UJIAN, GODAAN DAN TEGURAN
Kejatuhan dalam dosa telah membuat manusia kehilangan
kemuliaan Allah, yang berdampak luas kepada kehidupan di
muka bumi. Kesulitan menjadi bagian yang tidak
terelakkan dalam kehidupan ini. Yesus bahkan
memberitahukan murid-murid-Nya bahwa hidup orang Kristen
tidak bebas dari penganiayaan.
“Semua ini kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai
sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita
penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah
mengalahkan dunia."
(Yohanes 16:33)
Di sisi lain, Iblis ingin menghancurkan kehidupan orang
percaya lewat pelbagai kesengsaraan, seperti: sakit
penyakit, perasaan ditolak, kesulitan keuangan,
kehilangan orang yang dicintai, dan masih banyak lagi.
Alkitab menggambarkan Iblis “berjalan keliling sama
seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang
dapat ditelannya.” (1 Petrus 5:8)
Semua hal ini pada umumnya sering disebut orang sebagai
‘Pencobaan’. Pencobaan sangat identik dengan kondisi
yang tidak mengenakkan. Bahkan seringkali, dengan adanya
pencobaan, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang marah
kepada Tuhan. Mereka menganggap Tuhan itu jahat dengan
membiarkan mereka masuk ke dalam kesengsaraan. Bahkan
mungkin ada yang mulai tidak percaya bahwa Tuhan itu
tidak semaha-kuasa yang dikatakan Alkitab. Kalau Tuhan
berkuasa, mengapa pencobaan ini tidak bisa dihilangkan
atau segera dikalahkan?
Sering sekali kita mendengar orang berkata apabila
mengalami pencobaan, yang penting respon kita harus
benar. Jangan sampai salah meresponi atau menanggapinya.
Pencobaan akan menghasilkan akhir yang baik atau buruk
itu semua tergantung dari respon kita.
Kata ‘pencobaan’ di dalam Alkitab Perjanjian Baru
berasal dari kata dasar Yunani, "peirazō", yang
mempunyai dua makna, yaitu: ‘godaan’ (temptation) atau
‘ujian’ (trial/test); ujian bertujuan untuk memastikan
apakah sesuatu itu memenuhi kualitas tertentu. Jadi,
untuk dapat meresponi pencobaan dengan benar dan keluar
sebagai pemenang di Tahun Paradigma yang Baru ini, kita
perlu bisa membedakan apa itu tujuan dan sumber dari
pencobaan yang kita alami.
TIGA JENIS PENCOBAAN
Ada tiga jenis pencobaan dengan tujuan berbeda yang bisa
terjadi dalam kehidupan orang percaya:
1. Pencobaan untuk Menguji dan Memurnikan
Tuhan mengizinkan pencobaan yang seperti ini terjadi
atas manusia. Ada ‘sidik jari’ Tuhan di dalamnya.
Orang-orang saleh dalam Alkitab mengalami ujian dan
pemurnian dalam hidupnya.
Ayub, yang merasa telah ‘mengenal’ Tuhan lewat kehidupan
yang diberkati, kemudian dimurnikan oleh Tuhan lewat
pencobaan, sehingga pada akhirnya ia dapat berkata,
“Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,
tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.”
(Ayub 42:5)
Demikian juga dengan Abraham yang diuji untuk
mengorbankan Ishak, anaknya yang tunggal dan yang sangat
ia kasihi. Abraham hanya dapat mengalami ‘Tuhan
menyediakan’ setelah ia lulus dalam ujian ini. (Kejadian
22:14)
Bagaimana respon kita apabila menghadapi pencobaan yang
seperti ini? Alkitab berkata:
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan,
apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,
sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu
menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu
memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi
sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
(Yakobus 1:2-4)
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga
dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa
kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan
menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan
pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena
kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh
Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”
(Roma 5:3-5)
Jadi, respon kita adalah tetap mengucap syukur dengan
tetap mempertahankan pengharapan kepada Allah, bukan
yang lain. Ucapan syukur ini lahir dari hati yang
melekat kepada Tuhan dan percaya bahwa “pengharapan
tidak mengecewakan”.
Sesungguhnya ujian yang lebih berat terjadi ketika orang
diberikan kesuksesan dan berkat oleh Tuhan, seperti
dalam kisah Salomo. Dalam kondisi diberkati dengan
limpah, apakah mata kita tetap tertuju kepada Sang
Pemberi Berkat? Apakah Tuhan tetap menjadi kesukaan kita
di atas segalanya?
2. Pencobaan untuk Menggoda Manusia Keluar dari Hukum
Tuhan
Pencobaan yang seperti ini berasal dari keinginan
manusia sendiri yang melawan hukum Tuhan, seperti yang
dikatakan Alkitab:
“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan
ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai
oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.
Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri,
karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila
keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan
apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus
1:13-15)
Pencobaan dengan tujuan menggoda juga dapat berasal dari
Iblis, seperti yang dialami Yesus di padang gurun ketiba
Ia “dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.”
(Matius 4:1-2)
Ada hukum alam dan hukum ilahi yang Tuhan sudah berikan
untuk kehidupan kita.
• Jika banyak mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi,
maka orang akan terkena penyakit jantung koroner.
• Jika tergiur ingin cepat kaya dan melakukan korupsi,
maka akan tertangkap oleh KPK.
• Jika terpikat oleh investasi bodong karena dijanjikan
keuntungan yang tidak masuk akal, maka akan mengalami
kerugian.
• Jika terobsesi dengan pujian, sehingga rela bersaksi
dusta, maka akhirnya akan kehilangan kepercayaan dari
teman-temannya dan dikucilkan.
Bagaimana respon kita apabila mengalami pencobaan
seperti ini? Responi dengan berbalik kepada Allah, lewat
pertobatan dan kehidupan baru sebagai manusia rohani,
dan juga lawan dan perangi Iblis yang mencoba mengambil
keuntungan dari pencobaan ini. Dalam menghadapi cobaan
ini, sumber kemenangan kita adalah Yesus, yang “karena
Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia
dapat menolong mereka yang dicobai.” (Ibrani 2:18)
3. Pencobaan untuk Menegur Manusia
Tuhan selalu ingin membawa anak-anak-Nya ke jalan yang
benar. Untuk itu, Tuhan perlu menegur dan menghajar
anak-anak-Nya lewat pencobaan yang tidak mengenakkan,
seperti yang dikatakan Alkitab:
“Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara
kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku,
janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah
putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan
menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang
yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung
ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di
manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan
kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak
dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari
ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu
bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.”
(Ibrani 12:5-8)
“Tuhan berbisik dalam kesukaan kita, berbicara dalam
kesadaraan kita,
berteriak dalam penderitaan kita.”
C.S. Lewis, Mere Christianity
Imam Zakharia sempat ditegur Tuhan karena
ketidakpercayaannya dan menjadi bisu. Namun pencobaan
ini tidak membuat Zakharia keluar dari rencana Tuhan.
Saat tiba waktunya, Ia taat melakukan apa yang
diperintahkan Tuhan kepadanya, yaitu menamai anaknya
‘Yohanes’ (Lukas 1:20, 63). Zakharia dipulihkan Tuhan,
bahkan dipenuhi Roh Kudus untuk menubuatkan keselamatan
dalam Kristus. (Lukas 1:67-80)
Bagaimana seharusnya respon kita terhadap pencobaan
jenis ini?
Pertama, sadarilah bahwa hajaran itu menandakan bahwa
kita dikasihi oleh Tuhan. (Wahyu 3:19)
Kedua, biarlah dukacita yang terjadi karena hajaran
Allah berujung kepada pertobatan dan menghasilkan buah
kebenaran. (2 Korintus 7:10; Ibrani 12:11)
Pada akhirnya, respon kita terhadap pencobaan bukan
bergantung terutama pada kemampuan kita, melainkan pada
kesetiaan Allah. Karena kesetiaan-Nya, pencobaan tidak
akan “melampaui kekuatanmu”; Ia akan selalu “memberikan
kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat
menanggungnya” (1 Korintus 10:13). Jadilah pemenang
dalam segala pencobaan kita! (RL)
“Saya tidak pernah mengalami pencobaan yang saya ingini,
tetapi saya tidak pernah mengalami pencobaan yang tidak
saya syukuri setelah mengalaminya”
Jack F. Hyles.