WARISAN ROHANI
Dalam perlombaan lari estafet, selain kecepatan berlari
dari setiap anggota tim, hal yang krusial adalah proses
perpindahan tongkat estafet dari pelari terdahulu ke
pelari berikutnya. Kegagalan dalam proses ini bisa
menyebabkan kekalahan dalam keseluruhan pertandingan.
Dalam kehidupan, hal ini berlaku juga ketika terjadi
perpindahan kehidupan dari generasi ke generasi.
Kegagalan orang tua dalam meneruskan ‘warisan rohani’
kepada anak-anaknya menyebabkan kesulitan; bahkan
kegagalan bagi generasi berikutnya.
Generasi baru membutuhkan pijakan yang kuat sebagai
langkah awal kehidupan mereka dan hal ini seharusnya
didapat dari generasi sebelumnya. Bila orang tua tidak
mengerti dengan baik apa yang menjadi peran dan tanggung
jawabnya, bagaimana mungkin seorang anak dapat
memaksimalkan potensi dalam dirinya dan menggenapi
rencana Allah? Peran orang tua sangat menentukan
keberadaan seorang anak di kemudian hari.
Sebagai orang tua, kita harus selalu memandang jauh ke
depan; ke masa depan anak-anak kita dan masa depan
anak-anak mereka. Amsal 13:22a,
“Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya … “
Mengajarkan bahwa harus ada warisan yang diberikan bagi
anak cucu. Yang dimaksud tentu bukan warisan harta
kekayaan, tetapi warisan nilai-nilai kehidupan yang
membentuk dan mengajar anak-anak untuk hidup benar di
hadapan Tuhan.
Kegagalan imam Eli dalam mendidik anak-anaknya dan
keberhasilan Hana menjadikan Samuel muda terpilih
menjadi imam merupakan contoh yang tegas yang Alkitab
berikan kepada umat-Nya. Kehidupan Samuel yang berkenan
kepada Tuhan serta Hofni dan Pinehas yang berdosa di
hadapan Tuhan, mengajarkan pentingnya mewariskan
kehidupan rohani dengan nilai Kerajaan Allah dari
generasi ke generasi. Di tengah serbuan teknologi
informasi yang semakin berkembang pesat yang
memungkinkan generasi sekarang ini terakses dengan
segala jenis informasi dari yang terbaik sampai yang
terburuk, seharusnya mereka diperlengkapi dari sejak
dini dengan ‘filter’ nilai-nilai Kerajaan Allah dan
kebenarannya.
BEBERAPA WARISAN ROHANI
1. Keteladan dalam Beribadah dan Melayani Tuhan (1
Petrus 2:9)
Sejak kecil Samuel sudah berada dalam lingkungan Bait
Allah dan terbiasa mengenakan jubah dan baju efod dari
kain lenan yang dibuatkan ibunya. 1 Samuel 2:19 mencatat
setiap tahun secara rutin ibunya memberikan jubah imam
kepada anaknya. Gambaran ketekunan dan kesungguhan dari
seorang ibu yang menginginkan anaknya tumbuh menjadi
seorang pelayan Tuhan. Hasilnya adalah Tuhan justru
memilih Samuel menjadi imam dibandingkan dengan kedua
anak imam Eli sendiri yang hidup dalam dosa.
1 Samuel 2:26 mencatat bahwa Samuel yang muda itu,
semakin besar semakin disukai, baik di hadapan TUHAN
maupun di hadapan manusia. Samuel mendapat pijakan untuk
langkah awalnya sebagai seorang imam melalui kesetiaan
ibunya, sedangkan Hofni dan Pinehas kehilangan pijakan
itu dikarenakan sikap ayahnya yang hanya mempedulikan
jabatan dan fasilitas sebagai imam serta menghormati
anak-anaknya lebih dari menghormati Tuhan. (1 Samuel
2:29)
Demikian juga Yusuf dan Maria setiap tahun selalu
membawa serta Yesus pergi ke Yerusalem pada hari Paskah.
(Lukas 2:4)
Kesetiaan dan kesungguhan orang tua dalam ibadah dan
waktu-waktu persekutuan dengan Tuhan secara pribadi
menjadi teladan hidup, dan membentuk nilai-nilai rohani
bagi anak-anaknya. Orang tua yang tekun berdoa, tekun
membaca Alkitab dan setia melayani Tuhan menjadi contoh
yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Menjadi teladan
adalah inti dari menolong anak-anak untuk berkembang
secara rohani.
Anak-anak mengamati kita ketika kita sama sekali tidak
menyadarinya, mencatat dalam pikiran dan hati mereka
setiap rinci dari sikap dan tindakan kita. Seringkali
teladan dalam hal beribadah jauh lebih efektif
dibandingkan dengan perintah untuk beribadah.
Paulus juga menekankan kepada anak rohaninya yaitu
Timotius; bahwa iman yang tulus ikhlas yang dimiliki
Timotius adalah iman yang sama yang hidup dalam diri
neneknya Lois dan dalam ibunya Eunike. (2 Timotius 1:5)
Orang tua harus hidup dalam kebenaran dan iman untuk
bisa mewariskan hal-hal rohani kepada anak-anaknya.
Orang tua jangan hanya menyuruh anak berdoa dan membaca
Alkitab setiap hari, tapi jadilah teladan dalam berdoa
dan membaca Alkitab setiap hari.
2. Hidup yang Berintegritas
Bukan saja anak-anak harus belajar menanggapi suara
Allah, tetapi mereka pertama-tama harus belajar
menanggapi suara orang tua mereka. Tuhan mengajar umat
Israel melalui Yeremia dengan sebuah contoh dari
kehidupan kaum orang Rekhab. (Yeremia 35:1,2)
Kaum orang Rekhab menolak anggur pemberian Yeremia
karena setia kepada perintah Yonadab bin Rekhab, bapa
leluhur mereka, yang memerintahkan untuk tidak minum
anggur sampai selama-lamanya dan Tuhan memberikan
janji-Nya bahwa keturunan Yonadab bin Rekhab tidak akan
terputus melayani Tuhan sepanjang masa. (Yeremia
35:6-19)
Kekudusan hidup dan menjauhkan diri dari kecemaran dan
dosa adalah bukti kesetiaan seseorang kepada Tuhan.
Tuhan tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga Dia
menguduskan kita melalui karya Roh Kudus untuk
menjadikan kita menjadi umat yang layak bagi-Nya. (Lukas
1:17)
Teladan kekudusan ini haruslah dapat ditemukan oleh
seorang anak dalam hidup orang tuanya. Di tengah dunia
yang semakin rusak dan menuju kepada kehancurannya, umat
Tuhan harus berani ‘memisahkan diri’ dalam kekudusan
yang semakin meningkat hari demi hari. (Wahyu 22:11)
Dunia menawarkan segala kemegahan dan kenikmatannya
seperti yang ditawarkan Iblis kepada Yesus dalam
pencobaan di padang gurun. Sama seperti Yesus yang
menolak kemegahan dunia tetapi memilih salib dan
penderitaan, demikian umat Tuhan harus berani memilih
untuk membayar harga dalam pengudusan daripada menikmati
dosa dalam kehidupannya.
Memilih untuk hidup dalam ketaatan dan menjauhkan diri
dari dosa memang membutuhkan harga yang harus dibayar.
Kualitas kekristenan seseorang dicapai dengan
perjuangannya melawan dosa dan kemauannya untuk mencari
Tuhan sepanjang hidupnya. Hal ini dimungkinkan dalam
kasih karunia Tuhan dan dengan pertolongan Roh Kudus.
Dalam kehidupan zaman ini yang berusaha menjadikan
segala sesuatu lebih mudah dan instan, proses pengudusan
dalam Roh Allah mendapatkan tantangan tersendiri.
Kebiasaan hidup yang mudah dan instan menjadikan
generasi zaman ini bertumbuh menjadi pribadi yang mudah
menyerah dalam menghadapi proses kehidupan rohani.
Pemahaman kebenaran yang didapat dari pengajaran singkat
yang didapat dari media sosial lebih disukai
dibandingkan dengan pemahaman kebenaran yang mendalam
melalui pengajaran dan pemuridan yang membutuhkan waktu
dan usaha yang lebih keras.
Akar iman dan rohani yang dalam dan kuat didapat dari
sebuah proses pembelajaran kebenaran dan kehidupan yang
berjalan bersama dengan Roh Kudus setiap hari sepanjang
hidup. Perenungan Firman yang teratur, pembacaan
buku-buku rohani yang berkualitas, kehidupan doa, pujian
dan penyembahan yang berkesinambungan adalah syarat
untuk mendapatkan kehidupan rohani yang semakin kuat dan
semakin dewasa.
3. Kasih yang Mendalam kepada Tuhan
Kasih kepada Tuhan dan sesama adalah dasar dari
kehidupan orang percaya. (1 Korintus 13)
Iman dan pengharapan menjadi sempurna di dalam kasih.
Petrus mengajarkan bahwa hasil akhir iman adalah kasih.
(2 Petrus 1:5-7)
Tuhan Yesus memberikan Perintah Agung yaitu mengasihi
Allah dan sesama sebagai hukum yang terutama. (Matius
22:37-38) Bahkan buah Roh dimulai dengan kasih (Galatia
5:22-23). Kasih menghasilkan ‘rasa’ yang lain dan
lengkap dari buah Roh itu. Selalu hidup dalam kasih yang
semula itulah kerinduan Tuhan atas umat-Nya. (Wahyu
2:4-5)
Orang tua yang mengasihi Tuhan dan mengaplikasikannya
dalam hal mengasihi keluarganya adalah contoh dan
keteladanan yang harus didapat oleh anak-anak. Seorang
ayah yang mengasihi istrinya dan seorang ibu yang
menghormati suaminya menjadikan seorang anak hidup dalam
kasih, dan memudahkannya mengenal kasih Bapa di dalam
Yesus Kristus.
Kasih akan membentuk pribadi yang bertumbuh baik dan
membawa mereka mengenal Allah yang adalah kasih itu
sendiri. Pribadi yang demikian akan memiliki karakter
yang kuat dan kedewasaan secara rohani dan jiwani dengan
baik, ditambah dengan pengetahuan dan kecakapan maka
akan memberikan dampak yang baik bagi lingkungannya dan
menjadi bagian dalam membangun bangsa ini.
Biarlah generasi Yeremia yang dipenuhi Roh Kudus, cinta
mati-matian kepada Tuhan Yesus, tidak kompromi terhadap
dosa, dan akan bergerak untuk memenangkan jiwa; akan
muncul dengan warisan rohani dari pendahulunya. Amin.
(BM)