WARISAN ILAHI
Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman:
"Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak;
tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan
kepadamu dan kepada keturunanmu.” Kejadian 28:13
Kehidupan rohani atau perjalanan rohani yang kita jalani
bukanlah sebuah perjalanan yang harus kita jalani
seorang diri. Perjalanan ini merupakan perjalanan
kolektif dan berkelanjutan menuju suatu “tanah
perjanjian.” Artinya perjalanan ini sudah dimulai oleh
orang-orang di generasi sebelum kita. Dilakukan oleh
kita saat ini, kemudian dilanjutkan oleh orang-orang di
generasi sesudah kita. Setiap generasi harus berjalan
bersama-sama.
Allah Abraham Dan Allah Ishak
Ishak memiliki dua anak kembar yaitu Esau yang sulung
dan Yakub adiknya yang bungsu. Dalam kehidupannya, Esau
tidak terlalu menghargai kesulungan itu. Pada suatu
kesempatan, Esau menjual hak kesulungan itu dengan harga
yang murah, yaitu dengan semangkok kacang merah. Namun
itu penjualan yang sah.
Secara rohani, sejak saat terjadi pertukaran mengenai
hak kesulungan, akhirnya Yakub menjadi anak sulung
karena transaksi itu. Seharusnya Esau tidak lagi
menganggap dirinya sebagai anak sulung karena dengan
sadar dia sudah menjual hak yang berharga itu.
Ketika telah tiba saatnya untuk memberkati anak sulung
dalam keluarganya, bapa Ishak tentu saja bermaksud
memberkati Esau. Dalam Kejadian 27:1 dikatakan: Ketika
Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia
tidak dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak
sulungnya, serta berkata kepadanya: "Anakku." Sahut
Esau: "Ya, bapa.”
Setahu Ishak, Esau adalah anaknya yang sulung, oleh
sebab itu ia memanggil Esau, bukan Yakub. Ribka yang
lebih mengasihi Yakub, telah merencanakan sesuatu agar
Yakublah yang diberkati. Apakah dia sudah tahu bahwa ada
transaksi penjualan hak kesulungan? Pada akhirnya
Yakublah yang diberkati. Esau menjadi marah dan
bermaksud membunuh Yakub.
Akhirnya demi keamanan, Ribka meminta Yakub pergi ke
tempat asalnya untuk mencari istri dari antara sanak
keluarganya. Di dalam perjalanan, Yakub bermalam di
suatu tempat dan bermimpi. Tuhan menyatakan bahwa Tuhan
adalah “Allah Abraham dan Allah Ishak.” Iman yang
dimiliki oleh Abraham tidak berhenti ketika dia
meninggal, namun dilanjutkan oleh Ishak anaknya,
sehingga Allah menyebut diri-Nya, Allah Abraham dan
Allah Ishak.
Allah memanggil Abraham karena memiliki rencana yang
besar atas orang pilihan-Nya. Rencana Allah sedemikian
besar sehingga melampaui orang-orang yang berjalan dalam
rencana itu. Allah membutuhkan orang-orang pilihannya
dari setiap generasi agar rencana-Nya dapat berjalan
dengan baik. Dibutuhkan orang-orang yang taat kepada
Allah dan mengikuti tuntunan generasi sebelumnya. Tujuan
hidup Ishak tidak boleh melenceng dari tujuan hidup
Abraham. Allah yang memanggil Abraham adalah Allah yang
memanggil Ishak juga.
Allah Abraham, Ishak Dan Yakub
Yakub menangkap pesan Firman mengenai Allah Abraham dan
Allah Ishak. Kemudian Yakub memberikan respon:
“Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan
akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini,
memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk
dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku,
maka TUHAN akan menjadi Allahku.” Kejadian 28:20-21
Diperlukan keberanian dan kesadaran yang dalam ketika
seseorang menyatakan hal seperti itu. Yakub menyadari
bahwa tidak secara otomatis Allah akan menjadi Allahnya
hanya dikarenakan faktor keluarga. Yakub sadar bahwa dia
harus memiliki hubungan pribadi dengan Allah, sehingga
Allah Abraham dan Ishak akan menjadi Allah Yakub juga.
Kehidupan Yakub selanjutnya dipenuhi dengan pengalaman
bersama Allah. Dia yang tadinya hanya memiliki sebatang
tongkat, mendapatkan mimpi dari Tuhan, berpikir
bagaimana bisa mendapatkan kambing domba, akhirnya dia
memiliki kambing domba sendiri. Tuhan memberkati
keluarganya, Tuhan juga melindunginya secara luar biasa.
Pada akhirnya di tepi sungai Yabok, Yakub bergumul
dengan Malaikat Tuhan.
Ketika akan menyelamatkan bangsa Israel dari Mesir,
Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa,
“Lagi Ia berfirman: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa menutupi mukanya,
sebab ia takut memandang Allah.” (Keluaran 3:6)
Tuhan menyatakan diri sebagai Allah Abraham, Ishak dan
Yakub. Musa dipanggil untuk melayani Allah nenek
moyangnya, bukan Allah yang tidak dikenal.
Murid-Murid
Allah adalah Allah antar generasi, karena manusia
terbatas hidup di bumi. Dengan demikian kita mengetahui
bahwa iman merupakan warisan antar generasi. Suatu
generasi (seseorang) harus memiliki hubungan pribadi dan
pengalaman dengan Tuhan. Dan ketika saatnya akan
meninggalkan bumi ini dan masuk ke dalam kekekalan,
generasi atau orang tersebut harus meninggalkan iman
yang sama, tujuan yang sama, nilai yang sama kepada
generasi berikutnya. Iman orang atau generasi tersebut
harus menjadi warisan rohani yang pasti, berharga dan
menuntun kepada tujuan besar Allah.
Yesus mengajar murid-murid-Nya, ketika Dia sedang
menabur benih atau nilai-nilai Kerajaan sorga. Tujuannya
adalah agar murid-murid memiliki hidup yang sama seperti
Yesus, iman dan tujuan yang sama. Itu adalah warisan
yang harus diajarkan kepada generasi berikutnya nanti.
Generasi kedua harus belajar menangkap dan memahami iman
tersebut, mempraktekkannya dan mengajar generasi ketiga
untuk memiliki iman yang sama. Allah Abraham harus
menjadi Allah Ishak dan kemudian Allah Yakub.
Iman kepada Kristus yang dibawa dari satu generasi ke
generasi berikutnya harus menjadikan generasi berikutnya
menjadi lebih baik. Hal ini berarti makin menyadari
bahwa warisan tersebut sangat berguna bagi keselamatan
manusia dan mau menyebarkan lebih luas lagi. Orang tua
kandung atau rohani berperan penting dalam mengajarkan
hal-hal rohani (iman) kepada anaknya. Anak yang dididik
dengan baik, akan memiliki iman yang teguh guna
menjalani hidupnya dan menolong orang lain.
WARISAN ILAHI
Warisan yang kita miliki terdiri dari 2 aspek, yaitu:
1. Sebagai seorang bapa rohani harus bisa mendorong
anak-anaknya memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan.
Tanpa pengalaman pribadi Anda tidak memiliki motivasi
internal.
2. Setelah pengalaman pribadi, seorang bapa rohani harus
bisa mengajak anak-anaknya untuk menerima warisan dari
generasi sebelumnya dan mewariskan ke generasi
berikutnya.
Di zaman modern ini dimana manusia memiliki akses yang
hampir tidak terbatas terhadap ilmu pengetahuan, terbuka
kemungkinan untuk manusia mengalami penipuan secara
besar-besaran. Banyaknya pengajaran yang beredar di
masyarakat melalui media, kadang-kadang membingungkan
pendengarnya atau kita semua. Bagaimana kita mengetahui
apakah suatu pengajaran layak disebut warisan ilahi?
Apakah itu Alkitabiah? Apakah hal itu membawa kita lebih
dekat kepada Tuhan? Siapa yang mengajarkan juga sangat
penting. Jika suatu ajaran dapat dipertanggungjawabkan,
maka itu akan membawa kita lebih dekat dengan Tuhan dan
apa yang diajarkan oleh seseorang yang menjadi bapa
rohani, bisa dipastikan bahwa hal itu benar. Di sinilah
pentingnya kita bukan hanya sekedar belajar tetapi
menerima warisan ilahi. (RD)