yang
dialami Samaria hari itu bisa terjadi, dan akhirnya
memang terjadi juga!
Keadaan dunia saat ini tentu tidak bisa disamakan dengan
apa yang terjadi dengan apa yang dialami Samaria pada
waktu itu, bahkan keadaannya jauh dari hal tersebut.
Namun dalam hal ketidakberdayaan dan krisis, ada banyak
hal yang bisa kita pelajari dari kisah ini dan kita
terapkan di tengah-tengah krisis wabah COVID-19 dan
ancaman resesi ekonomi secara global yang sedang kita
hadapi hari-hari ini. Kekuatan dari TUHAN tentu ada pada
kita, janji akan kesembuhan dan pemulihan tetap kita
pegang oleh karena iman kita bukanlah kepada kekuatan
diri sendiri tetapi kepada Dia yang telah terbukti
selalu menjaga, membela, melindungi, memberkati dan
menyertai kita, amin. Tentu kita pun harus melakukan
bagian kita, tetapi jangan lupa: berhati-hati dalam
bertindak dan meresponi apapun di tengah-tengah masa
krisis.
1. Jangan Lupakan Bukti Pertolongan Tuhan Di Masa Lalu
Sebelum kejadian mengerikan yang terjadi di Samaria
tersebut, ayat-ayat sebelumnya menceritakan tentang
beberapa mujizat, seperti mata kapak yang tenggelam bisa
mengambang (2 Raja-raja 6:6), kekuatan pasukan malaikat
Allah yang mengelilingi Elisa dan pegunungan Israel (2
Raja-raja 6:17) dan bagaimana TUHAN meluputkan Samaria
dari serangan kerajaan Aram (2 Raja-raja 6:18-23).
Tetapi ketika Samaria kembali dikepung oleh Aram,
orang-orang Israel tidak berseru kepada TUHAN dan tidak
mengingat apa yang telah TUHAN perbuat bagi mereka.
Mereka mencoba untuk mengatasi masalah sendiri dan
akibatnya fatal!
Di tengah-tengah krisis yang kita hadapi sekarang:
jangan pernah lupa bagaimana TUHAN telah menolong kita
di masa lalu dan tetap percaya Ia akan tetap mengulurkan
tangan-Nya bagi kita. Alkitab senantiasa mengingatkan
agar kita tidak melupakan segala kebaikan yang telah Ia
berikan. Kita tidak boleh lupa bagaimana TUHAN berkali-kali
telah meluputkan dan melindungi kita dari berbagai
permasalahan dalam hidup kita. TUHAN yang telah
melakukannya bagi kita di masa lalu, adalah TUHAN yang
sama yang akan menolong kita sekarang dan di masa depan.
Pribadi TUHAN yang begitu mengasihi kitalah yang menjadi
dasar pengharapan kita. Percaya, pada waktunya TUHAN
dengan cara yang ajaib akan menolong kita.
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan,
sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."
Mazmur 46:2
2. Jangan Egois Dalam Mengambil Keputusan
Salah satu pesan yang selalu didengung-dengungkan jika
terjadi krisis adalah: jangan panik! Ketika orang panik
maka keputusan apapun yang diambil pastilah untuk
kepentingan diri sendiri dan tidak akan memperhitungkan
keadaan orang lain. Panik bisa berbentuk aktif atau
pasif, tetapi fokusnya tetap sama: kepada diri sendiri.
Kedua ibu yang dengan "tenangnya" memutuskan untuk
memasak dan memakan anak mereka sendiri (2 Raja-raja
6:28-29) adalah bentuk kepanikan yang sudah sampai
keputusasaan. Mereka lupa bahwa TUHAN telah menolong
Samaria berkali-kali dan hamba-Nya Elisa masih bersama
mereka, yang artinya penyertaan TUHAN masih tersedia
bagi mereka.
Bagaimana Raja Yoram bereaksi? Panik juga. Bukannya
mengevaluasi keadaan dan mencari jawaban TUHAN, ia malah
menyalahkan Nabi Elisa untuk keadaan yang terjadi. Sikap
ini persis seperti beberapa waktu yang lalu ada
orang-orang yang mengaku "Kristen" tetapi malah
menyalahkan gereja sebagai penyebab datangnya COVID-19
karena hamba-hamba TUHAN menyerukan doa puasa untuk
Indonesia.
Kita tidak boleh lupa bahwa kita adalah anak-anak TUHAN
dan kasih adalah jati diri kita. Di tengah krisis yang
dihadapi sekarang, jangan panik, terutama dalam hal
beli-membeli. Di awal krisis COVID-19 ini begitu banyak
orang panic buying; membeli apa saja dalam jumlah besar,
sehingga orang-orang yang sangat membutuhkan item
tertentu malah tidak mendapatkannya.
Krisis ini adalah wabah penyakit, bukan kelaparan!
Akibat panic buying maka banyak tenaga medis yang justru
kekurangan masker, gloves, Alat Perlindungan Diri (APD)
dan lainnya. Beberapa orang bahkan dengan cuek memakai
alat medis seperti APD untuk berbelanja dan bepergian,
padahal itu peruntukannya untuk di fasilitas medis.
Sebagai anak-anak TUHAN, kita harus ingat bahwa Ia tetap
menjaga kita, tetapi kita juga harus menjaga (mengasihi)
sesama. Jangan membeli atau belanja lebih dari yang kita
butuhkan. Bantu tetangga, anggota jemaat, anggota COOL
dengan apa yang bisa kita bantu. Perhatikan keadaan
orang-orang tua yang hari-hari ini sangat rentan
terhadap penyakit; tawarkan untuk berbelanja bagi mereka
atau mendisinfektasi rumah mereka. Tunjukkan jati diri
kita sebagai anak-anak TUHAN di tengah-tengah krisis ini:
kita tidak panik sebab kita percaya TUHAN Yesus beserta
kita.
"Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada
danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan
danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada
mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak
percaya?"" Markus 4:39-40
3. Jangan Sepelekan Pesan Tuhan Melalui Hamba-hamba-Nya
Para nabi sebenarnya sudah berkali-kali menyerukan
pertobatan kepada bangsa Israel, tetapi sedikit yang
mendengarkan. Bahkan ketika Elisa menyatakan bahwa TUHAN
akan memulihkan keadaan Samaria, bahkan keadaan ekonomi
mereka, ada satu perwira ajudan raja yang menyepelekan
perkataan nubuatan yang disampaikan Elisa; padahal itu
sudah jelas dari TUHAN sendiri. Akibat dari sikapnya itu,
akhirnya dia sendiri tidak dapat menikmati ketika apa
yang Allah janjikan menjadi kenyataan; mati
diinjak-injak orang. (2 Raja-raja 7:1-2, 16-20)
Wabah COVID-19 yang melanda seluruh dunia memakan banyak
orang meninggal dunia. Tidak sedikit di antara mereka
adalah pelayan-pelayan jemaat, yaitu pendeta, diaken/diakones,
gembala COOL dan lainnya. Para pelayan TUHAN terus
menenangkan jemaat, mengajarkan hal-hal yang Alkitabiah,
terus-menerus mendoakan mereka, menguatkan semua orang
dan menolong sejauh yang bisa mereka lakukan.
Tetapi ada orang yang mengaku "Kristen" justru
memperolok gereja dan hamba-hamba TUHAN ini tersebut.
Misalnya: ketika jemaat diajarkan untuk berdoa berbahasa
roh untuk meningkatkan imunitas diri, begitu banyak yang
mengejek dan mengolok-olok. Padahal memang bahasa roh
berguna untuk keberadaan diri kita. (Yudas 20; 1
Korintus 14:4,18,39; Kisah Para Rasul 1:8,9:31; Yohanes
14:26,16:13; Roma 8:26,15:13; 1 Korintus 6:19; Efesus
3:16; 2 Timotius 1:14)
Beberapa orang bahkan mengaitkan pengajaran ini sebagai
sesuatu yang ‘lemah’ karena beberapa hamba TUHAN
Pentakostal senang berbahasa roh justru meninggal di
masa krisis COVID-19. Ini adalah sikap yang amat tidak
patut; tidak ada sensitifitas dan respect kepada para
hamba TUHAN tersebut maupun keluarga yang ditinggalkan.
Mereka yang melakukan demikian sangat tidak mencerminkan
diri sebagai insan Kristen, bahkan sebagai manusia yang
beradab. [Mengenai orang-orang Kristen yang dipanggil
TUHAN di tengah wabah ini --entah karena COVID-19 atau
tidak-- itu artinya tugas dan pelayanan mereka telah
selesai di atas muka bumi ini. Bagaimana seseorang
meninggalkan dunia ini adalah kedaulatan TUHAN. Bagian
kita adalah memberikan respect dan melanjutkan karya/warisan
yang mereka tinggalkan.]
Jangan pernah menyepelekan apa yang TUHAN sampaikan
kepada para hamba-hamba-Nya, baik itu berupa pengajaran,
peringatan atau doa. Orang bisa saja berargumentasi
bahwa yang dikritik adalah ‘orangnya’, tetapi hati-hati
bahwa ada pribadi Agung dan Mulia yang berada di
belakang hamba-hamba TUHAN. Berhati-hatilah dalam
meresponi segala sesuatu, jangan sampai malah kita
berhadapan langsung dengan Allah yang telah
memberikannya. Orang-orang yang menyelepekan bahkan
mungkin nyinyir, jika tidak segera minta ampun, telah
memeteraikan sendiri; apa yang akan mereka tuai dari
taburan kata-kata mereka itu. (Ibrani 3:7-11)
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang
dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." Wahyu 3:13
Di tengah masa krisis ini tetap kita berfokus kepada
TUHAN dan suara-Nya. Semua yang kita lakukan biarlah
kita lakukan sesuai dengan apa yang telah Ia ajarkan dan
untuk kemuliaan nama-Nya. Badai ini pasti berlalu. Amin.
(CS)